Share

Bab 3

Author: Roselina
Dalam hati aku menjawab pelan, 'Menikah dengan Rangga sama sekali bukan hal yang membahagiakan.'

Sebelum dokter mendorongku masuk ke ruang operasi, aku melihat Rangga berjalan ke arahku sambil menggandeng tangan Coco.

"Kamu gimana?" Dia mengerutkan kening menatapku. "Nyetir saja nggak bisa konsentrasi? Untungnya Coco kali ini nggak kenapa-kenapa."

Dari ruangan sebelah, Coco berkata dengan penuh rasa bersalah, "Semua ini salahku. Aku yang minta Kak Rinoa ngantar aku ke kampus, sampai jadi kecelakaan begini."

Rangga langsung memeluknya dan membujuk dengan lembut, "Bukan salahmu. Kamu juga terluka. Sayang, ayo kubawa makan malam."

Saat itu, dokter datang memberi tahu bahwa ruang operasi sudah siap. Rangga sempat melirikku dengan sedikit terkejut. Namun, perhatiannya langsung kembali teralihkan saat Coco menggandeng lengannya sambil merengek.

Operasinya berjalan lancar. Ketika seorang perawat bertanya apakah aku sudah menghubungi keluarga,

aku terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "Nggak usah. Aku nggak punya keluarga."

....

Selama dirawat di rumah sakit, aku menyewa perawat pribadi untuk menjagaku. Sementara itu, Rangga setiap hari pergi jalan-jalan bersama Coco.

Coco hampir setiap hari mengirimkan foto-foto kegiatan mereka padaku. Mereka pergi ke pantai, menyelam, melihat langit berbintang di bawah laut. Berfoto mesra dan berciuman di berbagai tempat wisata.

Melihat foto-foto itu, aku tidak merasakan apa pun.

Akhir-akhir ini aku sedang sibuk bersama Anita mempersiapkan studio penelitian biologi. Selama delapan tahun terakhir, di sela-sela waktu luangku, aku membantu Anita dalam pengembangan produk. Dia sudah lama memintaku membuka studio bersamanya, tapi dulu aku belum menyetujuinya.

Banyak teman yang mengatakan bahwa aku menyia-nyiakan delapan tahun hidupku hanya demi pernikahan kontrak. Namun, aku tidak menyesal.

Karena bagiku saat itu, tidak ada yang lebih penting dari ibuku.

Sekarang kontrakku dengan Rangga sudah selesai. Aku benar-benar bebas.

Di hari ketika aku akan keluar dari rumah sakit, Rangga tiba-tiba meneleponku. "Kapan kamu pulang? Rumah sekarang berantakan. Belum keluar dari rumah sakit juga?"

Aku tertawa pelan, lalu menyindir, "Memangnya sekarang pembantu di rumah sudah berhenti kerja?"

Rangga menjawab dengan nada tak sabar, "Kamu tahu sendiri, aku nggak suka orang lain sentuh barang-barangku. Beberapa dokumen perusahaan juga perlu kamu yang bereskan."

Aku melirik jam, baru saja hendak mengatakan bahwa aku sedang tidak ada waktu, tiba-tiba perawat muncul di depan kamar dan memanggilku untuk segera membayar biaya keluar rumah sakit.

Rangga mendengarnya dan langsung menyuruhku cepat pulang. Aku mengabaikannya. Setelah membayar biaya keluar, aku pun naik ke mobil temanku.

Anita menoleh ke arahku dan bertanya, "Sudah bebas?"

Aku tersenyum tipis, lalu menjawab dengan lega, "Semuanya sudah selesai. Tinggal urus surat cerai, habis itu aku pergi."

Anita malah lebih semangat dariku. "Ayo! Urus kontrak dulu, habis itu kita makan hotpot!"

Aku mengangguk setuju.

Saat sedang mendiskusikan detail kontrak dengannya, telepon dari Rangga masuk. Aku melihat sekilas layar ponsel, lalu menutupnya dan membiarkan Anita melanjutkan.

Dia menatapku sambil mengangkat dagu, "Sudah benar-benar nggak cinta, ya?"

Anita adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa aku sempat punya perasaan pada Rangga. Namun, perasaan itu habis terkikis oleh luka-luka yang terus-menerus dia berikan.

Aku memandangi layar ponsel dengan kosong, lalu berkata pelan, "Ada beberapa orang yang sedari awal memang bukan berasal dari dunia yang sama."

Anita mengangguk setuju.

Setelah kontrak ditandatangani, kami pergi ke restoran hotpot langganan yang dulu sering kami datangi. Saat suapan pertama daging sapi pedas masuk ke mulutku, air mata langsung menggenang di pelupuk.

Anita tertawa melihatku. "Saking enaknya sampai mau nangis, ya?"

Aku tersenyum, tidak menjawab. Sejak bersama Rangga, aku memang tidak pernah lagi menyentuh makanan beraroma kuat seperti ini.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 9

    "Aku baru sadar sekarang, ternyata sejak lama aku sudah menyukaimu. Ikut aku pulang, ya?"Aku menatapnya dengan bingung dan bertanya, "Itu ada hubungannya denganku?"Rangga baru hendak bicara lagi, tapi tiba-tiba terdengar suara seorang pria muda dari belakangku. "Kak Rinoa, kamu belum pulang juga? Nanti mau makan bareng nggak?"Waldo berjalan mendekat sambil menatapku, lalu menoleh ke arah Rangga. "Ini siapa?"Rangga menatapku dan dalam sorot matanya tampak sedikit harapan. Aku menjawab dengan tenang, "Itu mantan suami yang pernah selingkuh sama banyak perempuan."Waldo sudah pernah mendengar soal hubunganku dengan Rangga dari cerita Anita. Dia langsung menatap Rangga dengan pandangan merendahkan. "Jadi sekarang nyesal? Mau balikan, ya?" Nada bicaranya yang sinis membuat wajah Rangga langsung menggelap."Urusan aku dan Rinoa, apa hubungannya sama kamu?"Aku hanya tersenyum kecil karena malas menanggapi. Lalu, aku menoleh ke Waldo. "Mau makan di mana? Kebetulan Anita nggak masuk hari i

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 8

    Para netizen langsung dipenuhi semangat bergosip. Di bawah komentar itu, mereka ramai-ramai bertanya lebih lanjut. Tak lama kemudian, akun tersebut membongkar semua tentang hubunganku dengan Rangga. Topik ini pun langsung meroket ke daftar trending.Banyak yang menyerbu akun Coco, menanyakan apakah benar dia adalah orang ketiga.Hari itu juga, Coco mengunggah sebuah video. Dalam video itu, dia memohon padaku agar mengembalikan Rangga kepadanya dengan air mata yang berlinang. Dia memintaku untuk tidak merusak hubungan mereka.Coco tidak menjawab secara langsung pertanyaan dari netizen, tapi cara bicaranya membuat banyak orang mengira akulah orang ketiga dalam hubungan mereka.Saat aku sedang diam-diam mengagumi keahliannya mempermainkan kata, Rangga tiba-tiba mengunggah video dari akun resminya. Dalam video itu, dia mengakui sendiri bahwa dia memang berselingkuh.Dengan satu langkah ini, dia langsung membenarkan bahwa Coco adalah selingkuhan. Netizen yang sebelumnya tertipu langsung ber

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 7

    Namun dia lupa, hari aku pergi waktu itu adalah hari pertunangannya dengan Coco. Terlebih lagi, pernikahan kami sedari awal hanya bertahan karena selembar perjanjian, mana mungkin aku peduli dia menikah dengan siapa?Setelah hari itu, berita pernikahan Rangga dan Coco menyebar luas di internet. Coco memanfaatkan momen itu dengan membuat akun media sosial pribadi, isinya dokumentasi persiapan pernikahannya dengan Rangga.Saat Anita memberitahuku soal ini, aku meletakkan berkas di tanganku dan bertanya dengan heran, "Kamu akhir-akhir ini lagi senggang, ya?"Anita terkikik, "Aku cuma mau berbagi sesuatu yang lucu sama kamu."Aku hanya sekilas melirik video di ponselnya, lalu langsung mengalihkan pandangan. "Rangga memang memanjakan perempuan itu."Melihat aku tidak merespons lebih jauh, Anita mendecak kesal karena tak seru. Sebelum pergi, dia tiba-tiba bertanya, "Kamu sudah resmi cerai belum sama dia?"Tanganku sempat terhenti sejenak sebelum menjawab dengan nada tak berdaya, "Baru saja p

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 6

    Saat Rangga melihat tanggal berakhir dalam perjanjian itu, dia pun teringat akan perubahan sikapku pada waktu itu. Dia tidak bisa percaya bahwa kebaikan dan perhatianku selama delapan tahun ini semuanya hanya karena perjanjian itu."Rinoa, tanpa izinku, jangan pernah bermimpi bisa lepas dariku."Rangga langsung mengangkat ponsel dan menelepon asistennya. Dia memerintahkan agar segera mencari tahu keberadaanku.....Sementara itu, di Negara Norwegia yang jauh, aku sama sekali tidak tahu bahwa Rangga sedang menyuruh orang untuk mencariku. Saat ini, aku sedang berdiskusi dengan Waldo soal data produk terbaru.Karena sebelumnya cukup lama terlepas dari dunia kerja, awalnya aku sedikit kesulitan menyesuaikan diri. Namun karena kesibukan pekerjaan, aku tidak sempat terlalu memikirkan ketidaknyamanan itu.Beberapa hari lalu, studio kami menerima proyek pengembangan produk perawatan kulit. Setiap hari aku dan Waldo bekerja lembur bersama tim.Saat kami baru saja menyelesaikan diskusi penting,

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 5

    Pesawat mendarat di Negara Norwegia yang dingin. Aku merapatkan jaket tebal di tubuhku dan melihat Anita melambai padaku dengan antusias. Begitu aku berjalan mendekat, dia langsung memelukku erat."Selamat, kamu akhirnya meninggalkan masa lalu."Aku meninju pelan bahunya. Detik berikutnya, ekspresi Anita langsung berubah."Ayo, masih banyak urusan studio yang harus diurus. Oh ya, ini asisten yang sudah kucarikan untukmu, namanya Waldo."Sambil bicara, dia memperkenalkan seorang pria muda yang sejak tadi mengikuti dari belakang. Setelah kami saling menyapa, aku langsung dibawa ke studio.Sejak bertemu Anita, aku langsung memasuki ritme kerja yang sibuk. Hari itu saja, aku baru kembali ke apartemen sewaan lewat pukul sebelas malam. Pagi harinya pukul delapan, aku sudah keluar rumah lagi.Selama seminggu, aku hidup dalam rutinitas padat dari studio ke rumah berulang-ulang. Akhirnya, studio itu pun resmi berdiri.Di hari peresmian, tubuhku benar-benar kelelahan. Namun, kepuasan batin yang

  • Takkan Kembali ke Dekapan Penderitaan   Bab 4

    Sebab, katanya bau hotpot yang membekas di tubuh bisa mencoreng nama baik Keluarga Baskara. Selain makan hotpot, masih banyak hal lain yang bisa mencoreng nama baik. Di tempat umum, aku tidak boleh tertawa lepas, tidak boleh bicara keras ....Delapan tahun ini, aku seakan menjadi alat tanpa emosi. Kini, seolah aku bisa mencium aroma kebebasan yang mulai mendekat, mataku terasa panas.Saat aku pulang setelah makan hotpot, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Begitu pintu rumah dibuka, aku melihat Rangga duduk di ruang tamu dengan ekspresi dingin. Hari ini dia menelepon lebih dari sepuluh kali, tapi tak satu pun kuangkat."Kamu ke mana?" Aku mengganti sepatu, mencuci tangan, lalu menjawab dengan datar, "Makan bersama teman."Rangga melangkah mendekat. Begitu mencium bau hotpot di tubuhku, wajahnya makin menggelap. "Bukannya sudah kubilang jangan makan hotpot? Baunya terlalu menyengat."Aku menatapnya sambil tersenyum, lalu bertanya dengan heran, "Kenapa nggak masalah waktu Coco m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status