Share

Alasan Sarah Menemuiku

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 05:31:15

Harusnya dia bisa selamat, tapi kalau bapak Sarah ngotot begini, aku bisa apa? Apa tetap kubawa saja meski pria tua itu menentang? Toh, Sarah adalah tanggung jawab suaminya, dan ada anak dalam perutnya yang juga jadi tanggung jawabku sepenuhnya. Aku tak mau menyesal.

Ustaz Alif bergerak mendekat dan merangkul Bapak mertua. Pria itu tampaknya memang tak bisa diam saja melihat sesuatu yang tak beres di depannya.

“Pak. Setidaknya kita punya harapan. Saya sering membahas kasus seperti dalam fiqih bab mengurus jenazah. Kita justru akan berdosa jika membiarkan bayi tak bersalah dalam perut Mbak Sarah dikubur hidup –hidup, padahal bisa berupaya menyelamatkannya.” Ustaz Alif menjelaskan dengan lemah lembut. Entah, terbuat dari apa pria tersebut hingga memiliki sikap semanis itu?

Bapak terdiam. Tampaknya dia mulai goyah dengan ucapan masuk akal ustaz yang berada di sampingnya.

Suasana dalam ruangan itu kembali tegang karena ulah Bapak mertua yang keras kepala. Pantas saja kalau Sarah punya watak yang juga keras, ternyata nurun dari Bapaknya.

“Pak, bagaimana? Kita tidak punya banyak waktu.” Dokter mengingatkan.

“Pak, tolong!” Aku jadi tak sabar lagi.

“Pak.” Ustaz Alif meminta pria itu dengan lembut.

“Pak.” Suara ibu mertua juga terdengar. Wanita rupanya juga mendekat ke pada sang suami. “Kita sudah kehilangan putri kita. Setidaknya biarkan dokter berusaha menyelamatkan cucu kita.”

Aku tak menyangka wanita yang kupikir sama kolotnya dengan Bapak itu berada di pihakku sekarang. Semoga saja, pria itu luluh dari banyaknya pengertian orang –orang dekatnya dan bahkan dokter yang ahli dalam masalah ini.

Bapak dan ibu mertua saling tatap dalam. Namun, pria itu tetap juga bergeming dan membuat semua orang semakin resah.

“Pak!” Tomy sampai mengguncang bahu pria tua itu.

Detik –detik terus berlalu. Bapak masih juga bergeming. Kuhela napas berat karenanya. Kesabaran itu benar –benar habis. Aku harus bicara padanya sebelum semuanya terlambat. Kudekati pria paruh baya itu dan menarik lengannya menjauh.

Awalnya Bapak menatap tak suka padaku. Namun, saat aku bilang, “Pak, ini hal yang tak bisa kusampaikan di depan orang lain.”

Bapak mengerutkan keningnya, lalu bergerak begitu saja mengikutiku ke arah kamar. Aku lihat sekilas, orang –orang menatap bingung ke arah kami. Dari sebagian mereka, pasti ada yang gemes karena kami terlalu lama mengulur waktu.

Sampai di kamar, aku pun mulai bicara pada pria itu.

“Pak. Tadi ... saya tertidur dari sekitar jam lima. Harinya semakin dingin karena hujan yang lebat membuat saya meringkuk nyaman. Saya sangat lelap Pak.”

“Apa maksudmu, Fan. Jangan bertele –tele,” tegur Bapak.

“Saya tidak akan sampai di sini dalam waktu cepat, kalau tidak ada seseorang yang membangunkan.”

“Ya, bapak sudah menduga. Bapak kecewa, Fan. Itu kenapa bapak minta Tomy datang.” Pria itu mengucap lelah.

“Ehm, Pak. Maaf. Aku tadi, belum sempat jemput Mas Affan. Dia sudah kelihatan pas ke luar dari gang kecil, jadi aku balik dan duduk di samping Bapak." Suara Tomy kontan membuat kami menoleh.

Entah, sejak kapan dia ada di sana. Pemuda kepo –an itu pasti tadi langsung mengikuti kami. Padahal, kubilang ini tak bisa dibicarakan di depan orang lain.

“Hiss, kamu ....” Bapak mendesis kesal melihat kehadiran pemuda itu.

Aku awalnya keberatan dan ingin mengusirnya. Namun, dia juga toh adik kandung Sarah. Bukankah itu tak masalah. Dia juga berhak tahu nasib saudarinya.

“Ehm, Pak. Tepat sekali. Bukan Tomy yang membangunkan saya dan meminta datang ke mari. Tapi ... Sarah.” Di akhir kalimat aku mengucap sangat pelan.

“Apa?!” Bapak dan Tomy terkejut.

“Kamu kalau bicara hati –hati, Fan! Apa maksudmu? Sarah tidak mungkin jadi arwah penasaran.” Bapak malah marah.

“Mas, beneran, Mbak Sarah datang ke rumah Mas?” Tomy memegangi tengkuknya dengan raut wajah ketakutan. Aku baru saja sadar hawa di ruangan ini lebih dingin. Atau perasaanku sendiri saja, karena membahas kedatangan Sarah ke rumah.

“Demi Allah.” Aku sampai harus bersumpah untuk menepis keraguan dua pria yang sedang bicara denganku.

“Jadi apa intinya?” Bapak mertua ingin memperjelas apa maksudku mengatakan ini. Ya Tuhan, sebenarnya ini menghabiskan banyak waktu, tapi mau bagaimana lagi, dari pada harus berkelahi dengan orang tua Sarah dan membawanya paksa. Semoga saja tidak terlambat.

“Pak. Maksud saya, pasti Sarah ingin segera saya melihat jasadnya, dan juga menyelamatkan anak dalam kandungannya. Dia tahu bahwa wakttu kita tak banyak. Bapak lihat bagaimana dokter tadi bilang kalau Sarah ingin anaknya selamat.” Ya Tuhan, waktuku semakin habis.

“Maaf, sekarang saya sudah berusaha membujuk dan bahkan terpaksa menceritakan ini. Saya akan membawa jenazahnya ke rumah sakit. Ini pemberitahuan, Pak. Saya tidak akan meminta izin Bapak lagi,” tegasku meninggalkan pria tua yang masih juga membeku itu. Ke luar dan menemui dokter agar lekas membawa Sarah ke rumah sakit. Sementara itu, Tomy mengikutiku. Baguslah, ada banyak hal yang ingin kutanyakan ke padanya.

Sampai di luar, ustaz Alif menghambur ke arahku. Dia penasaran tampaknya dengan hasil negosiasi yang kami lakukan. Aku berharap, pria tua di dalam kamar tadi tidak ikut ke luar dan mencegah seperti sebelumnya. Biarkan saja dia membeku di sana.

“Bagaimana Mas?” tanya ustaz muda itu.

“Kita bawa sekarang Ustaz.”

“Alhamdulillah!” ucapnya sembari berjalan cepat ke arah dokter dan asistennya. “Dok, kita bawa sekarang.”

“Baik.” Dokter menyahut. Ia kemudian memberi perintah cepat pada asistennya untuk membantu. “Kita naikkan ambulan. Kami membawanya tadi dari rumah sakit.”

Syukurlah. Mereka sudah bisa membaca segala kemungkinan.

“Tolong dibantu!” pinta ustaz Alif pada beberapa pemuda yang ada di luar.

“Ya, kita harus hati –hati,” ucap dokter yang kemudian membalut luka –luka Sarah yang belum sepenuhnya kering. Sedang aku, meski tak tega tetap membantu membopong tubuhnya ke atas tanda. “Syukurlah, masih ada detak jantung bayinya. Hanya saja semakin lemah. Kita tidak punya waktu! Cepat!”

Bersambung.....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terimakasih Sarah

    Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Dikabulkan Permintaan Jingga

    “Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ekstra Part : Kasih Sayang Affan

    Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ending

    Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terus Memikirkan Dhira

    "Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sikap Petugas Polisi

    Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status