Share

Tawanan Mafia Mesum
Tawanan Mafia Mesum
Author: SILAN

Bab 1

Author: SILAN
last update Huling Na-update: 2025-04-20 11:26:43

“Ikut denganku, aku tidak akan membiarkanmu menikah dengan pria brengsek itu.”

Suara Hazel terdengar mantap, meski jantungnya berdegup kencang. Ia tau resikonya, tapi tak peduli. Ia hanya ingin membawa gadis itu pergi dari mimpi buruk.

Tapi kemudian...

“Memangnya kau bisa membawa calon istriku ke mana?”

Suara berat dan dingin itu menghentikan gerakannya.

Tubuh Hazel langsung menegang. Udara di sekitarnya mendadak terasa menipis. Dengan pelan, ia menoleh, dan seperti mimpi buruk yang terwujud, Xavier berdiri di sana. Tegak, santai, dan mengerikan. Senyum tipis di bibirnya tak menunjukkan kebahagiaan, itu ancaman. Sorot matanya menusuk seperti belati.

Hazel secara refleks berdiri di depan Luna, melindunginya. Gadis ini seharusnya menikah dengan saudara Hazel, bukan dengan psikopat gila itu!

“Xavier…” gumamnya pelan, seperti mencicipi nama yang terasa pahit di lidah.

“Kenapa kalian begitu menginginkan gadis ini? Apa kalian tidak tahu besok adalah pertunangan kami?” ucap Xavier, tenang tapi tajam seperti pisau yang baru diasah.

Hazel menatapnya lurus. Ia tak akan mundur. “Aku rela Luna menikah dengan siapa pun… asal itu bukan kau,” katanya. “Kau terlalu brengsek untuknya.”

Xavier menyapu Hazel dari kepala hingga kaki, seolah menilai nilainya seperti barang murahan. Hazel bisa merasakan amarah membara dalam dada. Tapi ia tetap berdiri tegak.

“Sebaiknya kau menyingkir sebelum aku yang membuatmu menyesal,” ucap Xavier dingin.

Hazel mengangkat dagunya, tubuhnya menegang siap bertarung. “Kau pikir aku takut pada ancamanmu?”

Dan benar saja, pria itu melangkah.

Hazel menghalangi. Tangannya terangkat, melindungi Luna. Ia tahu tubuhnya tak sebanding dengan kekuatan Xavier, tapi jika ia bisa memberi waktu untuk Luna kabur, sedetik saja, itu sudah cukup.

Xavier tampak muak. “Kau benar-benar membuang waktuku,” geramnya.

"Oh ya? Apa kau berani menyakiti wanita?" ejek Hazel dengan suara penuh cemooh.

“Kenapa tidak?” senyum sinis Xavier mengembang sebelum tubuhnya bergerak seperti kilat.

Hazel nyaris tak melihatnya.

Refleks, tangannya menangkis dan berhasil! Bahkan Xavier terdorong dua langkah ke belakang. Jantung Hazel berdegup lebih kencang, tapi ia tahu... itu belum apa-apa.

Dan benar saja.

Dalam satu kedipan, dunia Hazel jungkir balik. Tubuhnya melayang. Dada terasa remuk saat punggungnya membentur dinding. Suara keras menggemuruh di telinganya, lalu semuanya kabur.

Sakit. Tapi ia memaksa bangkit.

Luna berteriak, suara gadis itu pecah oleh ketakutan. Tapi Xavier sudah kehilangan kendali. Dia menyerang seperti binatang buas. Hazel mencoba melawan, tapi pukulannya tak seberapa dibanding kekuatan mentah pria itu. Ia terlatih, ya, tapi ini bukan sekadar pertarungan fisik. Ini seperti melawan monster.

Untuk kedua kalinya, tubuh Hazel menghantam dinding. Kali ini lebih keras. Pandangannya kabur, tapi ia tetap mencoba bangkit. Belum sempat berdiri penuh, tangan dingin mencengkram lehernya.

Udara lepas dari paru-parunya.

Tubuhnya terangkat, menggantung. Hazel mencakar tangan Xavier, mencoba melepaskan diri, tapi tak ada hasil. Pandangannya mulai menghitam.

“HAZEL!!” jerit Luna.

Hazel tak bisa menjawab. Bahkan bernafas pun sulit.

“Lucu,” bisik Xavier di telinganya. “Kau seperti anak kucing yang mencakar harimau.”

Cengkramannya semakin kuat. Hazel merasa dunia semakin jauh… semakin gelap… dan nafasnya terasa berat.

Lalu ia jatuh seiring Xavier melepaskan cengkramannya. 

Udara kembali mengalir ke paru-parunya dengan keras. Ia terbatuk, terengah, tubuhnya bergetar.

Tapi Xavier belum selesai.

Tangannya mencengkram rahangnya, keras, menyakitkan. Hazel bisa mendengar tulangnya berderak pelan.

“Beritahu kakakmu,” bisik pria itu. “Kalau dia tak berhenti… maka aku yang akan menghentikannya. Dan itu... akan jauh lebih menyakitkan dari ini.”

Satu dorongan. Hazel kembali terhempas ke lantai. Dunia berputar, lehernya terasa perih, begitu juga bekas cengkraman Xavier di rahangnya.

Matanya terbuka saat melihat Xavier menarik Luna menjauh. Gadis itu masih berusaha meronta, air mata membasahi wajahnya.

Hazel menggertakkan gigi, tubuhnya gemetar bukan hanya karena sakit... tapi karena marah.

Mulai hari ini, hanya ada satu nama yang akan selalu ada di dalam kepalanya.

Satu nama yang telah masuk daftar hitam kebenciannya… orang yang ingin ia lihat kehancurannya.

Xavier.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Diana Sempol
bagus sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
wah hazel sudah rilis.. hehehehe
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 120

    Jangankan pergi, Xavier bahkan tidak bergeming. Tubuhnya seperti tertancap di tempat, dan matanya tak lepas sedikit pun dari wajah Hazel. Di balik tatapannya, ada kalimat yang tak terucapkan. Ia tahu Hazel marah. Delapan bulan bukan waktu yang sebentar untuk dibiarkan menggantung tanpa kabar, dan kini, pertemuan mereka bukan seperti kisah reuni yang manis, melainkan luka yang dijahit ulang."Pergi dari sini, Xavier," bisik Hazel lirih, nyaris tanpa tenaga, namun sarat emosi yang menahan diri dari ledakan.Xavier menarik nafas dalam-dalam. "Aku tahu kau marah… tapi aku harus menjelaskan satu hal. Aku dan Ella, kami tidak memiliki hubungan apapun."Hazel mendongak, tatapannya tajam. "Menarik. Kau juga pernah mengatakan hal yang sama padaku." Nada suaranya dingin, getir. "Dan lihat di mana kita sekarang, Xavier. Kau berdiri dihadapanku, mencoba menjelaskan sesuatu yang bahkan sudah tidak pantas dijelaskan lagi.""Aku tidak punya pilihan," suara Xavier lebih dalam sekarang, ada dentuman em

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 119

    Hazel tak merasakan luka di telapak tangannya, bahkan ketika darah mengalir dan menodai gelas yang pecah. Ia baru tersadar saat tepukan cemas mendarat di bahunya."Hazel, tanganmu berdarah!" seru Marco dengan panik.Hazel menoleh pelan, matanya kosong. "Hanya luka kecil, aku akan membersihkannya." ujarnya datar, lalu melangkah pergi menuju toilet.Di dalam ruangan berlampu pucat, Hazel menyalakan keran air. Suara gemericik menenggelamkan pikirannya yang riuh. Air dingin menyentuh luka di tangannya, membawa nyeri yang akhirnya membuatnya sadar bahwa ia benar-benar terluka, meski luka di hatinya terasa jauh lebih dalam.Ia hanya menghela nafas dalam, ia telah melakukan kebodohan sampai harus menyusul Xavier sejauh ini.Harusnya ia sudah paham, delapan bulan tanpa komunikasi adalah cara Xavier melupakannya, tapi ia yang bodoh ini tetap nekat bertemu dengan pria itu hanya untuk melihat pemandangan menyebalkan.Bahkan air matanya pun enggan menetes, walaupun hatinya terasa seperti diremas

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 118

    “Kau yakin akan pergi mengejar pria yang bahkan tidak memberi kabar selama delapan bulan? Hazel... satu bulan lagi, kalau kau hamil, kau mungkin sudah melahirkan.”Tristan menjatuhkan tubuhnya ke sofa sambil menyilangkan kaki, ekspresinya antara cemas dan tidak habis pikir, sementara Hazel terus sibuk melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper.Hazel menghentikan gerakannya sejenak, lalu menarik nafas dalam. “Tristan, tolong… berhenti ceramah. Aku sudah cukup lama menunggu. Delapan bulan aku memberi waktu, dan tidak ada satupun jejak darinya. Jadi, aku pergi bukan karena gegabah, aku pergi karena ini satu-satunya jalan.”Tristan menyandarkan punggungnya dan melipat kedua tangan di dada. “Sayang sekali... padahal aku baru mau bilang kalau bulan depan aku juga akan pergi liburan. Tapi kau malah meninggalkanku duluan. Apa tidak bisa menunda saja sampai aku pergi?”Hazel mengangkat alis. “Menurutmu aku harus menunggu lebih lama hanya untuk patah hati di tempat yang sama? Aku sudah te

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 117

    Hazel membawa Tristan ke apartemennya, apartemen yang sudah sekitar empat bulan lebih tidak ia tinggali semenjak ia pulang dari Italia. Hazel yakin, kamera tersembunyi yang Xavier pasang di sana masih berfungsi, dan Hazel perlu memastikan sesuatu apakah kamera itu bisa membantunya bertemu dengan Xavier atau tidak?Ia tau, cara ini cukup bermasalah untuk Tristan kalau sampai Xavier marah, tapi tidak ada cara lain. Hazel sudah mencoba cukup banyak cara untuk bisa menghubungi Xavier, bahkan ia telah meminta George Davis untuk menghubungi Xavier melalui ponselnya, tapi begitu Xavier mendengar suara Hazel, pria itu langsung memutuskan sepihak.Tristan mengerutkan dahi saat mereka melangkah masuk. “Hazel, ini apartemen siapa? Kenapa aku merasa seperti masuk ke sarang orang lain?”Hazel menutup pintu dan menyalakan lampu ruangan. “Ini apartemenku. Tempat yang aku tinggali sebelumnya, itu apartemen milik Jacob. Aku hanya ingin mengecek sesuatu di sini.”Tristan berjalan ke rak buku, jari-jarin

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 116

    Setelah penantian yang terasa begitu panjang, akhirnya Hazel menginjakkan kaki di pesta ulang tahun perusahaan Xavier, sebuah acara yang dikemas begitu megah di dalam ballroom berlapis kristal dan cahaya mewah yang membias di dinding-dinding marmer putih.Begitu Hazel dan Tristan masuk, mereka langsung disambut oleh sesuatu yang tidak biasa, bukan pelayan manusia, tapi humanoid elegan berbalut jas hitam yang membungkuk sopan saat mereka melewati pintu utama.“Wow…” Tristan berbisik kagum. “Bisakah kau bayangkan berapa harga robot yang hanya ditugaskan jadi pelayan pesta seperti ini?”Hazel menyikutnya pelan, meski mulutnya nyaris tersenyum. “Jangan bikin ulah,” tegurnya setengah geli.Ballroom itu ramai, namun tetap anggun. Gaun-gaun mewah dan jas hitam berkilau mendominasi, sementara orkestra memainkan alunan klasik yang mengisi ruangan. Hazel mengedarkan pandangannya, matanya sibuk mencari satu sosok Xavier.Namun sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda kehadiran pria itu. Hanya

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 115

    Salju perlahan mulai mencair, menyisakan genangan tipis di sela-sela trotoar dan suara gemeretak lembut di bawah setiap langkah kaki. Angin musim dingin masih menyelinap di antara gedung-gedung tinggi, namun sinar mentari musim semi sudah mulai terasa hangat di kulit.Di antara keramaian kota yang mulai kembali sibuk, langkah Xavier terdengar mantap menapaki trotoar yang licin. Jas hitamnya berkibar ringan ditiup angin, dan satu tangan menggenggam ponsel di telinganya.“Bagaimana laporan terakhir dari mata-mata kita di perbatasan?” tanyanya tenang namun penuh tekanan.Suara pria di seberang terdengar ragu, namun tetap profesional. “Masih dalam pemantauan, Sir. Untuk saat ini, belum ada pergerakan signifikan dari dalam markas. Tempat itu sangat tertutup... dan dua anak buah kita telah tertangkap saat mencoba menyusup ke dalam.”Langkah Xavier melambat. Ia berdiri di pinggir jalan, matanya menyapu pandangan ke seberang sebelum melanjutkan, “Teruskan pengawasan. Jangan gegabah, tapi janga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status