Share

Bab 2

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-20 11:27:03

Hari sudah sangat larut, Hazel berlari dengan cepat melewati jembatan dermaga menuju sebuah kapal pesiar.

Beberapa hari sudah berlalu pasca pertarungan dengan Xavier. Selama itu, Hazel berusaha memulihkan diri dengan cepat.

Dan kali ini, Hazel kembali dengan misi khusus, tentu saja untuk menyelamatkan calon kakak iparnya, Luna, dari cengkraman pria brengsek itu! 

Begitu sampai di atas kapal pesiar mewah yang bersandar tenang, Hazel langsung masuk tanpa ragu. Tanpa buang waktu, ia menuju mini bar yang terletak di lantai atas. Malam ini ia perlu bersantai sebelum mulai tugasnya.

Begitu masuk, suara musik pelan menyambutnya, disertai aroma alkohol dan parfum pria kelas atas. Hazel melirik ke arah bartender dan senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Hai, Jack." sapanya.

Jack yang kebetulan teman satu sekolahnya dulu kini berdiri di balik meja bar, menoleh dan menyambutnya dengan senyum menggoda. "Wow, Hazel! Lama tidak bertemu. Kau makin cantik… dan sexy. Mau kubuatkan sesuatu yang spesial?"

Hazel mengangguk singkat. Jack pun segera meracik minuman, tangannya lincah, seperti tak pernah kehilangan keahlian sebagai peracik minuman.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Jack, basa-basi.

Hazel menghela nafas sambil menyandarkan tubuh ke meja bar.

"Baik… atau lebih tepatnya, sedikit rumit. Kau tahu, wanita yang Jacob cintai akan menikah dengan pria menyebalkan." Nada suaranya penuh kekesalan.

Jack menatap Hazel dengan tatapan penasaran. "Jadi, kau mencoba menggagalkan pernikahan itu… agar dia bisa bersama saudaramu?"

"Tepat sekali." Hazel mengangguk dengan percaya diri, tapi ekspresinya berubah ketika mencicipi minuman yang disodorkan Jack. Ia menyipitkan mata.

"Kau sepertinya lupa menambahkan sesuatu di minuman ini."

Jack hanya tertawa kecil dan mengedikkan bahu. "Karena kau teman lama, ambil sendiri di belakangku. Kau pasti paham apa yang kurang, kan?"

Hazel tak menunggu persetujuan kedua. Ia masuk ke balik bar, membungkuk di antara rak botol dan alat-alat, mencari bahan yang ia inginkan. Tapi detik berikutnya, langkah kaki berat terdengar memasuki bar.

"Siapkan dua minuman. Temanku akan datang sebentar lagi." Suara itu asing, tapi tegas.

Hazel langsung berhenti bergerak. Ia beringsut perlahan ke sisi rak, mengintip diam-diam dari celah botol wine.

Dan disitulah dia melihat seseorang duduk dengan santai. Tak lama kemudian, seorang pria lain datang, seketika darah Hazel langsung mendidih.

"Sial, pria brengsek itu juga datang kemari," gumamnya. Dengan cepat, ia bersembunyi di bawah meja bar, menahan nafas, berusaha tidak membuat suara sekecil apa pun. Keberadaannya tak boleh diketahui Xavier. Tidak sekarang.

"Kabarnya, ayah dari tunanganmu sedang kena masalah besar," ujar teman Xavier santai.

"Apa pernikahanmu masih tetap akan dilanjutkan?"

Hazel menahan nafas, mendengarkan setiap kata pembicaraan mereka.

Xavier tersenyum kecil, suara gelas beradu di meja terdengar nyaring.

"Aku tidak tahu," jawabnya datar. "Kita lihat saja nanti. Tapi satu hal yang pasti… orang di balik semua kekacauan ini adalah Jacob."

Hazel membelalak. Tangannya mengepal erat, kukunya nyaris menancap ke telapak tangan karena nama saudaranya terseret dalam pembicaraan mereka.

"Mungkin dia juga yang membuatku hampir tersandung masalah kemarin," lanjut Xavier santai. Lalu ia menyeringai. "Tapi kau tahu, aku justru menikmatinya. Permainan ini. Bayangkan... Jacob mencintai wanita yang sekarang jadi tunanganku. Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya melihat wanita yang kau cintai… berdiri di altar, bersanding dengan orang lain?"

Tawa ringan Xavier dan temannya terdengar seperti ejekan dingin. Seperti dua iblis yang sedang menari di atas luka orang lain.

Dan Hazel mendengar semuanya. Diam-diam, di bawah meja, dengan nafas tertahan dan dada yang terbakar. Amarah mengalir liar dalam tubuhnya. Ia ingin keluar saat itu juga, melayangkan tamparan ke wajah pria itu.

Tapi ia tahu... ini belum waktunya.

__

Setelah beberapa saat diam dan menguping pembicaraan mereka, akhirnya mereka pun pergi, sementara itu, Jack melihat ke arah tempat persembunyian Hazel.

“Mereka sudah pergi. Kau bisa keluar dari persembunyianmu sekarang,” ucapnya pelan.

Hazel menghela nafas panjang, dadanya masih sesak menahan emosi. Perlahan, ia merangkak keluar dari bawah meja, lalu berdiri sambil menatap lurus ke arah pintu tempat Xavier barusan lenyap.

“Sialan...” desis Hazel, tinjunya mengepal erat di sisi tubuh. "Kenapa setiap orang yang dekat dengan Luna selalu menganggapnya pion? Seolah dia hanya alat tukar, bukan manusia."

Amarahnya tak tertahan. Hatinya terbakar saat mendengar bagaimana Xavier membicarakan Luna seolah gadis itu hanya sebuah trofi dalam persaingan. Hazel tahu pasti, jika dibiarkan, pernikahan itu akan menjadi neraka yang hanya menyisakan luka. Dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Luna lebih pantas bersama saudaraku," gumamnya, matanya masih terpaku di pintu. “Setidaknya Jacob tidak pernah melihat Luna sebagai alat permainan.”

Sementara Hazel larut dalam pikirannya, si bartender kembali membersihkan gelas sambil mencuri-curi pandang, ekspresinya masih menyimpan rasa ingin tahu.

“Terima kasih atas bantuannya,” kata Hazel akhirnya.

Pria itu menyeringai santai. “Bukan masalah. Tapi… aku penasaran,” ujarnya sambil bersandar pada konter, menyipitkan mata penuh goda. “Kau kelihatan panik sekali waktu lihat pria tadi. Hmm… jangan-jangan dia mantan kekasihmu?”

"Jangan mulai memancing masalah, Jack!" potong Hazel dengan nada kesal.

Namun bukannya berhenti, pria itu justru tertawa pelan dan meracik satu gelas koktail lagi lalu menggeser minuman itu ke arah Hazel. "Santai saja. Tenangkan dirimu dengan ini," godanya. "Sepertinya kau benar-benar tidak baik-baik saja setelah bertemu mantan kekasihmu."

Hazel memutar bola matanya, lalu mendesah keras. Pria ini benar-benar menyebalkan.

"Sebaiknya kau diam, Jack!" geram Hazel.

Jack hanya terkikik pelan, tapi perhatiannya langsung tertuju pada tangan Hazel yang terangkat. Matanya menyipit begitu melihat sesuatu yang berkilau di jari manis wanita itu.

"Wow, apa itu?" tanya Jack.

"Aku sudah bertunangan," ujar Hazel tegas, menatap Jack dengan serius dan memamerkan cincin tunangannya. "Tahun depan aku akan menikah. Dan pria tadi…" ia menggertakkan giginya, "dia bukan mantan, bukan orang yang dekat denganku, dan bukan seseorang yang ingin aku bahas lebih jauh."

Alis Jack terangkat dengan ekspresi tertarik, "Mungkin sekarang tidak, tapi siapa yang tau kalau kau akan jatuh hati pada pria tadi." goda Jack dengan seringai jahilnya.

Tapi, dengan cepat Hazel membantah, "ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI!"

SILAN

Sebelumnya, sangat di sarankan untuk membaca karyaku yang judulnya [Diam-Diam Menikmati] Karena di judul itu ada bagian yang gak di jelaskan di sini. Terima kasih :D

| 5
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 120

    Jangankan pergi, Xavier bahkan tidak bergeming. Tubuhnya seperti tertancap di tempat, dan matanya tak lepas sedikit pun dari wajah Hazel. Di balik tatapannya, ada kalimat yang tak terucapkan. Ia tahu Hazel marah. Delapan bulan bukan waktu yang sebentar untuk dibiarkan menggantung tanpa kabar, dan kini, pertemuan mereka bukan seperti kisah reuni yang manis, melainkan luka yang dijahit ulang."Pergi dari sini, Xavier," bisik Hazel lirih, nyaris tanpa tenaga, namun sarat emosi yang menahan diri dari ledakan.Xavier menarik nafas dalam-dalam. "Aku tahu kau marah… tapi aku harus menjelaskan satu hal. Aku dan Ella, kami tidak memiliki hubungan apapun."Hazel mendongak, tatapannya tajam. "Menarik. Kau juga pernah mengatakan hal yang sama padaku." Nada suaranya dingin, getir. "Dan lihat di mana kita sekarang, Xavier. Kau berdiri dihadapanku, mencoba menjelaskan sesuatu yang bahkan sudah tidak pantas dijelaskan lagi.""Aku tidak punya pilihan," suara Xavier lebih dalam sekarang, ada dentuman em

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 119

    Hazel tak merasakan luka di telapak tangannya, bahkan ketika darah mengalir dan menodai gelas yang pecah. Ia baru tersadar saat tepukan cemas mendarat di bahunya."Hazel, tanganmu berdarah!" seru Marco dengan panik.Hazel menoleh pelan, matanya kosong. "Hanya luka kecil, aku akan membersihkannya." ujarnya datar, lalu melangkah pergi menuju toilet.Di dalam ruangan berlampu pucat, Hazel menyalakan keran air. Suara gemericik menenggelamkan pikirannya yang riuh. Air dingin menyentuh luka di tangannya, membawa nyeri yang akhirnya membuatnya sadar bahwa ia benar-benar terluka, meski luka di hatinya terasa jauh lebih dalam.Ia hanya menghela nafas dalam, ia telah melakukan kebodohan sampai harus menyusul Xavier sejauh ini.Harusnya ia sudah paham, delapan bulan tanpa komunikasi adalah cara Xavier melupakannya, tapi ia yang bodoh ini tetap nekat bertemu dengan pria itu hanya untuk melihat pemandangan menyebalkan.Bahkan air matanya pun enggan menetes, walaupun hatinya terasa seperti diremas

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 118

    “Kau yakin akan pergi mengejar pria yang bahkan tidak memberi kabar selama delapan bulan? Hazel... satu bulan lagi, kalau kau hamil, kau mungkin sudah melahirkan.”Tristan menjatuhkan tubuhnya ke sofa sambil menyilangkan kaki, ekspresinya antara cemas dan tidak habis pikir, sementara Hazel terus sibuk melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper.Hazel menghentikan gerakannya sejenak, lalu menarik nafas dalam. “Tristan, tolong… berhenti ceramah. Aku sudah cukup lama menunggu. Delapan bulan aku memberi waktu, dan tidak ada satupun jejak darinya. Jadi, aku pergi bukan karena gegabah, aku pergi karena ini satu-satunya jalan.”Tristan menyandarkan punggungnya dan melipat kedua tangan di dada. “Sayang sekali... padahal aku baru mau bilang kalau bulan depan aku juga akan pergi liburan. Tapi kau malah meninggalkanku duluan. Apa tidak bisa menunda saja sampai aku pergi?”Hazel mengangkat alis. “Menurutmu aku harus menunggu lebih lama hanya untuk patah hati di tempat yang sama? Aku sudah te

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 117

    Hazel membawa Tristan ke apartemennya, apartemen yang sudah sekitar empat bulan lebih tidak ia tinggali semenjak ia pulang dari Italia. Hazel yakin, kamera tersembunyi yang Xavier pasang di sana masih berfungsi, dan Hazel perlu memastikan sesuatu apakah kamera itu bisa membantunya bertemu dengan Xavier atau tidak?Ia tau, cara ini cukup bermasalah untuk Tristan kalau sampai Xavier marah, tapi tidak ada cara lain. Hazel sudah mencoba cukup banyak cara untuk bisa menghubungi Xavier, bahkan ia telah meminta George Davis untuk menghubungi Xavier melalui ponselnya, tapi begitu Xavier mendengar suara Hazel, pria itu langsung memutuskan sepihak.Tristan mengerutkan dahi saat mereka melangkah masuk. “Hazel, ini apartemen siapa? Kenapa aku merasa seperti masuk ke sarang orang lain?”Hazel menutup pintu dan menyalakan lampu ruangan. “Ini apartemenku. Tempat yang aku tinggali sebelumnya, itu apartemen milik Jacob. Aku hanya ingin mengecek sesuatu di sini.”Tristan berjalan ke rak buku, jari-jarin

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 116

    Setelah penantian yang terasa begitu panjang, akhirnya Hazel menginjakkan kaki di pesta ulang tahun perusahaan Xavier, sebuah acara yang dikemas begitu megah di dalam ballroom berlapis kristal dan cahaya mewah yang membias di dinding-dinding marmer putih.Begitu Hazel dan Tristan masuk, mereka langsung disambut oleh sesuatu yang tidak biasa, bukan pelayan manusia, tapi humanoid elegan berbalut jas hitam yang membungkuk sopan saat mereka melewati pintu utama.“Wow…” Tristan berbisik kagum. “Bisakah kau bayangkan berapa harga robot yang hanya ditugaskan jadi pelayan pesta seperti ini?”Hazel menyikutnya pelan, meski mulutnya nyaris tersenyum. “Jangan bikin ulah,” tegurnya setengah geli.Ballroom itu ramai, namun tetap anggun. Gaun-gaun mewah dan jas hitam berkilau mendominasi, sementara orkestra memainkan alunan klasik yang mengisi ruangan. Hazel mengedarkan pandangannya, matanya sibuk mencari satu sosok Xavier.Namun sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda kehadiran pria itu. Hanya

  • Tawanan Mafia Mesum    Bab 115

    Salju perlahan mulai mencair, menyisakan genangan tipis di sela-sela trotoar dan suara gemeretak lembut di bawah setiap langkah kaki. Angin musim dingin masih menyelinap di antara gedung-gedung tinggi, namun sinar mentari musim semi sudah mulai terasa hangat di kulit.Di antara keramaian kota yang mulai kembali sibuk, langkah Xavier terdengar mantap menapaki trotoar yang licin. Jas hitamnya berkibar ringan ditiup angin, dan satu tangan menggenggam ponsel di telinganya.“Bagaimana laporan terakhir dari mata-mata kita di perbatasan?” tanyanya tenang namun penuh tekanan.Suara pria di seberang terdengar ragu, namun tetap profesional. “Masih dalam pemantauan, Sir. Untuk saat ini, belum ada pergerakan signifikan dari dalam markas. Tempat itu sangat tertutup... dan dua anak buah kita telah tertangkap saat mencoba menyusup ke dalam.”Langkah Xavier melambat. Ia berdiri di pinggir jalan, matanya menyapu pandangan ke seberang sebelum melanjutkan, “Teruskan pengawasan. Jangan gegabah, tapi janga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status