Share

Telanjur Cinta
Telanjur Cinta
Author: Yenika Koesrini

1. Menikah Lagi

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Ghania binti Almarhum Abdul Qodir. Dengan mas kawin seperangkat alat salat dan sebuah sepeda mini dibayar tunai." Dengan suara yang lugas, Kak Sabiru berucap dengan lantang.

"Bagaimana para saksi?" Pak penghulu menatap saksi nikah yang terdiri dari dokter Tama dan Om Johan dan juga ke pada para hadirin.

"Sah."

"Sah!"

"Alhamdulillah."

Kak Sabiru melepas jabatan tangannya pada wali hakimku. Terdengar mulutnya mengucap syukur. Termasuk diriku. Tersenyum manis Kak Sabiru menyodorkan tangan kanannya padaku.

Tangan itu kuraih. Lalu dengan penuh ketakziman sembari menundukkan kepala, kucium punggung tangan lelaki yang sudah benar-benar sah menjadi pendamping hidup ini.

Kak Sabiru tidak menggenggam erat tanganku, tetapi dengan sangat lembut. Sungguh terkesan dia tidak ingin menyakiti. Lalu kurasakan tangan Kak Sabiru memegang ubun-ubunku. Aku memejamkan seraya mengaminkan setiap doa baik yang ia haturkan untuk kehidupan pernikahan kami di kemudian hari.

"Kamu cantik banget hari ini, Bila," bisik Kak Sabiru lembut di telinga. Usai dia mencium kening singkat barusan.

Aku tersipu mendengarnya. Hampir sembilan bulan hidup bersama dengannya, baru kali ini Kak Sabiru memujiku.

"Kakak juga ganteng." Aku pun balas memuji lirih. Walau agak panas juga pipi ini saat mengucap kata itu dan sedikit gengsi. Tetapi, sudahlah! Toh memuji pasangan sendiri itu halal.

Kak Sabiru sendiri mengulum senyum mendengar pujianku. Namun, tatapannya begitu lekat. Dirinya seolah baru pertama kali melihatku.

"Jangan pandangi aku seperti ini, Kak! Malu." Aku melarang sembari menunduk.

Namun, Kak Sabiru justru menaikkan daguku agar balas menatapnya. "Hari ini kamu terlihat lima kali lebih cantik dari biasanya. Kebaya ini membuat auramu ke luar," pujinya lagi.

Busana pernikahan kami kali ini masih ditangani oleh Kiara. Hanya saja kali ini gadis itu sengaja membuat baju kami terlihat lebih mewah. Dan itu atas permintaan langsung dari Kak Sabiru sendiri. Padahal aku menginginkan yang biasa saja.

"Untuk wanita terkasih aku ingin memberikan yang terbaik. Aku ingin hari ini dikenang untuk selamanya olehmu," ucap Kak Sabiru kala itu ketika aku menegurnya saat kami fitting baju di butik Kiara.

"Tapi, Kak ... aku gak suka yang berlebihan. Aku mau biasa saja," kilahku saat itu. Kupandangi kebaya putih berkerah Shanghai bertabur kristal swarovski yang melekat cantik pada tubuh manekin itu.

"Aku gak lantas jatuh miskin hanya karena membuatkan kebaya ini untukmu, Bila," tukas Kak Sabiru tenang. "Lagian ini juga Kiara yang ngedesaign. Dia gak akan meminta bayaran mahal," lanjut Kak Sabiru menenangkan waktu itu begitu kalem.

"Udah pengantinnya jangan pandang-pandang begitu!"  Tiba-tiba terdengar suara pak penghulu menegur. Membuat aku dan Kak Sabiru refleks tersipu malu. "Nanti lihat-lihatannya diteruskan di kamar saja. Sekarang mempelai pria baca sighat taliq talak dulu," lanjut Pak penghulu.

Kak Sabiru menganguk patuh. Pria itu mulai menerima microfon, lalu mulai membaca perjanjian tentang jatuhnya talak karena kondisi tertentu. Aku sendiri dan para hadirin diam menyimak janji itu.

Usai pembacaan itu adalah acara sesi foto. Kak Sabiru sengaja menyewa juru kamera profesional. Berbeda dengan pernikahan pertama kami uang serba sederhana dan seadanya. Kali ini cukup meriah walau tidak berlebihan. Sangat sesuai dengan karakter Kak Sabiru yang tenang.

Kami berpose sesuai arahan sang juru kamera. Entah mengapa masih saja ada malu saat fotografer itu menyuruhku untuk bergaya mesra dengan Kak Sabiru. Apalagi ketika Elma yang iseng meledek aku semakin gugup.

Berbeda dengan Kak Sabiru. Pria itu tetap tampak tenang. Dirinya pun santai saja jika disuruh foto begini begitu.

Acara sakral ijab qobul di masjid terdekat telah terlewati. Kemudian acara selanjutnya adalah walimatul ursy di rumah.

"Ya ampun so sweet banget sih," gemas Elma pada kami saat Kak Sabiru bersiap memboncengkan aku dengan sepeda mini mas kawin tadi. "Zayn ... nanti kira-kira kamu mau kasih aku mahar apa kalo kita nikah?" tanya Elma manja pada kekasihnya.

"Yang pasti bukan jet pribadi karena aku gak sanggup belinya," sahut Zayn datar.

"Ihhh ... kamu pikir aku ini cewek matre?!" Mulut Elma mengurucut manja.

Melihat itu aku, Kak Sabiru, dokter Tama terkekeh geli. Hanya Kiara saja yang mengulum senyum.

Selanjutnya selepas melambai tangan aku dan Kak Sabiru pulang ke rumah dengan menaiki sepeda mini ini. Sangat menyenangkan. Walau agak ribet karena kami masih memakai pakaian pengantin.

Lima belas menit menggayuh sepeda dengan santai, akhirnya aku dan Kak Sabiru bisa bernapas lega. Kami telah sampai di rumah dan mulai siap menikmati makanan prasmanan.

Tadinya begitu usai acara aku ingin menemui Keanu. Ingin menggendong dan yang pasti ingin memberinya ASI. Bayi tiga bulan itu terakhir menyusu tiga jam lalu. Aku takut kalau dia kelaparan. Tetapi Ibu tidak mengizinkan aku menemuinya. Sehingga aku terpaksa hanya melihatnya dari kejauhan.

Keanu tampak anteng digendong oleh Nasya. Adik tiri yang baru datang bersama ibunya dari Medan tiga hari yang lalu. Aku memang menyuruh mereka untuk datang di hari istimewa ini. Karena bagaimanapun juga keduanya juga masih keluarga. Dan beruntung baik Ibu maupun Kak Sabiru tidak keberatan.

Hari ini aku sungguh-sungguh merasa amat bahagia. Pernikahan kali ini semua orang yang kusayang ada. Dan yang pasti pernikahan kali Kak Sabiru tidak sebatang kara lagi. Ada Om Hendri yang mendampingi sebagai ayah kandung. Ada pula Tante Lisa yang berperan sebagai ibu. Walau wanita itu tidak sepenuhnya menyukai Kak Sabiru, tetapi dia menunjukkan itikad baiknya.

Lalu yang membuat hati semakin bahagia adalah jika dulu Elma terlihat bersedih di hari pernikahan pertamaku dengan Kak Sabiru dengan alasan yang tidak dimengerti. Kali ini gadis itu tampak begitu semringah. Matanya lentiknya berbinar cerah. Senyum seakan tidak pernah lepas dari bibir gadis itu. Dirinya juga begitu lengket dengan menempel terus pada Zayn.

Sementara Zayn sendiri terlihat datar saja. Ekspresinya tidak bisa kutebak. Seharusnya dia bahagia melihat aku menikahi kakaknya. Jika menang benar Zayn telah ikhlas melepasku.

Adalagi Kiara. Gadis semampai yang pelit bicara itu juga menunjukkan ekspresi sama dengan Zayn. Berbanding terbalik dengan tunangannya dokter Tama. Lelaki itu persis adik kandungnya. Terlihat begitu antusias menikmati acara pernikahanku ini.

"Makan, ya?" suruh Kak Sabiru. Pria itu datang dengan membawa piring berisi nasi lengkap dengan lauk.

"Nanti aja." Aku menggeleng.

Entah mengapa seleraku makan hilang. Padahal jika dalam kondisi biasa dengan banyak makanan nikmat seperti ini pasti aku akan kalap. Karena keadaan seorang ibu menyusui pasti akan lebih mudah lapar. Namun sepertinya hal itu tidak berlaku pada hari bahagia seperti ini.

"Kakak suapin, ya. Aak ...." Kak Sabiru mengangsurkan sendok itu ke mulutku.

Sekali lagi aku menggeleng. "Aku bisa makan sendiri," tolak menutup mulut.

"Bila ... kamu harus makan! Nanti ASI-mu gak lancar, lho. Kalo kamu telat makan begitu." Kak Sabiru terus mencoba membujuk.

"Kok Bila, sih?" tegurku dengan sedikit mendelik.

"Emang?"

"Ibu, mama, atau bunda kek," sahutku enteng, "kan sekarang aku dah jadi ibu. Ibunya Keanu. Putra kita," lanjutku sambil menahan senyum.

"Oh iya ... Bunda." Kak Sabiru kembali mengulum senyum. "Ya udah, nih Bunda ak dulu biar kuat," lanjut Kak Sabiru meneruskan untuk menyuapi aku.

Karena terus memaksa, akhirnya kuterima angsuran sendok itu. Mengunyah perlahan nasi berserta lauknya. Kak Sabiru terlihat senang melihatnya. Pria itu kian semangat untuk menyuapiku.

"Kakak juga makan dong, jangan cuma aku aja!" perintahku perhatian.

"Kok kakak? Ayah dong! Pasangan bunda kan ayah bukan kakak."

"Oh iya," sahutku kembali tersipu. "Ya udah Ayah ikut makan juga." Aku menyuruh.

"Suapin." Tak disangka kata itu meluncur dari mulut pria kalem yang kini begitu menawan hati. "Sembilan bulan menikah ayah kan belum pernah dimanjain sama bunda. Yang ada digalakin mulu kemarin-kemarin," lanjutnya sembari menyodorkan sendok kosong padaku.

"Ihhh ... apaan sih?!" tukasku gemas campur malu, saat Kak Sabiru mengungkit sikapku padanya di waktu lalu. Karena geregetan kucubit pelan pinggangnya.

"Auwww!" Kak Sabiru mengaduh kecil.

"Makanya jangan suka ngeledek!" ujarku pura-pura merajuk.

"Ohhh ... so sweet banget sih kalian berdua. Jadi pengen cepat nikah deh."

Tiba-tiba Elma datang menghampiri kami. Aku yang masih ingin mencubit pinggang Kak Sabiru menghentikan kelakuan itu. 

"Ahhh ... gak boleh baper! Gak boleh baper!" Elma memperingati diri sendiri.

"Makanya buru nikah dong! Udah tua gitu," timpal Kak Sabiru setengah meledek.

"Udah pengen banget, Bir," sambar Elma jujur, "tapi Zayn bilang dia masih terlalu muda untuk menikah. Masih ingin mengejar karier dulu. Apalagi Bang Tama juga belum menentukan hari bahagia dia," lanjut Elma dengan bibir manyun.

"Sabar ya, El." Aku menepuk pelan pundak gadis yang usianya dua tahun lebih tua dariku itu. "Mungkin Allah belum mengizinkan kamu untuk cepat-cepat mereguk manisnya rumah tangga dan ...." Aku menggantung ucapan.

"Dan apa?" tanya Elma dan Kak Sabiru bersamaan.

"Dan indahnya surga dunia," jawabku lirih karena malu. Untuk menahan malu aku menggigit bibir bawah pelan.

"Cie ... yang udah gak sabar pengen ngerasain surga dunia!" ledek Elma seraya menyenggol-nyenggol lenganku.

"Ihhh ... apaan sih, El?!" tegurku malu sembari menepis tangan Elma. Sementara Kak Sabiru hanya tersenyum simpul diledek seperti itu oleh Elma.

"Kak Bila ...."

Kak Sabiru dan Elma ikut menoleh mendengar namaku disebut. Nasya datang membawa Keanu mendekat. Tampak pipi bayi tampanku penuh air mata. Lekas kuambil alih menggendong Keanu dari gadis berumur delapan belas tahun itu.

"Sepertinya Keanu lapar, Kak Bila. Tapi gak mau mimi susu botol," terang Nasya seraya menyodorkan botol berisi cairan susu ASI perahanku.

"Cup ... cup ... cup, Sayang."

Aku memeluk dan menepuk-nepuk pantat Keanu lembut. Berusaha menenangkan bayi yang kini sudah mulai bisa tengkurap itu. Namun, Keanu bukannya diam justru tangisnya kian kencang. Membuat hati tidak terasa nyaman mendengarnya. Bayi itu terus saja menolak susu botol yang kuberikan padanya.

"Udah, La, susu gih! Kasihan dengernya!" suruh Elma sembari mengelus-elus kepala botak Keanu.

Dulu Keanu sewaktu lahir rambutnya tebal sekali. Tetapi pas dicukur gundul beberapa waktu lalu tumbuhnya jadi tidak beraturan. Botak di beberapa tempat.

"Sini ikut ayah." Kak Sabiru mengambil alih untuk menggendong Keanu.

Kami lantas menuju ke kamar pribadi. Begitu pintu ditutup lekas kubuka kancing kebaya ini untuk menyusui Keanu. Ahhh ... ribet juga rasanya pakai kebaya. Namun, rasa tidak nyaman itu berangsur sirna begitu melihat Keanu rakus menyedot air susuku.

Kak Sabiru duduk di samping sembari merangkul lembut pundakku. Sesekali dia menggoda bayi kami, dengan melepas mulut sang bayi dari putingku. Membuat Keanu merengek. Lantas jika rengekan sudah berubah menjadi tangisan, Kak Sabiru mengizinkan Keanu menyedot air susuku lagi.

"Iseng banget jadi orang," tegurku sedikit gemas melihat keusilan Kak Sabiru pada Keanu.

"Habis iri sama Keanu," balas Kak Sabiru santai.

"Iri?" Aku mengerutkan dahi. Tidak paham apa maksudnya.

"Hu-um." Kak Sabiru mengangguk mantap. "Keanu bebas menikmati air susumu. Aku sebagai ayahnya bahkan belum pernah memegangnya," lanjut Kak Sabiru masih tetap tenang.

Aku melongo sembari membulatkan mata. "Kok mesum sih?!" tegurku seraya menghadiahi perutnya dengan cubitan gemas.

"Aduuuh!" Kak Sabiru mengaduh. Pria itu menangkis serangan cubitanku. "Ampun, Sayang. Sakit nih."

"Habisnya mesum gitu. Gak suka ah!" rajukku sebal sambil membuang muka.

"Ya maaf," ucap Kak Sabiru cepat. "Cuma bercanda kok," lanjutnya sembari meraih wajahku untuk dibingkainya. "Maaf, ya. Pliss ... jangan marah lagi, Bunda sayang." Lagi Kak Sabiru mengucap kata maaf. Tatapan kami saling beradu.

Ceklek

Suara pintu yang terbuka membuat aku dan Kak Sabiru menoleh spontan. Rupanya Ibu yang menguak pintu itu. Dirinya terpaku sesaat melihat kami tengah bertatap-tatapan.

"Ya Allah ... yang di luar nyariin sampai kelimpungan. Ini malah berdua-duaan di sini. Sabar dong! Habis ini juga acaranya selesai," ujar Ibu masih di depan pintu.

"Keanu nangis. Dia gak mau susu dalam botol." Aku berkilah. "Emang Nasya gak bilang aku lagi nyusuin Keanu?"

"Ahhh ... ibu lupa gak nanya dia," balas Ibu cepat.

"Memang ada apa, Bu?" Kak Sabiru menimpali.

"Itu teman-teman kamu mau pamit pulang," jawab Ibu.

"Tapi, Keanu baru aja merem. Nanti nangis lagi kalo langsung aku taruh di boks." Aku beralasan.

"Ya udah biar Sabir saja yang menemui mereka. Kamu susuin Keanu sampai benar-benar pulas."

Usai menyuruh seperti itu Ibu pun beranjak pergi. Meninggalkan aku dan Kak Sabiru juga Keanu bertiga di kamar ini.

"Ya udah aku temuin teman-teman dulu, ya," pamit Kak Sabiru bangkit berdiri. Kuiyakan dengan anggukan. "Sampai jumpa di malam pertama kita."

Bisikan nakal dari Kak Sabiru membuat pipiku seketika memanas. Sementara pria itu hanya mengulum senyum untuk kemudian berlalu setelah menutup pintu.

Next 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dedeh Nurjanah
cerita pertamanya apa yah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status