Home / Young Adult / Teman Tapi Panas / 5. Semua Karena Alkohol

Share

5. Semua Karena Alkohol

last update Last Updated: 2025-07-09 21:52:13

"Nggak apa-apa. Aku gak kemana-mana." Andi masih memeluk Ana yang menangis.

Andi melirik meja mereka yang berada di seberang ruangan, beberapa dalam kondisi teler sedangkan sisanya tidak terlihat kemungkinan sedang menari atau sudah berakhir di kamar masing-masing, Tiadak ada yang bisa diharapkan untuk menenangkan Ana. Andi melepas jaketnya lalu memakaikannya ke Ana dan membawa gadis itu keluar dari area bar.

Lift mereka tiba di rooftop, Ana sudah lebih tenang sehingga kini Andi hanya perlu merangkul Ana yang sedikit limbung.

"Maaf merepotkan," ujar Ana saat keduanya tiba di rooftop.

Keduanya duduk bersandar pada tembok, menikmati semilir angin malam yang menggelitik.

Tidak ada percakapan, hanya Ana yang duduk memeluk lutut dan Andi yang menghisap rokok elektrik, wangi vanila dari asap rokok elektrik bercamour dengan udara malam dan parfum Andi yang tertingal di jaket menyelimuti Ana.

"Keberatan kalau aku ngerokok?" Andi mengeluarkan sebungkus rokok.

Ana menggeleng.

"Nikotin sialan," umpat Andi begitu menghisap rokok batangnya. Seminggu ini ia memang mencoba rokok elektrik tapi tentu sensasainya tetap berbeda dengan rokok batang.

"Masih ada rokoknya?" Ana bertanya dan Andi mengulurkan bungkus rokok.

Ana mengambil sebatang, menyelipkannya di bibir, lalu hendak menyalakan api dari korek. Tiga kali percobaan tapi korek tidak mau menyala.

"Minta api, dong." Ana berbalik menghadap Andi dan hendak melepaskan rokok di bibrinya tapi Andi justru mendekatkan kepalanya.

Andi mengikuti instingnya, ia menundukkan kepala memposisikan rokok di mulutnya pada ujung rokok di bibir Ana. Begitu dekat hingga Andi bisa mencium wangi bunga bercampur alkohol yang menguar dari rambut dan napas Ana. Andi penasaran jika ia menghidu bagian lain dari tubuh Ana akankah wanginya juga seperti bunga?

Ana berhasil menyalakan rokoknya, ia memalingkan kepala menghadap ke depan lalu menghisap rokoknya.

"Thanks, untuk api dan di bar tadi," ujar Ana masih sambil merokok. Sementara Andi masih menatap Ana dari samping.

"Aku punya vape juga tapi kadang masih butuh rokok batangan. Rasa coklat." Ana mengangkat rokok elektrik yang tergantung di lehernya.

"Ini enak karena berasa tapi otak kita nggak bisa ditipu dengan nikotin palsu." Ana beralih menghisap rokok elektriknya.

Menyadari Andi yang masih menatap ke arahnya, Ana pun menengok ke Andi.

"Mau coba?" Ana menawarkan rokok elektrik yang baru saja ia hisap.

"Kalau aku coba dengan cara yang beda boleh?" Andi bertanya sambil menatap bibir Ana yang sedikit terbuka.

"Gimana?"

Andi mendekatkan kepalanya dan tangannya menahan kepala Ana lalu mencium bibir gadis itu, hanya sedetik lalu Andi menarik kepalanya untuk mundur. Tatapannya beralih ke mata Ana, ada keterkejutan di sana tapi tidak terlihat penolakan, Andi memajukan kepalanya lagi untuk mencium Ana.

Andi menempelkan bibirnya di bibir Ana, menggigit bibir bawah Ana lalu menghisapnya, merasa tidak ada penolakan Andi pun menjadi lebih berani, kini lidahnya mencoba masuk ke bibir Ana. Rasa coklat langsung memenuhi mulut Andi, bercampur dengan aroma tembakau juga wangi alkohol, perpaduan yang pas untuk membuat Andi semakin ketagihan.

Ia mencoba menjelajah di mulut Ana, lidahnya mencari lidah gadis itu untuk saling membelit lalu ia menghisap bibir Ana memuaskan dahaga yang beberapa hari ini memenuhi pikirannya karena keberadaaan gadis itu di rumahnya.

Menit berlalu dan Andi masih mencium Ana yang terpaku, Ana tidak ikut mencium tapi ia membiarkan Andi mengabsen seluruh isi mulutnya sambil memejamkan mata.

Andi menjauh memberi kesempatan Ana untuk bernapas karena ia sendiri pun kehabisan napas, ini bukan kali pertamanya berciuman tapi gadis ini mampu membuatnya kehilangan napas seperti amatir. Ana masih bergeming, matanya menatap Andi tapi tidak ada penolakan di sana.

“Maaf.”

"Maaf untuk?" tanya Ana akhirnya. Rokok di tangan Ana habis terbakar menandakan waktu sudah lama berlalu.

Andi bangkit hendak masuk namun dia menahan.

"Permintaan maaf tadi buat apa?" Tanya Ana menuntut jawaban.

"Maaf karena mencium-"

Ana memotong jawaban Andi dengan emosi di nada suaranya, "Jadi ciuman tadi sebuah kesalahan?"

Andi terperangah, ia berani bersumpah yang barusan tadi adalah salah satu ciuman paling mengesankan yang pernah ia lakukan, ia tidak habis pikir alasan Ana justru berpikir sebaliknya.

"Aku minta maaf karena cium kamu sembarangan, aku tetap cium kamu meski kamu nggak merespon. Kamu bikin harga diriku terluka karena aku nggak bisa ciuman?"

Andi balik melemparkan balasan, jujur saja harga dirinya terluka karena Ana tidak merespon ciuman Andi.

“Buktiin.”

"Buktiin apa?" Andi kini meragukan pendengarannya.

"Buktiin kalau ciuman tadi bukan kesalahan atau emang kamu yang nggak bisa ciuman." Ana berujar dengan suara bergetar.

Kali ini ciuman Andi lebih menuntut hingga Ana kehilangan keseimbangan, tangan Andi segera mendekap tubuh Ana, keduanya berpelukan dengan Andi yang mencium Ana penuh tuntutan sementara Ana berusaha mengimbangi Andi.

Ana bergidik ketika ujung jemari Andi yang dingin membelai kulit perutnya, jaket milik Andi yang tadi dipinjamkan pun sudah tergeletak di lantai tapi Ana tidak merasa kedinginan karena hangatnya tubuh Andi yang memeluknya.

“Mau coba yang lain?.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teman Tapi Panas   5. Semua Karena Alkohol

    "Nggak apa-apa. Aku gak kemana-mana." Andi masih memeluk Ana yang menangis.Andi melirik meja mereka yang berada di seberang ruangan, beberapa dalam kondisi teler sedangkan sisanya tidak terlihat kemungkinan sedang menari atau sudah berakhir di kamar masing-masing, Tiadak ada yang bisa diharapkan untuk menenangkan Ana. Andi melepas jaketnya lalu memakaikannya ke Ana dan membawa gadis itu keluar dari area bar.Lift mereka tiba di rooftop, Ana sudah lebih tenang sehingga kini Andi hanya perlu merangkul Ana yang sedikit limbung."Maaf merepotkan," ujar Ana saat keduanya tiba di rooftop.Keduanya duduk bersandar pada tembok, menikmati semilir angin malam yang menggelitik.Tidak ada percakapan, hanya Ana yang duduk memeluk lutut dan Andi yang menghisap rokok elektrik, wangi vanila dari asap rokok elektrik bercamour dengan udara malam dan parfum Andi yang tertingal di jaket menyelimuti Ana."Keberatan kalau aku ngerokok?" Andi mengeluarkan sebungkus rokok.Ana menggeleng."Nikotin sialan,"

  • Teman Tapi Panas   4. Pesta Bujangan

    Hentakan musik terdengar bersahutan dengan tawa dan teriakan penyemangat, di atas meja Destra menari bersama seorang gadis, tangannya merangkul pinggang gadis tersebut sementara si gadis mengalungkan tangannya di leher Destra dan mengoyangkan badan mengikuti irama musik."Si anjing, dia nggak lupa dua minggu lagi mau nikah kan?" Umpat Andi melihat tingkah Destra yang justru memeluk gadis dengan pakaian terbuka itu lebih erat.Andi menoleh pada meja sebelah tampak Ifa—calon istri Destra—justru baru menyelesaikan one shoot drink dengan laki-laki yang bertelanjang dada."Pantesan jodoh." Andi lalu melipir menuju meja bar area VIP yang tampak lebih sepi, ia memesan segelas bir dan menikmati bir itu dalam ketenangan. Beberapa gadis tampak bertukar pandangan dan memberikan senyuman nakal yang jelas Andi pahami arah tujuannya.Malam Minggu jelas puncak keramaian diskotik, lantai dansa penuh dengan manusia yang berjoget seperti cacing kepanasan, beberapa bahkan sambil bertukar ciuman atau mul

  • Teman Tapi Panas   3. Momen Pertama

    Andi menahan napas saat gadis itu mendekat, bau parfum manis Ana menggelitik hidung menggoda Andi untuk mengendus si pemilik tubuh, padahal ia yakin tidak mencium parfum itu saat mereka makan malam tadi.Hormon sialan, maki Andi dalam hati."Makasih, Trifandi." Ana beranjak dari kasurnya. Andi berusaha menoleh ke lemari pakaian yang terletak di sisi kanannya, ia harus mengalihkan pandangan dari baju tidur longgar yang membuat pikirannya membayangkan hal-hal yang ditutupi di baliknya. Lebih mudah jika ia langsung keluar kamar seperti pesan ibunya, sayangnya Andi tidak berniat menuruti saran itu sekarang, ia justru semakin ingin berlama-lama dengan Ana.Ana meminum wedang jahenya seteguk kemudian mendesah lega, cairan hangat itu membuat perutnya lebih nyaman. Ia sama sekali tidak menyadari jika suaranya barusan justru makin membuat Andi panas dingin, Ana mengikuti arah pandang Andi dan menemukan rak kaca berisi action figur dari anime Naruto yang terletak di samping lemari baju."Gila!

  • Teman Tapi Panas   2. Semua Berawal

    "Trifandi Dewangga! Kalau kamu nggak pulang, Ibu bakal nyuruh ayahmu buat bikin perusahaan cuci-cuci kamu itu bangkrut." Suara itu melengking dari speaker ponsel yang diangkat sembarangan oleh Raka—teman sekamarnya—dan kini menggema di seluruh apartemen kecil mereka di Jakarta."Nyokap lu megang saham BUMN, apa gimana sih? Kok kayak nuklir hidup gitu," gumam Raka sambil menyerahkan ponsel ke Andi yang masih tengkurap di balik selimut.Andi hanya mendengus, separuh wajahnya masih terkubur bantal. “Lu ngangkat duluan siapa suruh.”“Gue kira itu pacar lu yang mana lagi.”“Pacar lu juga bukan yang mana-mana. Lu tuh…”“TRIFANDI!!!”Mereka berdua refleks menoleh ke ponsel yang masih menyala.Dan begitulah, sang “Kanjeng Ratu Dewangga” kembali mengancam mengirim utusan kerajaan dari Semarang hanya untuk menyeret anak bungsunya pulang demi sebuah… pesta pernikahan. Bukan milik Andi, tentu saja. Tapi milik Destra, sepupu sekaligus sahabat brengseknya dan selalu dianggap "anak kebanggaan keluar

  • Teman Tapi Panas   1. Malam Yang Panas.

    Semua berawal dari pesta bujang semalam. Destra, sahabat karib Andi akan menikah.Awalnya, Andi tidak ingin hadir karena pasti Destra juga akan mengundang Rihana, teman mereka, yang juga mantan FWB Andi. Jelas, Andi tidak mau bertemu dengan wanita itu karena masih memendam kesal sebab perasaannya tak dibalas, dan justru ia hanya dianggap sebagai objek oleh Rihana.Namun, karena paksaan Destra dan ibundanya yang menyuruh pulang, akhirnya Andi kembali ke Jakarta dan akan menghadiri acara pernikahan itu. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan Ana, sepupu jauh dari istri Destra.Awalnya hanya gairah kecil-kecilan saat Ana menginap beberapa hari di rumah Andi. Dan sekarang, entah bagaimana, Andi berakhir di hotel kamar dengan Ana."Na, kalau kamu mau berhenti sekarang waktunya. Aku gak jamin bisa menahan diri.” Andi memberikan peringatan terakhir sebelum kesadarannya ikut meluap dan satu-satunya yang menguasai adalah gairah membara dan tuntutan untuk dilampiaskan.Seumur hidupnya, Trifandi D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status