Home / Young Adult / Teman Tapi Panas / 4. Pesta Bujangan

Share

4. Pesta Bujangan

last update Last Updated: 2025-07-09 21:50:36

Hentakan musik terdengar bersahutan dengan tawa dan teriakan penyemangat, di atas meja Destra menari bersama seorang gadis, tangannya merangkul pinggang gadis tersebut sementara si gadis mengalungkan tangannya di leher Destra dan mengoyangkan badan mengikuti irama musik.

"Si anjing, dia nggak lupa dua minggu lagi mau nikah kan?" Umpat Andi melihat tingkah Destra yang justru memeluk gadis dengan pakaian terbuka itu lebih erat.

Andi menoleh pada meja sebelah tampak Ifa—calon istri Destra—justru baru menyelesaikan one shoot drink dengan laki-laki yang bertelanjang dada.

"Pantesan jodoh." Andi lalu melipir menuju meja bar area VIP yang tampak lebih sepi, ia memesan segelas bir dan menikmati bir itu dalam ketenangan. Beberapa gadis tampak bertukar pandangan dan memberikan senyuman nakal yang jelas Andi pahami arah tujuannya.

Malam Minggu jelas puncak keramaian diskotik, lantai dansa penuh dengan manusia yang berjoget seperti cacing kepanasan, beberapa bahkan sambil bertukar ciuman atau mulai saling menjamah area sensitif, sayangnya pemandangan itu tidak menggairahkan bagi Andi.

Ingatan Andi melayang pada kejadian tempo hari yang membuatnya harus berakhir selama setengah jam di kamar mandi pada pukul dua pagi.

Selesai mengantarkan wedang jahe untuk Ana, sebenarnya Andi bisa langsung pergi tapi ia justru tertarik pada barang-barang anime dan cosplay milik kakaknya. Yang berakhir dengan omelan sang ibunda.

Namun urung ia pahami, makanya saat Ana mengajak Andi menonton di laptop sesudah diomeli habis-habisan. Ia tidak memedulikannya. Ini adalah pertama dalam hidupnya bermain nakal di rumahnya sendiri.

"Lo suka Harry Potter?" Ana memulai pembicaraan di sela menunggu film terputar karena koneksi jaringan yang tertunda.

"Ini kan film paling keren saat itu, kayak lo bukan manusia kalau nggak tahu Harry Potter," sahut Andi dan Ana tertawa tapi gelanyar aneh menyerang tubuh Andi.

Ana yang mengenakan baju tidur longgar bergambar doraemon sambil tengkurap di atas kasur, sementara Andi justru membayangkan dengan satu gerakan ringan saja ia bisa menyikap baju tidur Ana, membalikkan posisi gadis itu menjadi terlentang dan Andi mengambil posisi di atas.

"Ndi?" Panggilan Andi menghentikan lamunan Andi yang hampir menuju bagian paling indah.

"Hah?" Andi tergagap, refleks ia mengambil bantal kecil dan menutupi area pahanya agar Ana tidak menyadari ada yang berubah di sana.

"Ada rekomendasi film lain nggak?" Ana mengulang pertanyaan untuk kesekian kali.

"Kita nonton pake itu aja, kan wifinya bisa koneksi ke Netlix." Andi menunjuk televisi layar lebar yang ada di di dinding.

Ana setuju lalu keduanya beralih turun ke lantai demi bisa lebih dekat dengan televisi yang memang dipasang agak rendah.

Andi meraih remote lalu mulai mencari beberapa film sementara Ana pergi ke dapur untuk mengambil beberapa camilan. Andi iseng memilih satu film dengan rating dewasa, Andi membiarkan film terputar hingga bagian kredit sambil menunggu Ana kembali dari dapur. Sudah jam 11 malam, ibunya pasti sudah tidur dan Andi tidak khawatir diusir dari kamar Ana hingga film berakhir.

"Jadinya nonton apa?" Ana kembali dengan beberapa toples cemilan. Ibu Andi sudah menunjukkan ruang penyimpanan dan seluruh isi dapur agar Ana nyaman berada di rumah ini.

"365 Days. Random aja ini," ujar Andi berbohong padahal jelas-jelas ia sengaja memilih film tersebut.

Film terputar dan satu persatu adegan tokoh mulai menunjukkan adegan dewasa.

"Widih, keren juga." komentar Ana.

Andi menoleh ke gadis itu, Ana masih fokus menonton film sambil memakan keripik pisang. Kondisinya terlihat sangat santai berbeda dengan Andi yang mulai terpengaruh beberapa adegan dan mulai membayangkan ia dan Ana berada dalam adegan itu.

Tidak ada percakapan yang terjadi selama film berlangsung, Andi menoleh ke samping dan melihat Ana yang tertidur dengan lelap lalu mulai menertawakan dirinya sendiri. Rencana Andi untuk mengajak Ana nonton film dewasa bersama berakhir dengan ia yang menahan gairah sementara Ana tertidur lelap.

Andi terus mengamati Ana yang terlelap dengan posisi bersandar di kepala ranjang, baju tidur doraemonnya sedikit tersikap hingga Andi bisa melihat kulit mulus yang ada di bagian pinggang Ana. Darah Andi berdesir hingga tangannya tanpa sadar hendak membelai pinggang tersebut, hanya beberapa inci lagi tapi terdengar lenguhan Ana yang terbangun.

Andi buru-buru mundur dan kembali fokus ke film sementara Ana mengumpulkan kesadarannya.

"Gue ketiduran ya?"

"Iya. capek kali lo namanya abis perjalanan jauh." Andi memberikan jawaban dengan suara yang dibuat setenang mungkin padahal isi kepalanya sudah membayangkan Ana dalam berbagai posisi yang menggoda.

"Gue balik ke kamar deh. Lo istirahat aja ini gue sekalian yang bawa ke dapur." Andi mengangkat toples cemilan dan langsung keluar dari kamar Ana.

Di depan pintu ia menetralkan degup jantungnya yang semakin menggila karena bayangan Ana tidak kunjung hilang hingga Andi harus menyelesaikan urusannya di kamar mandi.

Kembali pada masa kini, Andi mulai menikmati gelas bir ketiganya ketika sosok yang dari kemarin menghantui pikirannya kini justru duduk di sampingnya.

"Cocktail," Ana menyebutkan pesanannya yang langsung disiapkan seorang bartender.

Ana duduk dengan nyaman sambil menunggu pesanannya, ia sesekali tersenyum sambil melihat ke lantai dansa tempat Ifa dan yang lainnya tengah menggila.

Berbeda dengan Ana yang tampak tenang, Andi justru duduk dengan gelisah. Pengaruh alkohol dan hasrat yang memuncak membuat ia sulit mengendalikan diri. Di sampingnya Ana tengah menyesap minumannya sementara Andi justru membayangkan jka bibir itu beradu dengan bibirnya, pasti terdengar indah saat bibir ranum itu menyebut nama Andi.

Andi masih asyik dengan lamunannya ketika ia melihat Ana mulai didekati seorang pria, awalnya pria itu menawarkan whiski dan diterima Ana dengan senang hati, kebetulan gadis itu butuh pelampiasan dari stres dan mabuk terdengar menyenangkan saat ini.

Ana mulai limbung ketika pria asing tadi mendaratkan tangannya di pinggang Ana dan mulai merengkuh gadis itu.

"Jangan sentuh-sentuh, gue datang sama pacar gue," jawab Ana separuh berbohong separuh tidak. Ia jelas datang dengan teman-temannya tapi tidak ada yang berstatus pacar dari sekian orang yang datang bersamanya malam ini.

"Ayolah, jangan sok jual mahal." Pria tadi masih mencoba mencium Ana dan membuat Ana kewalahan karena perbedaan tenaga dan ia juga setengah mabuk.

"Stop it. Stop," ujar Ana lagi memperingatkan tapi si pria tidak mau berhenti.

Ana melirik meja tempat teman-temannya berada tapi tidak ada orang di sana, pasti semuanya sedang berada di lantai dansa. Ana terus memberontak tapi pria tadi dengan mudah mengunci lengan Ana hingga membuat gadis itu terpojok.

Ana memejamkan mata menahan tangis, lalu terdengar bunyi benda yang pecah bersamaan dengan tubuhnya yang ditarik hingga aroma musk memenuhi indera penciumannya.

"Lo nggak denger dia bilang sama pacarnya?" Andi berdiri sambil sebelah tangannya memeluk pinggang Ana.

Terdengar beberapa umpatan lalu pria tadi ditarik oleh teman-temannya untuk menjauh. Andi mengusap punggung Ana yang bergetar, gadis itu menangis dan Andi memeluknya.

"It's okay. Udah aman sekarang," ujar Andi menenangkan sementara Ana justru makin terisak.

“Jangan tinggalin aku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teman Tapi Panas   5. Semua Karena Alkohol

    "Nggak apa-apa. Aku gak kemana-mana." Andi masih memeluk Ana yang menangis.Andi melirik meja mereka yang berada di seberang ruangan, beberapa dalam kondisi teler sedangkan sisanya tidak terlihat kemungkinan sedang menari atau sudah berakhir di kamar masing-masing, Tiadak ada yang bisa diharapkan untuk menenangkan Ana. Andi melepas jaketnya lalu memakaikannya ke Ana dan membawa gadis itu keluar dari area bar.Lift mereka tiba di rooftop, Ana sudah lebih tenang sehingga kini Andi hanya perlu merangkul Ana yang sedikit limbung."Maaf merepotkan," ujar Ana saat keduanya tiba di rooftop.Keduanya duduk bersandar pada tembok, menikmati semilir angin malam yang menggelitik.Tidak ada percakapan, hanya Ana yang duduk memeluk lutut dan Andi yang menghisap rokok elektrik, wangi vanila dari asap rokok elektrik bercamour dengan udara malam dan parfum Andi yang tertingal di jaket menyelimuti Ana."Keberatan kalau aku ngerokok?" Andi mengeluarkan sebungkus rokok.Ana menggeleng."Nikotin sialan,"

  • Teman Tapi Panas   4. Pesta Bujangan

    Hentakan musik terdengar bersahutan dengan tawa dan teriakan penyemangat, di atas meja Destra menari bersama seorang gadis, tangannya merangkul pinggang gadis tersebut sementara si gadis mengalungkan tangannya di leher Destra dan mengoyangkan badan mengikuti irama musik."Si anjing, dia nggak lupa dua minggu lagi mau nikah kan?" Umpat Andi melihat tingkah Destra yang justru memeluk gadis dengan pakaian terbuka itu lebih erat.Andi menoleh pada meja sebelah tampak Ifa—calon istri Destra—justru baru menyelesaikan one shoot drink dengan laki-laki yang bertelanjang dada."Pantesan jodoh." Andi lalu melipir menuju meja bar area VIP yang tampak lebih sepi, ia memesan segelas bir dan menikmati bir itu dalam ketenangan. Beberapa gadis tampak bertukar pandangan dan memberikan senyuman nakal yang jelas Andi pahami arah tujuannya.Malam Minggu jelas puncak keramaian diskotik, lantai dansa penuh dengan manusia yang berjoget seperti cacing kepanasan, beberapa bahkan sambil bertukar ciuman atau mul

  • Teman Tapi Panas   3. Momen Pertama

    Andi menahan napas saat gadis itu mendekat, bau parfum manis Ana menggelitik hidung menggoda Andi untuk mengendus si pemilik tubuh, padahal ia yakin tidak mencium parfum itu saat mereka makan malam tadi.Hormon sialan, maki Andi dalam hati."Makasih, Trifandi." Ana beranjak dari kasurnya. Andi berusaha menoleh ke lemari pakaian yang terletak di sisi kanannya, ia harus mengalihkan pandangan dari baju tidur longgar yang membuat pikirannya membayangkan hal-hal yang ditutupi di baliknya. Lebih mudah jika ia langsung keluar kamar seperti pesan ibunya, sayangnya Andi tidak berniat menuruti saran itu sekarang, ia justru semakin ingin berlama-lama dengan Ana.Ana meminum wedang jahenya seteguk kemudian mendesah lega, cairan hangat itu membuat perutnya lebih nyaman. Ia sama sekali tidak menyadari jika suaranya barusan justru makin membuat Andi panas dingin, Ana mengikuti arah pandang Andi dan menemukan rak kaca berisi action figur dari anime Naruto yang terletak di samping lemari baju."Gila!

  • Teman Tapi Panas   2. Semua Berawal

    "Trifandi Dewangga! Kalau kamu nggak pulang, Ibu bakal nyuruh ayahmu buat bikin perusahaan cuci-cuci kamu itu bangkrut." Suara itu melengking dari speaker ponsel yang diangkat sembarangan oleh Raka—teman sekamarnya—dan kini menggema di seluruh apartemen kecil mereka di Jakarta."Nyokap lu megang saham BUMN, apa gimana sih? Kok kayak nuklir hidup gitu," gumam Raka sambil menyerahkan ponsel ke Andi yang masih tengkurap di balik selimut.Andi hanya mendengus, separuh wajahnya masih terkubur bantal. “Lu ngangkat duluan siapa suruh.”“Gue kira itu pacar lu yang mana lagi.”“Pacar lu juga bukan yang mana-mana. Lu tuh…”“TRIFANDI!!!”Mereka berdua refleks menoleh ke ponsel yang masih menyala.Dan begitulah, sang “Kanjeng Ratu Dewangga” kembali mengancam mengirim utusan kerajaan dari Semarang hanya untuk menyeret anak bungsunya pulang demi sebuah… pesta pernikahan. Bukan milik Andi, tentu saja. Tapi milik Destra, sepupu sekaligus sahabat brengseknya dan selalu dianggap "anak kebanggaan keluar

  • Teman Tapi Panas   1. Malam Yang Panas.

    Semua berawal dari pesta bujang semalam. Destra, sahabat karib Andi akan menikah.Awalnya, Andi tidak ingin hadir karena pasti Destra juga akan mengundang Rihana, teman mereka, yang juga mantan FWB Andi. Jelas, Andi tidak mau bertemu dengan wanita itu karena masih memendam kesal sebab perasaannya tak dibalas, dan justru ia hanya dianggap sebagai objek oleh Rihana.Namun, karena paksaan Destra dan ibundanya yang menyuruh pulang, akhirnya Andi kembali ke Jakarta dan akan menghadiri acara pernikahan itu. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan Ana, sepupu jauh dari istri Destra.Awalnya hanya gairah kecil-kecilan saat Ana menginap beberapa hari di rumah Andi. Dan sekarang, entah bagaimana, Andi berakhir di hotel kamar dengan Ana."Na, kalau kamu mau berhenti sekarang waktunya. Aku gak jamin bisa menahan diri.” Andi memberikan peringatan terakhir sebelum kesadarannya ikut meluap dan satu-satunya yang menguasai adalah gairah membara dan tuntutan untuk dilampiaskan.Seumur hidupnya, Trifandi D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status