Share

Chapter 7 Kunjungan

Langit sudah mulai gelap, Anet yang baru saja menyelesaikan Co-Assnya segera berlari menuju halte busway yang tak jauh dari kampusnya. Hari ini merupakan hari pertama kunjungan yang harus Anet lakukan. Suara helaan nafas kembali terdengar, entah sudah berapa kali Anet menghela nafas mengingat hari ini dia harus kembali bertemu dengan lelaki bernama Bray yang merupakan orang paling angkuh yang pernah dilihatnya.

"Ya, bagaimana tidak angkuh mengingat kekayaan dan semua yang dimilikinnya,"keluh Anet dalam hati. Anet malas berurusan dengan orang bernama Bray itu jika mengingat tatapan Bray terhadap dirinnya, begitu dalam dan membuat orang yang ditatapnya tidak nyaman. Jika bukan karena tuntutan pekerjaan Anet memilih jauh-jauh dari orang itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore saat Anet akhirnya menjejakan kakinnya didepan gedung pencakar langit didepannya, Anet segera melangkahkan kakinnya masuk tidak menghiraukan mata yang menatapnya aneh. Kemeja hitam dengan celana kain yang melekat dikakinnya ditambah dengan wajahnya membuat Anet sangat terlihat aneh berada di perusahaan milik Bray, dan tatapan orang semakin menghujani Anet begitu melihat gadis itu mengeluarkan kartu dan dengan santainnya memasuki lift yang hanya bisa diisi dengan orang-orang penting perusahaan. Pasalnya kartu yang dimiliki Anet merupakan kartu spesial dan terbatas hanya orang-orang pilihan yang bisa memiliki kartu itu. Bray memberikan kartu itu kepada Anet agar gadis itu dapat dengan mudah menemuinnya tanpa perlu bertemu dengan pegawainnya yang lain.

Ting....

Pintu lift terbuka, Anet segera melangkahkan kakinnya keluar dan langsung mengetok pintu hitam dihadapannya.

"Ngapain kamu langsung ketok-ketok keruangan pak Bray? Kamu engga lihat saya duduk disini?"

Suara nyaring memasuki telinga Anet begitu Anet mengetok ruangan didepannya.

"Kata pak Bray, saya bisa langsung ketok kalo saya sudah sampai."

"Oh iya? Jangan ngada-ngada ya. Udah banyak cewe diluar sana yang pakai cara yang sama buat menggoda pak Bray. Kamu jangan coba-coba udah engga akan berhasil."

Melihat tatapan mengejek dari wanita dihadapannya membuat mood Anet yang sudah buruk menjadi lebih buruk lagi.

"Pak Bray-"

"Saya yang menyuruh Anet untuk langsung masuk Bianca"

Ucapan Anet segera terpotong begitu mendengar suara berat Bray.

Perempuan dengan lipstick merah menyala serta pakaian ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sangat jelas merupakan Bianca, sekretaris pribadi Bray dan merupakan salah satu dari wanita yang berharap menjadi nyonya Anggara dan menempati tempat disamping Bray. Bianca amat sangat membenci semua wanita yang dekat dengan bosnya, karena menurutnya dirinnya lah wanita yang paling tepat disamping Bray.

"Baik Pak, saya hanya takut kalau perempuan ini merupakan salah satu pengganggu Pak Bray,"ucap Bianca dengan nada menggoda ditambah dengan gerakan tubuhnya yang langsung berusaha mendekat Bray yang saat ini berdiri dihadapannya.

Bray segera menjauh saat Bianca dengan sengaja mendekati dirinnya.

"Ayo, Anet langsung masuk...Bianca lain kali tidak usah menanyai Anet, dan biarkan dia langsung masuk." Bray segera membuka pintunnya dan membiarkan Anet memasuki ruangannya.

Anet segera tersenyum senang saat melihat tatapan benci yang diberikan oleh Bianca begitu mendengar Bray meminta dirinnya untuk langsung masuk kedalam ruangannya serta penolak Bray terhadap dirinnya. Tapi rasa senang yang Anet rasakan tidak berlangsung lama begitu dirinnya tersadar bahwa di ruangan ini hanya ada dirinnya dan Bray, tidak ada dokter Indra yang menemaninnya.

"Bagaimana kondisi Pak Bray?"

Anet segera berusaha menjauh dari Bray yang masih berada didekatnya, sangat dekat hingga Anet bisa mencium aroma khas lelaki dari tubuh Bray. Bray yang melihat Anet salah tingkah hanya bisa tersenyum gemas.

"Saya tidak tahu, bagaimana kalau kamu memeriksannya? Bukankah untuk itu kamu datang."

Bray segera duduk di sofa miliknya, meminta Anet untuk segera duduk dihadapannya begitu melihat gadis itu hanya diam saja ditempat.

"Saya lihat sepertinnya kondisi Pak Bray sudah lebih baik. Apakah ada yang masih tidak enak?" Gadis itu tidak langsung menjawab ucapan Bray dan memilih melakukan pemeriksaan secara lisan, karena dilihatnya kondisi Bray sudah sangat membaik bahkan terlihat sudah sangat sehat.

"Ah, aku tidak tahu. Coba kamu periksa,"ucap Bray keras kepala ingin Anet berada didekatnya dan memeriksannya.

Anet yang tidak punya pilihan segera mendekati Bray dan mengeluarkan termometer dari tasnya, tidak lupa senter kecil miliknya yang selalu dibawannya.

Anet segera menyalakan termometernya dan segera meletakannya ditelinga Bray. Jarak Anet yang begitu dekat membuat Bray dapat mencium wangi bayi dari tubuh Anet serta wajah Anet yang begitu dekat dengan dirinnya memberikan Bray kesempatan untuk mengamati gadis itu lebih dekat.

Bola mata lebar dengan bulu mata yang lentik, alis yang tebal tanpa perlu ditambahkan pensil alis,serta bibir mungil yang menggemaskan, serta mata hitam yang begitu menenangkan dan tidak lupa sebuah tahi lalat kecil berada di atas bibirnya menambah kesan manis pada gadis kecil dihadapannya. Tubuh kecil Anet yang sangat membangkitkan rasa protektif laki-laki tidak terkecuali Bray yang sangat ingin merengkuh gadis dihadapannya.

Tit..tit..tit..

Bunyi termometer membuayarkan lamunan Bray.

"36.7...saya rasa sudah tidak demam,"ucap Anet begitu melihat angka yang tertera ditermometer yang dipegangnnya.

Anet segera menjuahi tubuh Bray, dia merasa begitu tidak nyaman karena pandangan Bray yang begitu dalam yang terus menerus menatapnya membuat dirinnya kesulitan bernafas.

Begitu Anet berusaha menjauh, sebuah tangan kokoh segera merengkuh pinggannya membuat tubuh mungilnya menabrak dada bidang milik Bray, hitam bertemu coklat , Anet segera berusaha mendorong tubuh didepannya meskipun sia-sia, tubuh laki-laki dihadapannya sama sekali tidak bergeming seberapa besarpun Anet berusaha mendorongnya.

"Bisakah kamu datang lagi besok?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status