Share

Chapter 6 Jatuh Sakit

"Belum Oma, sampai sekarang Bray masih mencari gadis bernama Anet itu."

Bray memijat kepalannya yang pening, saat bangun dari tidurnya tadi Bray merasa kepalannya terasa sangat berat.

"Kalo begitu beri Oma kabar jika ada perkembangan terbaru dari Anet ya Bray...."

"Pasti Oma, Oma tenang saja dan istrirahat yang banyak di rumah ya Oma."

Bray menutup panggilan di ponselnya dan meletakan ponselnya di meja kerjannya. Dia memejamkan matannya sejenak untuk menghilangkan sakit di kepalannya.

"Selamat siang, perkenalkan nama saja Anatha, kalian bisa memanggilku Anet."

Gadis dengan rambut panjang yang diikat kebelakang lengkap dengan kemeja putih serta celana kain berwarna hitam yang membalut kaki indahnya memasuki klinik dengan riang menyambut hari pertamannya bekerja.

"Halo Anet, perkenalkan saya dokter Indra yang merupakan atasan kamu disini."

Seorang dokter berusia 50 tahun dilengkapi dengan jas putih khas dokter yang dikenakannya menyalami Anet sambil tersenyum ramah.

"Mulai sekarang kamu bekerja disini pada sore hari atau saat saya sedang ada kunjungan pasien ya, karena asisten saya sedang cuti melahirkan saat ini,"ucap dokter indra menjelaskan.

Anet menganggukan kepalannya mengerti.

"Oh ya Anet kebetulan sekali hari ini ada salah satu pasien penting saya meminta saya untuk datang ke kantornya untuk memeriksakan keadaanya. Apakah kamu bisa langsung ikut saya mengunjungi pasien?"

"Baik dok, siap...Kebetulan sore ini saya tidak ada pekerjaan."

Mereka segera membereskan peralatan dan bersiap-siap untuk pergi. Anet merasa sangat senang dan bersemangat karena ini merupakan tugas pertamannya dan pekerjaan yang sudah lama dia inginkan.

Setelah berkendara cukup lama ditambah dengan macetnya ibukota, akhirnya mereka sampai disebuah gedung yang sangat besar dan terpampang dengan banggannya nama "ANGGARA" dibagian paling atas gedung tersebut. Mereka memasuki gedung besar itu dan langsung menuju lift menuju lantai paling atas.

" ini pasien saya sudah lama, karena mereka tidak mau datang keklinik, saya sering mengunjungi mereka ditempat ini kalo ada yang jatuh sakit,"Ujar dokter Indra menjelaskan begitu melihat wajah Anet yang kebingungan saat melihat dokter indra memencet lift dan langsung menuju ke lantai atas.

Sesampainnya dilantai paling atas mereka disambut dengan seorang wanita cantik dengan lipstik merah menyala di tambah pakaian yang begitu ketat ditubuhnya.

"Dokter Indra, pak Bray sudah menunggu didalam silahkan masuk dok,"ucap wanita cantik itu dengan senyuman dibibir merahnya

"Pak, dokter Indra sudah datang,"ucap wanita itu sambil mengetuk pintu dibelakangnya.

Suara wanita itu begitu berbeda saat dia berbicara dengan atasannya, terkesan dibuat-buat dan ada nada menggoda didalamnya.

"Suruh langsung masuk"

Suara berat dan terkesan dingin itu terasa sangat familiar ditelinga Anet seperti dia pernah mendengarkannya sebelumnya. Anet segera mengikuti dokter Indra masuk kedalam ruangan darimana suara itu berasal. Anet begitu tercengang melihat ruangan besar itu, ruangan bernuansa hitam didominasi dengan kaca diseluruh ruangannya membuat pemandangan ibukota terlihat seluruhnya dari ruangan ini, ditambah meja hitam ditengah-tengah ruangan yang seolah-olah menjadi pusat dan buku-buku yang berjajar rapi menambah kesan sangat profesional pada ruangan besar ini.

"Anet...."

Suara dokter Indra membuyarkan lamunan Anet, Anet yang merasa seluruh mata saat ini tertuju padannya merasa begitu malu karena sempat bengong saat memasuki ruangan besar ini bahkan tidak mendengarkan percakapan

"Maaf dok,"ucap Anet menunduk malu.

"Asisten baru Dok?"

Suara berat diiringi langkah kaki terdengar mendekat kearah dokter Indra dan Anet berdiri.

"Iya Pak, kebetulan asisten lama saya cuti melahirkan."

Dokter Indra segera mengeluarkan alat-alatnya dan memeriksa laki-laki dihadapannya yang saat ini sudah duduk di sofa dihadapan Anet. Anet yang masih merasa malu tidak berani untuk melihat wajah laki-laki dihadapannya.

"Anet, tolong ambilkan termometer ditas saya."

Anet segera mencari termometer ditas alat yang ada disampingnya, naasnya seluruh tas itu terjatuh saat siku Anet menyenggolnya saat Anet membalikan badannya ingin menyerahkan termometer ditangannya.

"Aduh maaf Dok,"ucap Anet panik saat melihat alat-alat pemeriksaannya terjatuh dilantai. Saat akan membereskan alat-alat yang terjatuh tidak sengaja lutut Anet terkena pinggiran meja dihadapannya.

"Aduh...sakit..."Teriak Anet kesakitan sambil memegangi lututnya yang sakit.

"Anet...."ucap dotker Indra pasrah melihat kelakuakn asisten barunnya yang begitu ceroboh.

"Malu banget, sakit banget...baru awal kerja udah gini mati aku dipecat ini sebentar lagi..."Bisik Anet dalam hati.

Sebuah tawa renyah membuyarkan pikiran Anet yang sedang berkecambuk dikepalannya. Secara tidak sadar Anet mendongakan kepalannya menatap sumber suara tawa itu berasa.

Hitam bertemu coklat, saat mata Anet bertemu dengan mata Bray. Bray hanya tersenyum tipis saat melihat gadis kecil dihadapannya

"Lucu." Hanya kata itu yang terlintas dipikiran Bray saat melihat tingkah laku Anet, dan saat Bray menatap mata Anet ada perasaan didalam hatinnya yang tidak bisa diungkapkannya. Mata hitam teduh milik Anet berhasil membuat hati Bray terasa tenang dan terus menerus ingin menatapnya, suara lembut milik gadis ini juga membuat Bray ingin mendengar suara itu berbicara dengannya terus menerus.

Perasaan yang sudah lama tidak Bray rasakan kembali muncul saat bertemu dengan gadis ini. Awal melihat gadis ini memasuki ruangannya Bray hanya merasa gadis dihadapannya terlihat mungil dan begitu menggemaskan, karena penampilannya yang seperti anak SMA dan ditambah tingkah laku cerobohnya. Tapi begitu matanya bertemu dengan mata gadis itu, Bray semakin tertarik dengan gadis ini, mata hitam terlihat begitu polos tapi terlihat ketegaran dimata hitam itu membuat Bray ingin mengetahui apa yang ada didalam pikiran gadis kecil miliknya.

Ya, miliknya. Begitu Bray merasa tertarik dengan gadis kecil ini, makan gadis kecil ini sudah menjadi miliknya.

"Pak, ini saya resepkan obat untuk sakit kepalannya ya."

Suara dokter Indra memecahkan lamunan Bray dan juga Anet.

"Sepertinnya saya butuh untuk dimonitor setiap harinnya. Bisakah dokter meminta asisten dokter untuk memonitor kondisi saya setiap harinnya?"

Anet merasa begitu aneh karena tatapan Bray yang terus menatapnya bahkan saat berbicara dengan dokter Indra sekalipun Bray tidak memalingkan wajahnya.

"Kalo bwgitu saya akan mengirimkan asisten saya yang lain pak untuk memonitor kondisi Pak Bray." Mendengar itu Bray akhirnya memutus pandangannya dari Anet dan menatap dokter Indra.

"Kenapa harus asisten dokter yang lain? Bukankah asisten dokter yang ceroboh ini cukup,"Ucap Bray sambil tersenyum jahil saat melihat wajah sebal Anet yang dikatai ceroboh oleh Bray.

"Anatha, hanya part time pak. Jadi hanya datang pada sore hari."

"Oh jadi namanya Anatha, nama yang cantik untuk gadis yang menarik,"ucap Bray dalam hati.

"Aku bisa meluangkan waktu soreku untuk Anatha dok."

Senyum licik menghiasi bibir Bray begitu mengucapkannya. Bray bahkan tidak perlu meminta Anet untuk mengurusnya, ada begitu banyak orang yang mau mengurusnya termasuk sekertarisnya didepan sana. Tapi ini merupakan satu-satunnya cara supaya dia bisa menemui gadis mungil miliknya. Dia bisa saja menggunakan cara lain tapi dia ingin bergerak dengan perlahan agar gadisnya tidak merasa ketakutan untuk menemuinnya.

"Baik kalo begitu"

Dokter Indra hanya menatap Anet merasa bersalah. Dokter Indra mengetahui apa arti tatapan Bray tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena orang didepannya bukanlah orang sembarangan yang bisa ditentangnya.

"Anet,apakah bisa ?"

"Bisa dok, kalo sore hari."

Dalam pikiran Anet hanya ingin menebus kesalahannya hari ini, Anet sama sekali tidak berpikiran bahwa mengunjungi Bray adalah tipu muslihat dari lelaki itu.

"Kalo begitu sampai jumpa besok Anet,"ucap Bray dengan senyum tipisnya.

Anet hanya membalas ucapan Bray dengan anggukan kecil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status