Share

Bab 5

Author: Zahira
Keesokan paginya.

Finella perlahan-lahan membuka matanya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh tempat di sampingnya. Namun, dia hanya merasakan kedinginan yang menandakan bahwa pria itu telah pergi cukup lama.

Cih! Dasar orang tidak berperasaan!

Awalnya, Finella hanya ingin menggoda Christian untuk mendekatkan hubungan mereka. Dengan adanya Adina yang tinggal serumah dengan mereka, dia mengira Christian tidak akan menyentuhnya. Namun, dia terlalu meremehkan kelemahan bawaan pria.

Cinta dan berhubungan intim sama sekali tidak berkaitan. Semalam, Christian bagaikan bujangan yang telah menahan diri selama bertahun-tahun dan menyiksanya tanpa ampun.

Ketika Finella tenggelam dalam pikirannya, Christian berjalan keluar dari kamar mandi. Dia hanya berbalut handuk. Sekujur tubuhnya masih diselimuti uap air dan rambutnya basah.

Finella tanpa sadar mengamatinya.

Pria ini tinggi dan berotot, dengan bahu lebar dan pinggang ramping. Setiap ototnya terlihat kencang dan bertenaga. Dia juga memancarkan aura maskulin yang kuat.

Dulu, Christian sangat putih. Meskipun juga memiliki perut otot, dia terkesan lebih berkelas dan tidak berperasaan. Sekarang, mungkin karena sering melaut, juga terpapar sinar matahari dan hujan, kulitnya menjadi jauh lebih gelap. Hal ini justru menambahkan kesan liar, terutama dalam aspek itu.

"Air liurmu sudah nyaris menetes." Tiba-tiba, terdengar suara berat pria itu.

Seusai berbicara, sebuah perasaan aneh tiba-tiba muncul di hati Christian dan dia segera memalingkan muka. Dia juga merasa agak bingung kenapa dia bisa mengatakan hal sembrono seperti itu.

Di Pulau Amo, dia dikenal sebagai Cakra yang 'pendiam' dan dijuluki si bungkam. Namun, ketika menghadapi Finella, entah kenapa dia seolah-olah telah berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda. Mungkinkah ini adalah kepribadiannya sebelum dia amnesia?

Finella langsung tersadar dan baru menyadari bahwa dirinya telah menatap Christian sambil melamun.

Namun, tak ada sedikit pun rasa malu di wajahnya. "Sayang, aku merasa kamu sudah tambah maskulin sekarang."

Christian terbatuk pelan dan mengganti topik pembicaraan. "Sudah waktunya bangun dan sarapan. Kita harus pergi ke rumah Nenek nanti."

Finella merentangkan kedua lengannya, mendongak, dan memanyunkan bibirnya sambil berkata dengan manja, "Aku perlu digendong suamiku baru bisa bangun ...."

Christian menatap wajah menawan nan lembut di hadapannya dan terpaku. Untuk sesaat, dia lupa bereaksi.

"Hmm ...." Finella yang berwajah layaknya seorang wanita dominan malah bermanja-manja. "Kak Chris ... kakiku pegal. Aku nggak bisa jalan."

Christian menarik napas dalam-dalam. Seolah-olah telah kerasukan, dia melangkah menghampiri Finella, lalu membungkuk dan menggendongnya.

Finella memeluk leher pria itu dengan lembut dan mencium pipinya. "Suamiku baik banget ...."

Christian menunduk dan menatap wanita nakal dalam pelukannya yang terlihat puas. Jakunnya pun menggeliat. "Sekarang, sudah boleh ...."

Kata-katanya tiba-tiba terhenti.

Finella menyentuh jakun Christian dengan ujung hidungnya, lalu mendongak dan sedikit memanyunkan bibirnya.

"Gendong aku pergi mandi." Suaranya lembut, tetapi memikat.

"Oke." Christian yang seperti kerasukan mengikuti instruksi Finella dan menggendongnya ke kamar mandi.

...

Di ruang ganti yang luas dan mewah.

Finella mengenakan gaun tidur sutra yang bagian pinggangnya terikat longgar, sedangkan kerahnya yang terbuka juga menonjolkan lekuk tubuhnya.

"Nanti, kita mau ketemu senior," gumam Finella. Ujung jarinya yang ramping dan putih menelusuri deretan kemeja.

"Abu-abu tua terlihat lebih kalem, putih terlihat lebih patuh."

Pada akhirnya, Finella memilih dua kemeja dan menoleh ke arah Christian. "Sayang, kamu suka yang mana?"

Ketika melihat dua kemeja yang hampir identik selain warnanya itu, mulut Christian pun sedikit berkedut. Di Pulau Amo, dia menghabiskan seluruh musim panas hanya dengan mengenakan singlet atau kaus yang dipadukan dengan celana pendek.

Berhubung telah terbiasa memakai pakaian kasual, ketika melihat pakaian yang terbuat dari bahan berkualitas tinggi tetapi terkesan mengekang itu, reaksi pertama Christian adalah penolakan.

"Sayang?" Berhubung Christian diam saja, Finella bertanya dengan lembut, "Kamu nggak suka keduanya?"

Christian tersadar kembali. Tatapannya tertuju pada wajah indah dan mulus wanita itu, lalu dia menjawab dengan lembut, "Kamu putuskan saja."

"Emm, kalau begitu, abu-abu saja." Finella menggantung kembali kemeja putih itu dan melirik aksesori di sisi lain. "Untuk dasi .... Sudahlah, berhubung cuma ketemu sama senior yang dekat, lebih baik kalau terkesan agak kasual. Oh iya, aku harus pilih jam tangan yang cocok."

Finella menghampiri sebuah kotak kaca berisi jam tangan mewah dan merenung sejenak sebelum memilih sebuah jam tangan Patek Philippe. "Yang ini saja. Untuk ikat pinggangnya ...."

Christian berdiri di samping dan memperhatikan Finella yang memilih barang dalam diam. Wanita ini sangat cerewet. Meskipun tidak ada yang menjawab, dia juga bergumam sendiri.

"Apa kamu yang biasanya mengurus pakaianku?"

Finella menghentikan gerakannya, lalu berbalik dan menatap Christian.

"Iya. Sejak kita pacaran, aku yang selalu pilih pakaianmu sehari-hari. Kamu bahkan puji seleraku yang unik dan bilang itu sesuai seleramu."

Saat berbicara, mata Finella berbinar penuh kebahagiaan. Christian mengamati tampang gembira Finella, tetapi hatinya tetap tidak bergejolak. Dia mengalihkan pandangannya, lalu mengamati lemari yang tak berujung itu. "Baju-baju ini kelihatan baru, seperti nggak pernah dipakai."

Finella terkekeh dan mengangguk. "Emm, sebagian besar pakaian di sini dibeli dalam tiga tahun terakhir dan memang belum pernah dipakai."

Christian mengerutkan kening dan bertanya dengan bingung, "Kamu tetap belikan baju baru untukku meski aku nggak ada?"

Senyum Finella membeku, sedangkan matanya terlihat makin sendu.

"Karena masih belum bisa menerima kepergianmu, aku terus menciptakan ilusi bahwa kamu masih ada di sini. Begitu merek yang kamu sukai merilis produk baru, aku akan langsung suruh mereka mengirimkannya kemari. Perlahan-lahan, lemari di sini pun hampir nggak muat lagi."

Faktanya, Finella sebenarnya ingin menggunakan uang Keluarga Pradipta untuk membeli barang-barang mewah bagi dirinya. Dia tidak menyangka Christian akan kembali dan barang-barang ini harus dikembalikan ke pemilik aslinya.

Hati Finella terasa sangat sakit.

Christian awalnya ingin mengganti topik pembicaraan, tetapi Finella malah berhasil membalikkan topik pembicaraannya ke semula.

"Emm," jawabnya singkat. Kemudian, Christian mengambil pakaian yang dipilih Finella dan pergi ke ruang ganti untuk berganti pakaian.

Christian berdiri di depan cermin besar. Pria di cermin itu tinggi dan tegap, juga memancarkan wibawa alami.

Finella berdiri setengah meter di belakang Christian sambil mengagumi mahakaryanya dari cermin. Dia harus mengakui bahwa pria ini memang tampan. Fitur wajahnya tegas dan berkelas, sedangkan tubuhnya juga proporsional.

"Sayang, kamu suka perpaduan ini?" tanya Finella dengan lembut.

Christian mengamati bayangan dirinya di cermin. "Bagus juga. Seleramu memang bagus."

"Yang penting kamu suka."

Finella tersenyum lembut sambil melangkah maju untuk merapikan pakaian Christian. Christian menurunkan pandangannya dan menatap sisi wajah Finella yang sedang fokus. Aroma samar menyerbak ke hidungnya.

Dari sudut pandangnya, Christian bisa melihat lekuk tubuh Finella yang tersembunyi dengan jelas. Dia tahu wanita ini sengaja melakukannya. Namun, dia tidak mengerti apa alasannya. Jika mereka benar-benar saling mencintai, untuk apa wanita ini bersusah payah merayunya?
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 100

    Hera tidur sampai terbangun secara alami. Dia berbaring di tempat tidur cukup lama sebelum perlahan-lahan keluar dari balik selimut.Rambut panjang berwarna merah anggur Hera terlihat acak-acakan. Dia meregangkan badannya dan tali bahunya pun melorot di kulit mulusnya. Separuh bahunya yang seputih salju terpampang di luar. Bahunya dihiasi beberapa bekas ciuman yang terlihat mencolok di kulitnya yang putih.Semalam, Hera dan Robin bergulat hingga larut malam sebelum akhirnya berhenti. Anak muda memang berbeda. Selain berstamina tinggi, setelah diberi sedikit instruksi, mereka langsung paham, juga dapat mengembangkannya.Hera mengikat rambutnya, lalu keluar dari kamar tidur tanpa alas kaki dengan masih mengenakan gaun tidurnya. Begitu keluar, dia langsung mendengar bunyi dentingan spatula dan aroma samar telur goreng."Harum banget!"Mengikuti aroma itu, dia menemukan Robin sedang menggoreng telur dengan mengenakan celemek merah mudanya."Kak, kamu sudah bangun?" Robin menoleh dan tersen

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 99

    Yunita menunduk dan tidak menyahut. Melihat tampangnya itu, Sarah juga tidak tega memarahinya lagi. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, Sarah tiba-tiba teringat foto itu dan berkata, "Oh iya, ada sebuah hal yang nyaris kulupakan. Ada selembar foto yang jatuh keluar dari tas nenek sihir itu. Gadis di foto itu mirip banget sama Nyonya Finella!"Langkah Yunita terhenti sejenak. Dia langsung menoleh dan bertanya, "Apa katamu? Nyonya Finella?""Emm, gadis itu mirip banget seperti Nyonya Finella, terutama sepasang matanya yang begitu jernih dan berkilau."Tidak heran juga Sarah langsung mengenalinya. Finella memiliki wajah yang sangat mudah diingat."Coba ceritakan dengan lebih spesifik lagi." Yunita bertanya sambil mendekat, "Apa isi foto itu?"Sarah berpikir sejenak. "Foto itu terlihat cukup tua. Lingkungannya mirip desaku. Nggak, kayaknya bahkan lebih miskin dan terbelakang daripada desaku. Gadis itu baru berusia sekitar 17-18

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 98

    Pelipis Yunita tidak berhenti berdenyut, tetapi dia tetap bersikeras berkata, "Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku akan anggap aku lagi sial, kalian nggak perlu ganti rugi. Sekarang, cepat tinggalkan tempat ini!"Sarah memanfaatkan pertengkaran itu dan menyelinap ke belakang, lalu mengambil tas Jenny yang diletakkan di atas meja kopi. Setelah itu, dia membuka tas itu dan menuang keluar isinya. Ada setumpuk barang gratis yang berhamburan keluar, termasuk syal Hermes itu."Ini syalnya!"Saat hendak mengambil syal itu, mata Sarah menangkap sebuah foto lama yang jatuh di atas meja. Itu adalah foto seorang gadis remaja yang berusia sekitar 18-19 tahun.Gadis itu terlihat sangat cantik, bagaikan bidadari yang turun ke dunia fana dan sama sekali tidak cocok dengan lingkungan kumuh di sekitarnya. Namun, kenapa gadis itu terlihat familier?Sebelum Sarah sempat bereaksi, Jenny sudah menerjang ke arahnya dan mendorongnya."Dasar anak nggak berpendidikan! Beraninya kamu geledah tasku! Aku ak

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 97

    "Mikkel dan kamu sudah pacaran tujuh tahun, tapi kamu malah mau lapor polisi untuk menghancurkannya hanya karena uang sesedikit itu!" umpat Jenny.Sarah mengejek, "Cih! Kalau cuma sedikit, kenapa kamu nggak bayar? Sudah nggak bayar, kamu masih berani bersikap searogan ini!"Jenny memelototi Sarah dan berseru, "Apa urusannya itu denganmu? Kamu itu cuma orang luar! Memangnya kamu punya hak untuk ikut campur?"Sarah memutar bola matanya. "Dasar nenek sihir! Orang luar di sini itu kamu dan putramu!""Lagian ...." Sarah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Kamu itu juga pencuri!""Apanya yang pencuri? Apa yang kucuri?" Kerutan di wajah Jenny terlihat makin jelas lagi karena marah. "Jangan asal bicara! Dasar anak nggak berpendidikan!"Sarah juga sudah sepenuhnya marah karena dimaki. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Kamu sudah curi syal Hermes Yunita!""Omong kosong!" Jenny mengentakkan kaki dengan marah. Jarinya hampir menusuk hidung Sarah. "Memangnya aku begitu nggak ada kerjaan sam

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 96

    Yunita berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Ini apartemen sewaanku, kenapa aku nggak boleh kembali?"Jenny masih berujar dengan percaya diri, "Memangnya kenapa kalau ini apartemen sewaanmu? Berhubung kamu sudah pindah keluar, jangan harap kamu bisa kembali lagi."Yunita mencibir, "Boleh saja kalau mau aku pindah, tapi kalian harus kembalikan uang sewanya dulu kepadaku. Aku sudah bayar uang sewa enam bulan terakhir dan masih ada sisa tiga bulan. Totalnya 18 juta.""Selain itu, putramu masih berutang setengah biaya sewa sebelumnya, yaitu 9 juta. Mengenai tagihan listrik, air, dan yang lain, aku malas menghitungnya dengan kalian. Kalian bayar saja aku 27 juta."Sarah mengingatkannya, "Yunita, jangan lupa sama uang deposit.""Oh iya, aku hampir lupa. Karena aku sudah nggak tinggal di sini lagi, nggak seharusnya juga aku yang bayar uang depositnya. Jadi, kalian juga harus kembalikan uang deposit sebesar 20 juta itu. Totalnya jadi 47 juta."Yunita mengeluarkan ponselnya dan membuka

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 95

    Gadis itu mengambil hot pot yang telah dibungkus dari tangan pemilik toko, lalu hendak pergi.Melihatnya hendak pergi, Mikkel buru-buru meraih bahunya. "Tunggu! Berhenti!"Gadis itu seketika berteriak ketakutan dan wajahnya terlihat panik. "Mau apa kamu?"Mikkel akhirnya melihat jelas wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jayleen. Baru saja Mikkel hendak melepaskan gadis itu, kejadian ini kebetulan disaksikan oleh pacar si gadis yang sedang membeli teh susu di sebelah. Dia pun meletakkan teh susunya dan bergegas menghampiri pacarnya, lalu mendorong Mikkel."Apa-apaan kamu!"Mikkel yang lengah pun terdesak mundur beberapa langkah. Hal ini membuat banyak pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan keributan. "Mikkel! Kamu baik-baik saja?" Jenny bergegas menghampiri Mikkel dan menopangnya.Mikkel mengusap bahunya yang sakit, lalu memelototi pria yang mendorongnya.Jenny memelototi pasangan itu. "Apa-apaan kalian? Kalau putraku terluka, aku pasti akan lapor polisi untuk tangkap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status