Share

Bab 6

Author: Zahira
Di meja makan.

Finella tersenyum lembut dan bertanya, "Adina, apa tidurmu nyenyak semalam?"

Adina mendongak dan melihat sebuah wajah yang indah nan memikat, dengan kulit sehalus porselen. Bahkan wanita seperti dirinya juga tidak bisa mengalihkan pandangannya. Bagaimana mungkin ada seseorang secantik ini?

Hati Adina pun terasa sesak. Dia menjawab dengan datar, "Terima kasih atas perhatian Kak Finella. Tidurku semalam cukup nyenyak."

Sebenarnya, setelah mengetahui kamarnya begitu jauh dari kamar kakaknya, Adina sangat marah dan tidak bisa tidur. Dia bahkan telah mengumpat Finella dalam hati ratusan kali. Dia tahu bahwa wanita ini sengaja melakukannya.

Namun, sebagai pendatang baru dan tinggal di bawah atap rumah orang lain, Adina tidak berani menunjukkannya dengan terlalu terang-terangan.

"Emm. Kalau begitu, aku sudah tenang." Finella menyesap susunya dan menambahkan, "Ngomong-ngomong, kamu boleh panggil aku kakak ipar."

Adina pura-pura bodoh. "Tapi Bibi Leny bilang, kamu dan Kak Chris belum punya akta nikah. Kurasa, masih kurang tepat kalau aku panggil kamu kakak ipar dari sekarang."

Ekspresi Adina begitu polos dan murni sehingga sulit membayangkan bahwa dia sengaja melakukannya. Namun, Finella sendiri adalah cewek munafik bertampang polos. Jadi, bagaimana mungkin dia tidak tahu apa yang dipikirkan Adina?

Finella mendengus dalam hati, tetapi malah memasang raut wajah terluka. Dia juga menatap ke arah pria yang duduk di kursi utama dengan tatapan meminta tolong.

Christian merasakan tatapannya dan akhirnya berkata, "Adina, Nella itu kakak iparmu."

Finella pun diam-diam tersenyum.

Adina agak terkejut dan matanya yang besar langsung berkaca-kaca. Kemudian, dia mengangguk kuat. "Baiklah, aku akan patuhi kata-kata Kakak."

Seusai berbicara, Adina menatap Finella dan berkata dengan suara lantang, "Halo, Kakak Ipar. Sudah bisa, 'kan?"

Finella menyahut dengan lembut, "Adina, kalau kamu nggak terbiasa panggil kakak ipar, kamu tetap boleh panggil aku kakak. Lagian, itu juga cuma sebuah panggilan."

Adina pun terdiam. Apa-apaan ini? Jelas-jelas, Finella yang awalnya mempermasalahkan hal ini. Kenapa sekarang dia malah jadi pihak yang bermurah hati?

Baru saja Adina hendak bersuara untuk membantah, terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa dari luar ruang makan yang diikuti oleh seruan pengasuh.

"Den, jangan lari begitu cepat. Nanti kamu jatuh ...."

Baru saja pengasuh itu selesai berbicara, sosok kecil itu sudah berlari masuk ke ruang makan sambil memegang selembar kertas.

"Papa!" seru Zeze dengan mata berbinar. Dia berlari secepat kilat dan menghambur ke pelukan ayahnya.

Christian bereaksi dengan sangat cepat dan menangkap sosok kecil itu. Tepat saat Zeze hendak menunjukkan gambarnya, dia mendongak dan melihat wanita asing di seberangnya. Dia pun bertanya dengan bingung, "Papa, siapa kakak ini?"

Christian menjawab, "Dia itu teman Papa. Kamu bisa panggil Kak Adina."

Zeze menyapa dengan suara imut, "Kak Adina, selamat pagi."

Wajah Adina langsung memucat dan dia segera mengoreksi, "Nggak, kamu nggak boleh panggil aku seperti itu. Aku ini adik papamu, jadi kamu seharusnya panggil aku Bibi. Ngerti?"

"Hah?" Zeze pun merasa bingung dan menggaruk kepalanya. "Papa, panggil kakak atau bibi?"

Christian melirik Adina dan menjawab, "Kalau begitu, kamu panggil saja dia Bibi Adina."

"Oke." Kemudian, Zeze menyapanya lagi, "Bibi Adina, selamat pagi."

"Emm!" Adina memaksakan seulas senyum. "Selamat pagi, Zeze."

Setelah menyelesaikan tugasnya, si kecil mengangkat kertas gambar itu seolah-olah sedang mempersembahkan harta karun. "Papa, Mama, lihat."

"Zeze yang menggambarnya?" tanya Christian dengan lembut sambil mengambil kertas itu.

Di atas kertas, ada figur tiga orang sederhana yang digambar dengan krayon. Tiga sosok itu berbentuk besar, sedang, dan kecil. Mereka bergandengan tangan dengan latar belakang padang rumput dan matahari.

Zeze mengangguk. "Emm, ini potret keluarga yang kugambar."

"Ini Papa, ini Mama, ini Zeze!" jelasnya dengan bersemangat sambil menunjuk ke arah figur-figur sederhana itu.

Sebuah tempat di dalam hati Christian tiba-tiba bergejolak. Dia menatap bocah dalam pelukannya. Bocah itu menatapnya dengan mata yang besar dan hitam seperti anggur. Tatapannya dipenuhi kegembiraan dan antisipasi.

"Papa, gambarku bagus?"

Ekspresi Christian melembut. Dia menjawab, "Gambar Zeze bagus banget."

Finella memperhatikan interaksi ayah dan anak itu. Tatapannya terlihat lembut dan senyum tipis tersungging di bibirnya.

Ketika melihat bocah yang begitu mirip dengan kakaknya, perasaan Adina terasa campur aduk. Anak itu sangat tampan dan menggemaskan. Andaikan saja itu anak yang dilahirkannya!

"Papa, aku mau makan ini." Zeze duduk di pelukan ayahnya dan menunjuk roti lapis di depannya.

"Oke," kata Christian dengan suara penuh kasih sayang. Dia memotong sepotong kecil roti lapis dan menyuapi Zeze.

Finella tersenyum dan berujar, "Sayang, jangan manjain dia. Dia bisa makan sendiri."

"Nggak apa-apa kalau cuma sesekali." Christian dengan senang hati menyuapi putranya.

Melihat pemandangan ini, hati Adina terasa sakit. Jari-jarinya mencengkeram pisau dan garpu dengan erat. Seluruh hatinya diliputi kecemburuan.

Panggilan Finella terhadap Christian begitu mesra dan ketiga orang itu juga terlihat bagaikan keluarga yang harmonis. Namun, baik panggilan maupun pemandangan hangat ini seharusnya adalah miliknya. Kakaknya hanya pulang kembali ke rumahnya, tetapi kenapa situasinya berubah menjadi seperti ini?

Mata Adina tanpa sadar tertuju pada Christian. Christian sedang menunduk dan memotong sepotong steik. Wajah sampingnya terlihat sesempurna pahatan dan matanya penuh kelembutan. Sayangnya, kelembutan ini bukan tertuju untuknya.

Pikiran Adina tanpa sadar melayang kembali ke momen pertama dia bertemu dengan Christian tiga tahun lalu. Hari itu, dia dan ayahnya sedang berlayar dengan kapal nelayan kecil seperti biasa.

"Ayo kita coba melaut ke area itu hari ini." Daman menunjuk ke arah tenggara dengan jari kasarnya. "Pamanmu menangkap banyak ikan di sana kemarin."

Adina mengangguk, lalu dengan cekatan menyesuaikan arah. Mesin kapal berdengung dengan stabil. Pada usia 19 tahun, dia telah melaut bersama ayahnya selama sepuluh tahun dan sangat mengenal area laut itu.

Sesampainya di tempat tujuannya, Adina berdiri di haluan kapal dan mengamati laut untuk mencari ikan. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang mengambang di kejauhan.

"Ayah, sepertinya ada sesuatu di sana!" serunya sambil menunjuk sesuatu yang mengambang itu.

Daman menyipitkan mata dan memandang ke arah itu. Kemudian, raut wajahnya langsung berubah. "Gawat! Sepertinya itu orang!"

"Serius?" Jantung Adina berdebar kencang. Dia segera menyesuaikan arah dan mendekati orang itu. Saat jarak mereka makin dekat, dia akhirnya bisa melihat dengan jelas. Itu memang adalah orang.

Itu adalah seorang pemuda yang mengenakan jaket pelampung dan mengambang telentang di atas permukaan laut. Wajahnya pucat pasi dan matanya terpejam. Hanya gerakan dadanya yang naik turun dengan pelan yang menunjukkan bahwa dia masih hidup.

"Ayah, dia masih hidup! Ayo selamatkan dia!" Adina menoleh ke arah ayahnya dengan ekspresi penuh kecemasan.

Daman mengerutkan kening dan jelas memiliki pertimbangan.

"Siapa tahu asal-usul orang ini? Gimana kalau dia itu penumpang gelap atau buronan? Kita bisa berada dalam bahaya."

Adina menatap wajah pria itu. Meskipun dia terlihat sangat pucat dan rambutnya yang basah menempel di dahinya, itu tidak mengurangi sedikit pun ketampanannya. Dia adalah pria paling tampan yang pernah dilihat Adina selama 19 tahun ini. Dia bahkan jauh lebih tampan daripada bintang film yang dia lihat di drama.

"Ayah! Dia nggak kelihatan kayak orang jahat. Kita selamatkan dia, ya?" pinta Adina sambil menyatukan kedua tangannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 100

    Hera tidur sampai terbangun secara alami. Dia berbaring di tempat tidur cukup lama sebelum perlahan-lahan keluar dari balik selimut.Rambut panjang berwarna merah anggur Hera terlihat acak-acakan. Dia meregangkan badannya dan tali bahunya pun melorot di kulit mulusnya. Separuh bahunya yang seputih salju terpampang di luar. Bahunya dihiasi beberapa bekas ciuman yang terlihat mencolok di kulitnya yang putih.Semalam, Hera dan Robin bergulat hingga larut malam sebelum akhirnya berhenti. Anak muda memang berbeda. Selain berstamina tinggi, setelah diberi sedikit instruksi, mereka langsung paham, juga dapat mengembangkannya.Hera mengikat rambutnya, lalu keluar dari kamar tidur tanpa alas kaki dengan masih mengenakan gaun tidurnya. Begitu keluar, dia langsung mendengar bunyi dentingan spatula dan aroma samar telur goreng."Harum banget!"Mengikuti aroma itu, dia menemukan Robin sedang menggoreng telur dengan mengenakan celemek merah mudanya."Kak, kamu sudah bangun?" Robin menoleh dan tersen

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 99

    Yunita menunduk dan tidak menyahut. Melihat tampangnya itu, Sarah juga tidak tega memarahinya lagi. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, Sarah tiba-tiba teringat foto itu dan berkata, "Oh iya, ada sebuah hal yang nyaris kulupakan. Ada selembar foto yang jatuh keluar dari tas nenek sihir itu. Gadis di foto itu mirip banget sama Nyonya Finella!"Langkah Yunita terhenti sejenak. Dia langsung menoleh dan bertanya, "Apa katamu? Nyonya Finella?""Emm, gadis itu mirip banget seperti Nyonya Finella, terutama sepasang matanya yang begitu jernih dan berkilau."Tidak heran juga Sarah langsung mengenalinya. Finella memiliki wajah yang sangat mudah diingat."Coba ceritakan dengan lebih spesifik lagi." Yunita bertanya sambil mendekat, "Apa isi foto itu?"Sarah berpikir sejenak. "Foto itu terlihat cukup tua. Lingkungannya mirip desaku. Nggak, kayaknya bahkan lebih miskin dan terbelakang daripada desaku. Gadis itu baru berusia sekitar 17-18

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 98

    Pelipis Yunita tidak berhenti berdenyut, tetapi dia tetap bersikeras berkata, "Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku akan anggap aku lagi sial, kalian nggak perlu ganti rugi. Sekarang, cepat tinggalkan tempat ini!"Sarah memanfaatkan pertengkaran itu dan menyelinap ke belakang, lalu mengambil tas Jenny yang diletakkan di atas meja kopi. Setelah itu, dia membuka tas itu dan menuang keluar isinya. Ada setumpuk barang gratis yang berhamburan keluar, termasuk syal Hermes itu."Ini syalnya!"Saat hendak mengambil syal itu, mata Sarah menangkap sebuah foto lama yang jatuh di atas meja. Itu adalah foto seorang gadis remaja yang berusia sekitar 18-19 tahun.Gadis itu terlihat sangat cantik, bagaikan bidadari yang turun ke dunia fana dan sama sekali tidak cocok dengan lingkungan kumuh di sekitarnya. Namun, kenapa gadis itu terlihat familier?Sebelum Sarah sempat bereaksi, Jenny sudah menerjang ke arahnya dan mendorongnya."Dasar anak nggak berpendidikan! Beraninya kamu geledah tasku! Aku ak

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 97

    "Mikkel dan kamu sudah pacaran tujuh tahun, tapi kamu malah mau lapor polisi untuk menghancurkannya hanya karena uang sesedikit itu!" umpat Jenny.Sarah mengejek, "Cih! Kalau cuma sedikit, kenapa kamu nggak bayar? Sudah nggak bayar, kamu masih berani bersikap searogan ini!"Jenny memelototi Sarah dan berseru, "Apa urusannya itu denganmu? Kamu itu cuma orang luar! Memangnya kamu punya hak untuk ikut campur?"Sarah memutar bola matanya. "Dasar nenek sihir! Orang luar di sini itu kamu dan putramu!""Lagian ...." Sarah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Kamu itu juga pencuri!""Apanya yang pencuri? Apa yang kucuri?" Kerutan di wajah Jenny terlihat makin jelas lagi karena marah. "Jangan asal bicara! Dasar anak nggak berpendidikan!"Sarah juga sudah sepenuhnya marah karena dimaki. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Kamu sudah curi syal Hermes Yunita!""Omong kosong!" Jenny mengentakkan kaki dengan marah. Jarinya hampir menusuk hidung Sarah. "Memangnya aku begitu nggak ada kerjaan sam

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 96

    Yunita berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Ini apartemen sewaanku, kenapa aku nggak boleh kembali?"Jenny masih berujar dengan percaya diri, "Memangnya kenapa kalau ini apartemen sewaanmu? Berhubung kamu sudah pindah keluar, jangan harap kamu bisa kembali lagi."Yunita mencibir, "Boleh saja kalau mau aku pindah, tapi kalian harus kembalikan uang sewanya dulu kepadaku. Aku sudah bayar uang sewa enam bulan terakhir dan masih ada sisa tiga bulan. Totalnya 18 juta.""Selain itu, putramu masih berutang setengah biaya sewa sebelumnya, yaitu 9 juta. Mengenai tagihan listrik, air, dan yang lain, aku malas menghitungnya dengan kalian. Kalian bayar saja aku 27 juta."Sarah mengingatkannya, "Yunita, jangan lupa sama uang deposit.""Oh iya, aku hampir lupa. Karena aku sudah nggak tinggal di sini lagi, nggak seharusnya juga aku yang bayar uang depositnya. Jadi, kalian juga harus kembalikan uang deposit sebesar 20 juta itu. Totalnya jadi 47 juta."Yunita mengeluarkan ponselnya dan membuka

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 95

    Gadis itu mengambil hot pot yang telah dibungkus dari tangan pemilik toko, lalu hendak pergi.Melihatnya hendak pergi, Mikkel buru-buru meraih bahunya. "Tunggu! Berhenti!"Gadis itu seketika berteriak ketakutan dan wajahnya terlihat panik. "Mau apa kamu?"Mikkel akhirnya melihat jelas wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jayleen. Baru saja Mikkel hendak melepaskan gadis itu, kejadian ini kebetulan disaksikan oleh pacar si gadis yang sedang membeli teh susu di sebelah. Dia pun meletakkan teh susunya dan bergegas menghampiri pacarnya, lalu mendorong Mikkel."Apa-apaan kamu!"Mikkel yang lengah pun terdesak mundur beberapa langkah. Hal ini membuat banyak pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan keributan. "Mikkel! Kamu baik-baik saja?" Jenny bergegas menghampiri Mikkel dan menopangnya.Mikkel mengusap bahunya yang sakit, lalu memelototi pria yang mendorongnya.Jenny memelototi pasangan itu. "Apa-apaan kalian? Kalau putraku terluka, aku pasti akan lapor polisi untuk tangkap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status