Share

Tentang Kita
Tentang Kita
Penulis: Dhona Aliqhiya

~Perpustakaan~

Alifia Nadira seorang gadis yang berumur lima belas tahun yang baru saja melewati masa MPLS disekolah barunya. Hari ini merupakan hari pertamanya memulai pembelajaran namun sejak awal ia sudah menarik banyak pasang mata, selain wajahnya yang cantik sifatnya yang ceria membuatnya makin populer terutama dikalangan para senior.

Pia melebarkan senyumannya kala melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan jas biru dongker dan rambut yang tertata rapi menambah kesan plus pada pria tersebut.

“Kak Glen!” pekik Pia girang.

Galen Fikri Alamsyah, Ketua Osis yang ia kenal bersama Chika. Chika mengatakan pada dirinya bahwa Glen merupakan Kakak kelasnya saat SMP.

“Loh Pia? Gak masuk kelas?” Pia menggeleng, sebenarnya ia sendiri juga tak tahu dimana kelasnya berada.

“Gue gak tau kelasnya Kak,” jawab Thiya sembari menunjukkan deretan giginya.

Glen terkekeh mendengar jawaan gadis tersebut.”Lo kan bisa liat papan mading didepan.”

Lagi-lagi gadis itu menggeleng.” Males ah, rame.”

“Kan bisa nyalib, gue yakin langsung dapet jalan,” jawab Glen menaik turunkan alisnya.

Aaah, Pia mengerti. Ia menepuk dahinya pelan tak terpikirkan cara tersebut. Sedangkan Glen yang melihat tingkah polos Pia hanya bisa mengacak puncak kepala gadis tersebut membuat Pia cemberut kesal karena rambutnya menjadi berantakan.

Sejak awal ia membimbing Pia di masa MPLS ia tak begitu tertarik pada gadis itu meskipun Pia sudah terkenal karena wajah cantiknya dan berpikir bahwa gadis itu anak yang sombong namun ternyata ia salah, saat Chika mengenalkan Pia pada dirinya ia tahu bahwa Pia merupakan gadis biasa yang polos dan ceria.

Mungkin sejak saat itu Glen menaruh rasa pada Pia, namun ia masih harus memantapkan perasaannya. Glen harus berusaha untuk menjalin pendekatan dengan gadis itu agar cintanya tak bertepuk sebelah tangan, yah setidaknya ia berharap bahwa Pia mengetahui perasaannya.

“Sebenernya gue juga nyari Chika, semalem udah chat dia buat nunggu di gerbang sekolah biar bisa masuk kelas bareng tapi Chikanya gak ada.”

Glen tertawa kecil.”Ya jelas Chika gak ada disana, lo liat ini jam berapa.”

Pia melakukan hal yang disuruh oleh Glen, ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.”Masih jam setengah tujuh kurang kok.”

“Chika itu tipikal orang yang gak suka telat, menurutnya kalo sudah jam setengah tujuh dia udah telat, jadi dia selalu dateng sebelum jam segitu, yah minimal jam enam sudah harus di sekolah.”

Pia mengedipkan matanya beberapa kali mendengar penuturan Glen, ia lantas tersenyum kecil sebagai responnya terhadap Glen.

“Ayo gue anter ke kelas, tadi Chika udah Chat gue, katanya elo satu kelas sama dia.” Pia mengangguk setuju.

Glen lantas berjalan dihadapan Pia, sebenarnya dalam hati kecilnya ia ingin sekali mengajak gadis itu berjalan beriringan bersamanya, namun pria itu mengurungkannya sebab ia merasa bahwa tidak akan sopan jika dua orang yang baru saling kenal selama beberapa hari sudah berjalan berdampingan, terlebih lagi ia menaruh rasa pada gadis itu dan ia tak tahu apa yang dipikirkan gadis itu terhadap dirinya nanti.

Sedangkan Pia memandang punggung belakang Glen yang hampir menjauh, gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menarik panjang nafas dan menghembuskannya, ia lalu mengeratkan pegangan tangannya pada tas yang ia sandang dan melangkahkan kakinya mengikuti langkah Glen, tak lupa dengan senyum lebar nya.

***

Pia berjalan menuju kantin bersama Chika, gadis itu sedari tadi tak berhenti membuntuti Chika layaknya anak ayam yang selalu mengekori induknya. Sedangkan Chika sendiri tak keberatan akan hal itu, Sejak dulu ia merupakan orang yang sangat pemilih terutama dalam pertemanan, gadis itu tak bisa sembarangan memilih teman sebab ia pernah trauma karena masa lalu pertemanannya dulu.

Namun dari awal bertemu Pia, Chika tahu bahwa ia merupakan gadis yang baik oleh karena itu ia berteman dengannya. Chika sendiri sangat senang menemukan teman seperti Pia, selain cantik ia juga orang yang tulus, memang benar bahwa kita tak bisa menilai orang hanya karena wajahnya.

Hanya karena wajahnya cantik bukan berarti ia baik, namun Pia itu berbeda dan ia senang akan hal itu. Lagi pula gadis itu tak pernah menyombongkan wajahnya meskipun ia sadar bahwa dirinya memang cantik, karena menurutnya sendiri masih ada langit di atas langit.

Sesampainya dikantin mereka berdua sudah diserbu dengan ajakan para siswa dan siswi disana untuk duduk bersama, Chika sendiri tak segan untuk menolak mereka dengan tegas sedangkan Pia hanya bisa tersenyum tak enak pada semuanya.

“Itu Pia kan? Gila cantik banget, ajak duduk bareng yuk.”

“Eh itu si Pia kan? Beneran kayak bidadari ya.”

“Iya, udah cantik baik lagi.”

“Pia duduk bareng yuk.”

GAK!” tolak Chika keras, wajahnya juga sangat dingin.

“Itu siapa sih?”

“Chika, katanya mereka temenan dari MPLS kemaren.”

“Kayak langit dan bumi ya. Maksud gue cantik sih, tapi gak sebaik Pia.”

“Iya sifatnya itu loh, beda bengt. Sombong.”

“Gue dulu satu SMP sama dia tapi dia dari dulu emang begitu, suka milih-milih teman. Makanya dia gak ada yang mau deketin dia dulu.”

“Kasian, padahal kalah cantik sama Pia, tapi selera milih temennya tinggi banget, pasti gak punya teman kan dulu.”

“Ada sih satu, kalian tau Kak Glen kan, Ketua osis yang bimbing MPLS kemaren.”

“Kyaaa! Kak Glen ganteng deh. Emang kenapa?”

“Dari SMP Chika udah deket sama Kak Glen, kemana-mana selalu ngikutin Kak Glen.”

“Cih centil amat.”

Sudah cukup, sedari tadi Chika diam saja, ia masih bisa bersabar dengan bisikan-bisikan tersebut, toh mereka tak tahu dirinya namun ia tak bisa terima jika ada yang mengatakannya centil atau apalah. Mereka pikir ia tidak tahu kalau mereka ingin dekat dengan Pia karena maksud tertentu?

Pia sendiri juga mendengar hal itu, ia menatap Chika dengan tak enak namun sepertinya gadis itu tak mempermasalahkan hal tersebut. Ia mengerti bahwa temannya ini merasa tak enak tentang dirinya namun ia tak peduli akan hal tersebut mereka bisa menganggap dirinya memilih selera yang tinggi karena mereka tak tahu-apa tentang dirinya.

Mereka tak tahu saja apa akibatnya jika memancing kemarahan Chika, saat ini mereka perlu dibungkam agar tak mengganggu dirinya terutama Pia. Chika menggebrak meja nya keras membuat semuanya terkejut terutama Pia yang duduk dihadapannya, Chika tersenyum pada dirinya membuat Pia, gadis itu nampak menghela nafasnya panjang.

“EKHEM!” Chika berdeham kuat sembari memandangi semua orang satu persatu, dan gadis itu lantas tersenyum.

“Kalo bisa ngomongin orang jangan sampe kedengeran sama orangnya ya, kan sayang kalo muka cantik dan gantengnya bonyok. Yaaah mumpung sekarang gue masih sabar sih,” ucap Chika sambari mengusap kedua tangannya satu sama lain, ia yakin mereka semua mengerti maksudnya.

 Benar saja Semuanya lantas terdiam, lagi pula memang sudah sepantasnya ia angkat bicara jika mereka tak bisa mengerti arti diam nya. Sedangkan Pia yang tak mengerti apa-apa hanya memandang Chika tak enak, ia merasa bahwa ini adalah salahnya, oleh sebab itu ia merasa harus mencairkan suasana agar tak terlalalu canggung begini.

“Ahahahahaahahaha, becandanya lucu ya, aduh panas. Es nya habis. Chika ke perpus yuk gue mau baca buku yang kemaren gue baca,” ucap Pia menarik cepat tangan gadis itu.

“DADAH SEMUA LOVE YOU ALL, BYE BYE!” pekik Pia sembari melambaikan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya menarik tangan Chika.

Sesampainya di depan perpustakaan Pia melepas pegangannya pada Chika, ia tersenyum lebar menampilkan deretan giginya dihadapan gadis itu membuat Chika sedikit kesal karena gadis ini terlalu polos, ia tahu bahwa gadis itu merasa semuanya salah dirinya dan tidak ingin membuat suasana menjadi canggung, tapi bisakah gadis dihadapannya ini mengerti bahwa itu bukan salah nya? Sudah sepantasnya mereka semua dibungkam, astaga.

“Ngapain lo pergi? Katanya laper?”

“Ahahahaha, itu, aaaa, eemm, nah iya mau baca buku.”

“Yang kemaren lo baca?” Pia tersenyum lebar sembari menganggukkan kepalanya.

“Sejak kapan?”

“Hah?”

“Ya maksud gue, sejak kapan lo baca buku itu ke-ma-rin?” tanya Chika menaik turunkan alisnya, membuat Pia sadar bahwa ini hari pertama mereka masuk sekolah. Ia menepuk dahinya pelan merutuki kebodohannya.

“Ahahahahahahaha.” Pia tertawa canggung, ia mengibaskan tangan kanannya guna mengipasi wajahnya.

“Panas ya, ayo baca bukunya.” Pia segera berlari ke deretan rak buku membuat Chika hanya bisa terkekeh melihat tingkah polos Pia.

“Pia awas!” teriak Chika.

Pia yang tak memperhatikan jalan karena matanya terpejam merutuki kebodohannya, lantas tersadar. Gadis itu kehilangan keseimbangan karena kaget melihat pria yang sibuk mencari buku, nampaknya pria itu juga tak menyadari kehadiran Pia dan alhasil gadis itu menabrak tubuh pria itu dari samping membuat keduanya terjatuh.

Pia terjatuh diatas tubuh pria itu dengan posisi tengkurap sedangka pria itu terjatuh dalam posisi telentang. Pia yang tidak merasakan apapun lantas membuka matanya yang terpejam ia terkejut saat bertatapan langsung dengan seorang pria, hidung mereka hanya menyisakan jarak satu centi membuat keduanya bisa merasakan deru nafas masing-masing.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status