Share

Bab 6

last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-29 17:09:07

"Selamat ya, Bu. Ibu hamil. Sudah tujuh minggu."

"Haa? Apa, Dok? Aku hamil?" Laras tak percaya dengan apa yang dikatakan dokter yang memeriksa perutnya secara manual.

Iya, kita USG dulu, ya, Bu."

"Dokter serius? Istri saya benaran hamil?" Ibra ikut kaget, tapi ada bahagia tergugat dari wajahnya.

"Iya, Pak. Mana mungkin saya berbohong. Selamat ya, Pak."

Kinara ikut pun ikut bahagia mendengar bahwa dia akan jadi kakak.

Ibra memutuskan mengantar Laras ke rumah sakit selepas pingsan ketika memasak di dapur tadi pagi. Awalnya, Laras menolak, tapi Ibra terus memaksa. Apalagi wajah Laras terlihat begitu pucat.

"Saya pesan 'kan sama bapak dan ibu agar lebih menjaga kandungan kali ini, agak lemah. Untuk ibu jangan sampai banyak pikiran juga."

"Bapak juga bantu ibu agar dia tidak banyak pikiran. Kalau tidak kasihan sama calon bayi di kandungannya."

"Baik, Dok."

Dokter Irda pun meresepkan obat penguat serta vitamin tambahan untuk Laras.

"Aku tidak perlu di papah, Mas!" Laras berusaha melepaskan dirinya.

"Kenapa? Kamu itu masih lemas, Dik."

"Please, lepasin aku bilang!" Suara Laras sedikit meninggi, tatapannya pun tajam. Ibra tal bisa berbuat banyak selain menuruti keinginan Laras.

"Mama pegangan sama Nara aja, sini, Ma!" tawar Kinara tak lama Ibra melepaskan pegangannya.

"Makasih, Nak."

Di dalam perjalanan sesekali Ibra melirik ke arah spion atas, berharap beradu pandang dengan Laras meski lewat pantulan cermin. Namun, hasilnya nihil. Laras sama sekali tidak peduli dengan gerak-gerik Ibra. Dia hanya menatap arah luar jendela.

"Pa, papa jangan pergi-pergi lagi, ya. Lihat tuh, mama sekarang lagi sakit, ada dedek bayi. Nara tidak mau mama sakit," celetuk Kinara yang duduk di samping kursi kemudi.

"Iya, Nak. Papa akan siaga merawat kamu juga mama. Tapi, papa juga harus cari kerja di sini, kalau tidak kita makannya pakai apa?"

"Hmm ... iya juga, ya. Nara jadi bingung gimana ngerawat mama. Apalagi kalau Nara pergi sekolah, pasti mama sendirian di rumah."

"Kita doakan biar mama cepat sehat lagi, ya, Nak."

"Ya Allah, Nara mohon sembuhkan mama ya Allah." Kedua tangannya langsung menadah berdoa pada sang Pencipta.

Di kursi belakang, air mata Laras sudah luruh tanpa jeda mendengar doa yang dipanjatkan anak pertamanya.

***

"Mas, ibu 'kan tetap kekeuh tinggal di rumah tuanya, di sana juga ada mbok Ratih. Apa sebaiknya aku ikut kamu aja ya, apalagi ini sudah lima tahun kita seperti ini," pinta Laras kala dia mendengar bahwa Ibra sudah naik jabatan supervisor.

Posisi jabatan yang semakin bagus, Ibra pun membelikan Laras sebuah rumah di sebuah komplek setengah jam dari rumah ibunya Laras. Namun, Laras punya pendapat lain, ingin ikut Ibra ke Jakarta.

"Jangan dulu, Dik. Sekalipun kamu ikut, bakal sering mas tinggal juga. Soalnya kerjaan mas sering keluar kota follow up. Kamu tahun sendiri 'kan kerjaan mas di area, tidak seperti pegawai kantoran yang cuma stay dari pagi sampai sore di kantor dan tidak juga keluar kota."

"Tapi, aku sudah kesepian, Mas. Apalagi kita sudah lama jarak jauh seperti ini. Dulu, okelah, aku bisa maklumi karena masih di rumah ibu. Sekarang 'kan ada mbok Ratih. Percuma juga beli rumah, kalau yang tempati cuma aku sama Kinara berdua aja."

"Nantilah, ya, tunggu Kinara agak gedean dikit. Pas dia sudah sekolah, ya!"

Lamunan Laras dalam perjalanan rupanya mengingatkan kembali apa yang terjadi di lima tahun silam.

"Aku paham sekarang, kenapa kamu kekeuh melarang aku ikut, Mas," ucapnya dalam hati.

***

Tengah malam, kala Laras sudah tertidur dengan lelap, Ibra mengambil kesempatan untuk menelepon Annisa yang sejak tadi menghubunginya puluhan kali dan mengirim pesan tapi tidak digubris sama sekali oleh Ibra.

"Kamu ke mana aja sih, Mas? Daritadi telepon aku nggak di angkat, pesan aku nggak dibalas, jangan 'kan dibalas, dibaca pun nggak. Oh aku tahu, pasti kakak maduku itu yang melarang kamu 'kan. Ngaku kamu, Mas!" Rangkaian umpatan serta tuduhan diutarakan Annisa ketika telepon baru tersambung. Tak ada basa-basi sama sekali, atau sapaan manja seperti biasa dia lakukan.

"Udah ngomelnya, Sayang? Udah selesai nuduh akunya?"

"Nggak usah pakai sayang-sayangan lah, Mas. Kalau sekarang hati kamu cuma untuk mbak Laras. Aku bukan nuduh, kenyataannya memang seperti itu 'kan. Jujur aja lah kamu, Mas!" serang tak henti. Dadanya sudah naik-turun menahan emosi sejak tadi.

"Sayang, dengerin dulu. Aku punya alasan. Kamu jangan asal nuduh aja."

"Halah ... kamu pinter ngeles, Mas."

"Ya sudah, tenangin dulu diri kamu. Kalau udah baru aku jelasin."

Mendengar pernyataan demikian, Annisa pun tak bersikeras seperti di awal teleponan.

"Iya, iya, apa? Alasannya apa?"

"Begini, aku minta kamu jangan berkecil hati dulu. Ini hanya sementara, ingat, hanya sementara."

"Apa sih, Mas. Sebutin aja, nggak perlu ada kata-kata pembukaan segala!" ketus Annisa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Respati
itu makanya hubungan jarak jauh dilarang agama, dosa juga istri pertamanya klo mengacuhkan suami, apapun alasannya lelaki yang sudah menikah membutuhkan istri disisinya setiap dibutuhkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 63

    "Iya, tapi saya kurang tahu apa isinya, karena privasi."Dua hari lalu, Ibra memang menitipkan surat tersebut pada petugas."Kalau boleh tahu siapa yang menjemputnya, Pak?""Tidak ada, Mbak. Tidak ada yang menjemput.""Begitu, ya. Hmm ... apa bapak menanyakan di mana rumah papa saya?""Tidak, Mbak.""Baik lah, Pak. Terima kasih. Maaf sudah menganggu."Kinara berjalan tak berdaya menuju area parkir.Saat sudah di dalam mobil barulah dia membuka surat yang diberikan pak Mulyono tadi. Dan, setelah dibuka, rupanya ada beberapa tiga lembar kertas.Surat yang berisikan permintaan maaf Ibra karena sudah menyakiti Laras, Kinara, dan Arkana. Panjang lebar dia tuliskan dan di lembar terakhir rupanya ada surat kuasa, dia menyerahkan kuasa pada Arkana untuk menjadi wali nikahnya minggu depan."Maafkan, aku, Pa ...." teriaknya sembari menundukkan kepalanya di stir mobil.Tiba-tiba air mata Kinara lolos deras dari bola matanya yang indah."Gimana, Ki? Apa kata papamu?" desak Laras saat dia baru saja

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 62

    Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 43Arkana mengemudikan mobil sportnya dengan kecepatan lumayan kencang. "Bro, gue titip absen ya!" titahnya pada Gio, teman yang bisa dikatakan cukup dekat dengannya. Arkana menghubungi Gio saat mobil yang dikemudi sudah terparkir."Kemana lu? Tumbenan mau cabut di kelasnya bu Rania?""Ada urusan lah pokoknya. Titip, ya!""Iya, kalau bisa. Kalau enggak ya takdir lu terdaftar absen."Setelah menutup sambungan telepon, Arkana menaruh ponsel canggihnya itu ke dalam tas kulit model salempang.Dengan sigap dia berjalan menuju ruang untuk melapor."Pak, bisa kah saya bertemu dengan bapak Ibra?" tanya Arkana tanpa basa-basi saat petugas menanyakan maksud kedatangannya."Tapi antri ya, Dik. Soalnya tadi bapak Ibra sudah ada yang besuk. Kalau boleh tahu adik siapanya?""Kira-kira berapa lama antrinya, Pak? Saya ... saya ... anaknya, Pak." Arkana memang ragu menjawab, entah apa yang membuat dia ragu walaupun beberapa detik kemudian dia tegas menjawab

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 61

    Laras, Bryan, dan Liana hampir berdiri dengan serentak saat Ibra ingin kembali di bawa ke luar ruang sidang."Jangan berbangga hati kamu, Laras. Ini bukanlah akhir selagi aku masih hidup." Tatapan dendam itulah yang tersirat saat mantan suami ini saling bertatapan."Dan, kamu Bryan. Jangan menjadi manusia sok suci. Kamu tak lebih dari pengkhianat ulung. Jangan terlalu berbangga diri karena mereka memilihmu. Ingat! Suatu saat nanti, jika anak itu butuh aku, jangan harap." Tak hanya pada Laras, Ibra juga mengancam Bryan. Entah apa maksud dari yang diucapkannya itu. "Semoga kamu memanfaatkan waktu untuk bertaubat, Mas!" ucap Liana. Sisi lain, dia juga prihatin dengan kondisi yang menimpa Ibra. Sedikit banyaknya, dengan apa yang terjadi, tentu dia masih bersalah dengan apa yang dia perbuat. Kalau bukan karena dirinya, pasti perjalanan yang ditempuh tidak akan se-runyam dan menyakitkan seperti ini."Ck! Kamu Liana. Jangan pikir saya lupa apa yang kamu perbuat. Apa yang kamu hancurkan, sam

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 60

    Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 42"Tenang, Bry. Jangan pikir macam-macam dulu." Bryan kemudian menepis yang ada dalam pikirannya.Setelah menghela napas panjang, Bryan pun melanjutkan langkahnya menuju meja administrasi. Dia memesan kamar VVIP pokoknya demi kenyamanan Kinara. Lagian sejauh ini, uangnya juga tidak seberapa dibanding rezeki yang dia peroleh."Mama!" sentak Laras saat mendapati mertuanya datang ke rumah sakit."Kenapa bisa begini, Ras?" lirih Yati.Yati pun mencium kening Kinara sembari menangis. Untung Kinara masih lelap dalam tidurnya. Pedih juga bagi Yati mendapat kabar dari Bryan. Tadi, saat Laras ke ruangan dr. Rani, Bryan memutuskan untuk memberi kabar pada mamanya."Mama kok bisa tahu?" tanya Laras heran."Bryan yang nelpon. Kenapa kamu tidak kasih tahu mama, Ras?" Mereka berdua agak berjarak berdiri dari ranjang pasien yang ditiduri Kinara. Takut dia terjaga."Panjang ceritanya, Ma. Tapi aku bersyukur kalau Kinara selamat.""Kamu juga tadi kata Bryan

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 59

    "Iya, boleh, Bu?" tanyanya lagi."Tidak apa, Ras. Periksa aja, demi kamu juga. Jangan sepele 'kan," tukas Bryan. "E-e, iya, Uda," sahut Laras gugup."Bu, kita usg ya!" titah sang dokter setelah memeriksa."Keluarga Kinara! Keluarga Kinara! Keluarga Kinara!" Rasa gugup tadi berubah saat Laras mendengar seruan itu. "Bentar, Dok. Saya seperti mendengar seruan panggilan untuk keluarga Kinara. Kamu dengar nggak, Uda?""Keluarga Kinara ... Keluarga Kinara ....""Iya, Bu. Itu panggilan untuk keluarga Kinara," jawab sang dokter. "Saya lihat anak dulu, Dok. Makasih, Dok." Laras yang sudah beringsut turun dari ranjang pasien dari pertama kali mendengar seruan itu berlari keluar ruangan."Nanti saya dan istri ke sini lagi, Dok. Makasih sebelumnya, Dok.""Baik, Pak."Bryan pun menyusul Laras kemudian."Aku sangat menyayangkan dia menyembunyikan sesuatu," gumam sang dokter sembari menggelengkan kepalanya."Bu ... Bu ... Bu ... tunggu!" seru Laras saat melihat petugas IGD ingin masuk ke dalam."

  • Terbongkar Setelah 10 Tahun Pernikahan   Part 58

    Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 41Pintu kamar Kinara akhir terbuka juga saat pak Tony dan pak Budi tidak henti berusaha. Kadang menggunakan tubuhnya, sesekali menggunakan kaki. Puncaknya, saat keduanya menghempaskan tubuh dengan lebih kuat dari sebelumnya. Sampai-sampai lelaki berdua itu hilang kendali dan ikut masuk ke dalam kamar saat pintu kamar terbuka lebar. Napas kedua sopir itu jelas sudah tersengal-sengal, akan tetapi akan gurat puas. Sedangkan Laras berlari sigap bersama Bryan ke dalam kamar. Tak lupa asisten rumah tangga bik Minah dan bik Teti menyusul langkah majikannya dari belakang.Semua pasang mata yang ada di dalam kamar terbelalak bersamaan. Mata mereka tertuju pada obyek yang sama."Kinara ...," pekik Laras saat mendapati anak sulungnya tergeletak. Dia berlari lalu berjongkok, memegang kedua pangkal lengan anaknya. Dia guncang, akan tetapi tidak ada reaksi sama sekali. Ada darah yang membuat hati Laras semakin terasa tersayat. Pergelangan tangan selama

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status