Home / Rumah Tangga / Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO / Bab 2. Rumah Mewah Rasa Neraka

Share

Bab 2. Rumah Mewah Rasa Neraka

Author: Nawasena
last update Huling Na-update: 2025-08-14 14:09:55

Kirana tercengang, hanya bisa menatap Rendra semakin menjauh. Ia tak percaya ternyata lelaki itu bersikap kasar kepadanya.

Kirana segera bangkit berdiri, kembali menyelesaikan pekerjaannya. Begitu lantai ruang tamu mengilap tanpa noda, ia merapikan peralatan kebersihan. Perutnya sudah sejak tadi meronta minta diisi. Ia melangkah menuju dapur, berharap bisa menikmati sarapan walau hanya sepotong roti.

Namun, suara Bu Ratna memanggil dari teras samping menghentikan langkahnya.

“Kirana! Ke sini sebentar!” teriak Bu Ratna lantang.

Kirana mendekat, menahan lelah di kakinya. “Iya Ma.”

“Bereskan taman depan. Rumputnya sudah terlalu panjang, dan bunga di sudut itu perlu dipangkas. Kamu juga buang daun-daun keringnya,” perintah Bu Ratna.

Kirana menelan ludah. Tubuhnya sudah lemas karena belum sarapan, tapi ia tahu tak ada ruang untuk menolak. “Baik, Ma,” jawabnya singkat.

Perempuan itu mulai memangkas tanaman, dan mengumpulkan dedaunan kering ke tempat sampah. Tangannya mulai bergetar kelelahan, keringat mengalir membasahi pelipis, namun setiap kali ia berhenti sejenak, Bu Ratna yang duduk santai di kursi teras langsung berdehem keras.

“Eehh, kenapa kamu diam saja seperti orang bodoh?!” hardik Bu Ratna yang membuat Kirana tersentak.

“M-maaf Ma,” ucap Kirana, segera menyelesaikan pekerjaannya.

Barulah saat matahari condong ke barat, Bu Ratna mengizinkannya beristirahat dan makan. Usai makan Kirana kembali ke kamarnya dengan langkah gontai.

Begitu pintu kamar tertutup, ia jatuh terduduk di tepi ranjang. Rasa letih menyelimuti seluruh tubuh.  Namun, baru juga beristirahat, tiba-tiba pintu kamar terbuka menampakkan Rendra dengan wajah yang bersahabat.

“Mas?!” Kirana tersentak dan segera bangun.

Ia cepat-cepat berdiri, jantungnya berdegup lebih cepat. Matanya menatap tajam namun penuh kecemasan ke arah Rendra. Dia menduga mungkin Rendra akan meminta maaf setelah perlakuan kasar tadi pagi.

Namun, Rendra justru menatapnya semakin dingin dan tajam, membuat nyalinya lenyap seketika.

“Apakah aku melakukan kesalahan?” tanyanya dengan suara gemetar. “Kalau aku salah, maafkan aku. A-aku hanya ingin melakukan yang terbaik.”

Rendra memandangnya diam sejenak, wajahnya sulit terbaca.  Ia menghela napas panjang, lalu berkata, “Aku cuma ingin memberitahu kalau mulai besok kamu tidak perlu pergi bekerja! Jangan risaukan soal uang, keuangan rumah tangga akan mengaturnya untukmu."

Kirana mengangguk pelan. "T-terima kasih."

“Satu lagi, jangan pernah membantah apa yang diperintah mama, atau... aku akan menghentikan pengobatan ibumu.” Usai berkata demikian, Rendra keluar kamar dan menutup pintu dengan kasar.

Kirana hanya diam tak berani menolak. Dalam perjanjian pranikah, Rendra bersedia membiayai pengobatan ibunya yang menderita kanker kelenjar getah bening stadium tiga.

Keesokan paginya, Kirana terbangun lebih awal, sama seperti para pelayan di rumah besar itu. Sebenarnya dia ingin berlama-lama dulu di kamar karena tubuhnya masih terasa lelah. Namun, pintu kamarnya terus diketuk pelayan.

"Nona Kirana! Nyonya Ratna memerintahkan agar Anda segera bangun. Jika Nona tidak bangun, saya bisa dipecat," kata pelayan itu.

Meski tidak bisa melihat raut wajah pelayan itu, Kirana bisa menebak dari nada suaranya jika pelayan itu sedang dilanda kekhawatiran.

"Saya sudah bangun," sahut Kirana.

Dia langsung duduk di tempat tidur, rasa bersalah menyergapnya. Ia tak ingin menyebabkan siapa pun kehilangan pekerjaan karena dirinya. Dengan langkah cepat, ia menuju kamar mandi, membasuh muka dan mencoba menyegarkan diri.

Setelah itu, ia keluar kamar dan disambut pelayan tadi yang menyerahkan sebuah daftar panjang.

"Inilah menu yang harus Non Kirana masak hari ini!"

Kirana mengerutkan keningnya, lalu bertanya, "Menu yang harus saya masak?" ulangnya.

"Benar. Nyonya Ratna sendiri yang menulisnya," jawab pelayan itu.

Kirana membaca daftar itu dengan mata terbelalak. Ada lima menu sarapan, tujuh menu makan siang, dan tujuh menu makan malam. Jumlah yang jauh melebihi kemampuan dirinya yang baru belajar memasak di dapur besar seperti ini.

Rasa lelah dan tekanan langsung menyergap, tapi ia tahu tak ada pilihan lain selain menjalani hari itu sesuai perintah. Ia menarik napas dalam-dalam, bersiap menghadapi hari yang panjang dan melelahkan.

"Nona tenang saja, ada juru masak keluarga ini yang akan menemani!" kata pelayan itu lagi.

Kirana mengangguk pelan, mencoba menenangkan diri meski rasa cemas belum sepenuhnya hilang. Ia tahu, walau ada juru masak keluarga yang akan membantunya, tuntutan untuk memenuhi ekspektasi Bu Ratna tak akan mudah.

Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya dengan seragam dapur rapi masuk membawa nampan berisi bahan-bahan segar.

“Selamat pagi, Nona Kirana. Saya Wanda, juru masak keluarga. Saya akan membantu Nona hari ini.” Juru masak itu menyapa.

Kirana tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegugupannya. “Terima kasih, Bu Wanda. Saya masih belajar, mohon bimbingannya.”

Wanda mengangguk ramah. “Tenang saja, Nona. Kita mulai satu per satu."

Pukul tujuh tepat, makanan sudah tertata rapi di meja makan besar. Semua anggota keluarga juga sudah berada di sana bersiap menyantap menu sarapan pagi itu.

Kirana? Tentu saja tidak ikut bergabung. Ia masih berada di dapur, sibuk membersihkan alat-alat masak yang berantakan setelah memasak tadi. Tiba-tiba, seorang pelayan masuk sambil memanggil.

“Non Kirana! Nyonya Ratna memanggil."

“Memanggil saya?” tanya Kirana.

“Benar, Non. Lekas ke sana atau Nyonya akan semakin murka,” kata pelayan itu.

Jantung Kirana langsung berdegup kencang. Pasti ada sesuatu  yang tidak beres. Dengan langkah ragu, ia menuju ruang makan dan berdiri di dekat meja makan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 7. Tak Bisa Menahan Diri

    “Baik, Pak Alvin. Saya tertarik untuk membicarakan lebih lanjut mengenai proyek ini.”Kirana menekan tombol kirim. Dan seketika, hatinya terasa jauh lebih ringan. Selang beberapa menit, ponselnya kembali berbunyi. Alvin membalasnya dengan cepat.“Terima kasih, Bu Kirana. Saya yakin kehadiran Anda bisa membawa nuansa berbeda untuk proyek ini. Bagaimana kalau kita bertemu langsung di studio saya, besok pukul tiga sore? Lokasinya di Jalan Wijaya No. 18. Saya akan siapkan draft rancangan dan konsep awalnya.”Kirana membaca pesan itu berulang kali. Ada rasa gugup sekaligus antusias. Alvin Reinaldi adalah arsitek muda dengan karya berani, banyak diliput media, dan tidak sedikit perusahaan besar ingin bekerja sama dengannya. Menjadi bagian dari proyek Alvin, adalah suatu kebanggaan baginya. ***Studio arsitektur Alvin Reinaldi terletak di sebuah bangunan dua lantai bergaya industrial. Kirana masuk, matanya melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi maquette bangunan. Senyumnya mengemba

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 6. Nyawa yang Tak Berharga

    "Tolong! Ada yang tenggelam!" teriak salah satu pelayan wanita.Segala pandangan serta merta tertuju ke arah kolam renang. Dalam sekejap, semua orang berkerumun di pinggir kolam, menyaksikan dua sosok wanita yang sedang berjuang di dalam air.Teriakan pelayan itu juga membuat Rendra yang sedang berbicara dengan beberapa tamu, langsung mengarahkan pandangan ke kolam. Dia tidak tahu siapa yang dengan konyol tercebur ke kolam, namun rasa penasaran mendorongnya untuk berlari ke sana.Kedua matanya terbelalak ketika melihat Kirana dan Alisya tengah menggapai-gapai permukaan untuk meminta pertolongan. Tanpa membuang waktu lelaki ini langsung melompat ke kolam.Melihat Rendra mendekat. Kirana merasa ada lega, setidaknya lelaki itu masih peduli padanya. Namun, harapan itu musnah seketika. Rendra berenang melewatinya. Dia sama sekali tidak mengulurkan tangannya ke arahnya.Dengan sigap, Rendra meraih Alisya yang sengaja terlihat lemah dan terkapar, mendekapnya erat, lalu membawanya ke tepi k

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 5. Bermuka Dua

    “Rendra?” Kirana sangat terkejut melihat lelakinya begitu mesra merangkul pinggang ramping perempuan cantik itu.Mereka menghampiri Bu Ratna dan Nadira.“Alisya, lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Bu Ratna dengan nada riang yang jarang Kirana dengar.Alisya tersenyum manis, “Senang sekali bisa datang, Tante.”“Kamu makin cantik dan anggun.” Bu Ratna memuji.“Terima kasih, Tante,” ujar Alisya sopan.“Iya, aku lihat di media sosial, bisnis fashion Kakak juga sukses banget,” kata Nadira dengan nada kagum.“Semua berkat dukungan banyak orang. Dan tentu saja, banyak inspirasi yang saya dapat dari Tante Ratna dulu.”“Ah, Tante cuma kasih saran, yang berbakat itu memang kamu. Tante selalu bilang ke Rendra, kamu ini paket lengkap, cocok sekali buat jadi pasangan Rendra.” Bu Ratna sengaja meninggikan suaranya agar terdengar di telinga Kirana.Sementara Kirana merasa nelangsa mendengar pujian dan perlakuan hangat yang ditujukan pada Alisya. Dia tidak tahu siapa perempuan itu, tapi besar kemu

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 4. Kedatangan Mantan Rendra

    Tak ada jawaban apa pun dari mulut Rendra, membuat Kirana menelan kekecewaannya dan berbalik, hendak meninggalkan ruang kerja itu. Namun baru beberapa langkah, suara Rendra menahannya.“Tunggu!” seru Rendra.Kirana berhenti, perlahan menoleh. Rendra menatapnya sekilas sebelum kembali menatap layar laptop. “Aku sudah transfer sejumlah uang ke rekeningmu. Besok ada acara di rumah, jadi belilah pakaian yang pantas.”Mata Kirana membesar. “Untukku?” tanyanya, hampir tak percaya.Rendra hanya mengangguk.Kirana merasakan dadanya menghangat. Perhatian sekecil itu pun rasanya seperti cahaya di tengah gelap. Ia buru-buru merogoh ponselnya, membuka aplikasi M-Banking, dan benar saja, ada notifikasi uang masuk ke rekeningnya. Jumlahnya cukup besar untuk membeli lebih dari sekadar satu pakaian.Senyumnya merekah, matanya berbinar. Untuk pertama kalinya sejak tinggal di rumah ini, ia merasa sedikit… diperhatikan.“Terima kasih,” ucap Kirana.Sore itu juga Kirana segera keluar untuk membeli pakai

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 3. Bukan Prioritas

    “Ada apa, Ma?” tanya Kirana gugup. Tangannya meremas ujung celemek yang dikenakan.Bu Ratna menatap tajam ke arahnya. “Lihat ini, Kirana,” katanya sambil menunjuk pada mangkuk sup yang tersaji. “Kenapa warna mangkuknya kuning muda? Bukan putih seperti yang kuperintahkan. Apa kamu benar-benar tak paham standar keluarga ini? Kamu memang tidak becus, bahkan hal sepele pun salah.”Kirana hanya bisa menunduk, menahan malu dan sakit hati yang membakar dada.“Maaf, Ma, Kirana salah,” ucapnya.“Lekas ganti dengan mangkuk yang saya mau!” perintah Bu Ratna.“Baik, Ma.”Kirana menarik napas dalam-dalam, lalu berlalu ke dapur dengan membawa mangkuk berisi sup untuk mengganti mangkuk yang salah tadi. Setelahnya segera ia kembali ke meja makan.“Ini, Ma,” ucap Kirana seraya meletakkan mangkuk di meja makan.“Bagus,” ucap Bu Ratna seraya meraih mangkuk berisi sup, lalu menyiramkan isinya ke kepala Kirana.“Akh!” Kirana memekik merasakan kepalanya panas hingga meluber ke wajah dan tubuhnya.“Kau piki

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 2. Rumah Mewah Rasa Neraka

    Kirana tercengang, hanya bisa menatap Rendra semakin menjauh. Ia tak percaya ternyata lelaki itu bersikap kasar kepadanya.Kirana segera bangkit berdiri, kembali menyelesaikan pekerjaannya. Begitu lantai ruang tamu mengilap tanpa noda, ia merapikan peralatan kebersihan. Perutnya sudah sejak tadi meronta minta diisi. Ia melangkah menuju dapur, berharap bisa menikmati sarapan walau hanya sepotong roti.Namun, suara Bu Ratna memanggil dari teras samping menghentikan langkahnya.“Kirana! Ke sini sebentar!” teriak Bu Ratna lantang.Kirana mendekat, menahan lelah di kakinya. “Iya Ma.”“Bereskan taman depan. Rumputnya sudah terlalu panjang, dan bunga di sudut itu perlu dipangkas. Kamu juga buang daun-daun keringnya,” perintah Bu Ratna.Kirana menelan ludah. Tubuhnya sudah lemas karena belum sarapan, tapi ia tahu tak ada ruang untuk menolak. “Baik, Ma,” jawabnya singkat.Perempuan itu mulai memangkas tanaman, dan mengumpulkan dedaunan kering ke tempat sampah. Tangannya mulai bergetar kelelaha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status