Home / Romansa / Terbuang Demi Anak Tiri / Bab 3 – Saatnya Melangkah

Share

Bab 3 – Saatnya Melangkah

Author: Kiara
last update Last Updated: 2025-06-04 16:49:19

Hari-hari setelah itu berjalan seperti biasa, namun hati Nayla tidak lagi sama. Ia mulai menyadari bahwa menunggu keajaiban dari orang-orang yang tak pernah benar-benar melihatnya adalah sia-sia. Bila selama ini ia bertahan hanya karena harapan bahwa ayahnya akan sadar, kini harapan itu mulai memudar. Yang tersisa hanya tekad untuk bangkit—meski sendirian.

Di kampus, Nayla mulai aktif mengikuti kegiatan yang sebelumnya ia abaikan. Ia bergabung dalam tim karya ilmiah, menjadi asisten dosen untuk mata kuliah statistik, dan mulai membangun relasi di luar lingkaran sosial tempat Vania biasa bersinar.

“Eh, Nayla… kamu ikut lomba paper tingkat nasional itu juga ya?” tanya salah satu teman sekelasnya, Alin.

Nayla mengangguk. “Iya, lagi nyusun konsep. Fokus ke topik ekonomi digital.”

“Wah keren! Kalau lolos, bisa magang di kementerian, lho.”

Nayla hanya tersenyum. Ia tak terlalu suka membesar-besarkan hal. Tapi dalam diam, ia tahu—setiap langkah yang ia ambil adalah batu pijakan untuk keluar dari lingkaran yang menyakitkan ini.

---

Sementara itu, Vania mulai merasa gelisah. Nayla tak lagi terlihat seperti gadis menyedihkan yang bisa dipermainkan sesuka hati. Ia masih pendiam, iya. Tapi ada aura berbeda. Lebih percaya diri, lebih fokus. Dan itu membuat Vania merasa tidak nyaman.

Apalagi Reno… Reno jadi lebih sering menyebut nama Nayla.

“Eh, Nayla waktu itu bantu aku banget soal tugas ekonomi mikro. Dia jago banget, ya,” ucap Reno saat duduk bersama Vania di taman kampus.

Wajah Vania mengeras sesaat, tapi cepat ia tutupi dengan senyum. “Iya… Kak Nayla itu tipe pintar diem-diem. Tapi ya gitu, nggak terlalu suka keramaian.”

“Justru itu yang bikin dia beda,” jawab Reno tanpa sadar.

Vania tersenyum palsu. Di dalam hatinya, bara kecil mulai menyala. Ia tak suka kehilangan kendali. Apalagi pada orang yang dulu ia anggap tak punya daya.

---

Malam itu, di rumah, Vania mendatangi Bu Rika dengan wajah dibuat sesedih mungkin.

“Mama… aku kayaknya makin nggak nyaman sama Kak Nayla…”

Bu Rika menoleh. “Kenapa lagi? Dia bikin masalah?”

Vania menghela napas panjang. “Nggak, sih. Tapi… aku ngerasa Kak Nayla itu suka bersikap seolah dia korban terus. Aku jadi serba salah. Bahkan Reno aja kayak mulai berpihak ke dia…”

Wajah Bu Rika langsung berubah. “Oh, jadi Nayla mulai deket-deketin Reno?”

Vania hanya menunduk. “Aku nggak nuduh… tapi ya gitu, Ma. Aku cuma nggak mau Kak Nayla bikin masalah di antara aku dan Reno.”

Bu Rika berdiri. “Udah cukup selama ini dia ngerepotin di rumah. Sekarang mulai ngerebut perhatian orang juga?”

Vania pura-pura menenangkan. “Aku nggak mau ribut kok, Ma. Cuma pengen Mama hati-hati aja…”

---

Malam itu juga, Nayla dipanggil ke ruang tengah.

“Kamu udah dewasa, Nay,” ucap Bu Rika dengan nada sinis. “Harusnya tahu batas. Jangan terlalu ikut campur urusan orang lain, apalagi soal Reno.”

Nayla menatap ibu tirinya tanpa gentar. “Saya nggak pernah ikut campur, Bu. Kalau Reno bicara ke saya, masa saya harus menghindar?”

“Kamu ngerti maksud saya, kan?” Bu Rika menaikkan alis.

Nayla tak menjawab. Ia memilih diam, karena kadang diam lebih lantang daripada seribu kata.

Setelah kembali ke kamar, Nayla menghela napas. Luka lama seperti diiris ulang, tapi kali ini, ia tidak menangis.

Ia membuka buku catatan, menuliskan dua kata besar:

“Prioritasku.”

Di bawahnya, ia menuliskan:

1. Lolos seleksi paper nasional

2. Magang keluar kota

3. Hidup mandiri

Ia menatap tulisan itu lama. “Aku nggak bisa berharap siapa-siapa lagi… Aku harus bisa selamatin diriku sendiri.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Nayla tidak merasa sendirian. Ia merasa kuat. Bukan karena ada yang mendukungnya, tapi karena ia memilih untuk tidak lagi lemah.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terbuang Demi Anak Tiri   bab 17-Bayangan dari Masa Lalu

    Amanda duduk dengan anggun, menyilangkan kaki dan memainkan cangkir tehnya dengan jari-jari runcing yang berlapis kuteks nude. Ia terlihat nyaman, seolah rumah ini sudah dikenalnya lama. Bahkan, ketika Ibu Reno menyodorkan sepiring kudapan, Amanda tersenyum manja dan berkomentar, “Masih enak seperti dulu, Tante. Tante memang nggak pernah berubah.”Tawa ibu Reno terdengar renyah, membuat suasana mendadak lebih akrab... untuk Amanda. Nayla hanya mengamati dalam diam. Ia duduk tepat di sebelah Reno, tapi rasanya seperti orang asing.“Jadi, Nayla kerja di mana?” tanya Amanda dengan nada basa-basi.“Aku masih fokus bantu usaha kecil Ayah di rumah,” jawab Nayla tenang.Amanda mengangguk, matanya menyorot. “Keren ya. Perempuan mandiri yang mau mulai dari nol. Tapi... capek ya?”“Capek itu biasa. Yang penting halal dan dari hati,” Nayla membalas sambil tersenyum.Reno tersenyum kecil mendengar jawabannya, tapi Amanda tidak menyerah. Ia terus menggiring percakapan, menyisipkan masa lalu diriny

  • Terbuang Demi Anak Tiri   bab 16-Kedatangan yang Membuka Luka Lama

    Pagi itu, Nayla sudah terbangun sejak subuh. Ia berdiri lama di depan cermin, memperhatikan wajahnya yang mulai tampak lebih dewasa. Lingkar mata yang dulu tampak gelap kini mulai memudar, digantikan sorot mata yang lebih hidup. Tapi pagi ini, ada keresahan di sana—perasaan asing yang menggigilkan jemari. “Nay,” suara Vania terdengar dari balik pintu. “Aku bantu nyiapin meja makan, ya.” Nayla membuka pintu, tersenyum tipis. “Iya, makasih ya.” Mereka berjalan ke dapur bersama, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tidak ada keheningan canggung di antara mereka. “Kamu deg-degan?” tanya Vania pelan sambil mengambil sendok dan garpu. “Banget,” jawab Nayla jujur. “Bukan karena Reno, tapi keluarganya.” Vania berhenti sejenak. “Kamu pantas buat dia, Nay. Kalau mereka nggak bisa lihat itu… mereka yang rugi.” Nayla menoleh, menatap Vania. Ada ketulusan di mata adik tirinya itu, dan itu membuat hatinya menghangat. “Terima kasih, Van.” “Anggap ini... pengganti semua luk

  • Terbuang Demi Anak Tiri   Bab 15 – Kembali Untuk Menyembuhkan

    Tiga belas jam perjalanan akhirnya membawa Nayla kembali menginjak tanah kelahirannya. Bandara Soekarno-Hatta terasa lebih hangat dari biasanya, mungkin karena kali ini ia pulang bukan sebagai anak yang terbuang, tapi sebagai perempuan yang sudah berdiri di atas kakinya sendiri. Reno menjemputnya di pintu kedatangan. Saat pandangan mereka bertemu, waktu seakan berhenti. Mereka tidak langsung berpelukan. Hanya saling menatap, lalu tersenyum—penuh rindu yang tertahan. “Kamu berubah,” kata Reno pelan. “Jadi lebih dewasa?” “Jadi lebih kuat,” jawab Reno. “Tapi kamu tetap Nayla-ku.” Nayla menatap matanya lekat. Ia ingin percaya, tapi luka-luka kecil dalam hatinya belum sepenuhnya sembuh. --- Di rumah, suasana hening saat Nayla melangkah masuk. Bu Rika berdiri canggung di depan pintu, matanya berkaca-kaca. Sementara Vania duduk di kursi ruang tamu, terlihat berbeda dari terakhir kali Nayla melihatnya—lebih sederhana, lebih tenang. “Selamat datang di rumah, Nay,” kata Bu Rika lirih.

  • Terbuang Demi Anak Tiri   Bab 14 – Ujian dari Jarak dan Waktu

    Sudah hampir enam bulan sejak Nayla meninggalkan tanah air. Di Seoul, ia mulai terbiasa dengan dinginnya musim gugur, ritme belajar yang padat, dan kehidupan mandiri yang menantang sekaligus menyenangkan. Setiap hari, ia menyempatkan diri untuk menulis jurnal, mengabadikan kisahnya, dan tentu saja, menghubungi Reno lewat video call. “Aku baru aja presentasi di depan profesor dari tiga negara, Ren. Gemeteran banget, tapi lancar,” ucap Nayla antusias. Reno tersenyum lewat layar, meski ekspresinya tak secerah biasanya. “Aku bangga banget sama kamu, Nay.” Namun, di balik layar, Reno mulai merasa kesepian. Rutinitasnya tak lagi diwarnai tawa Nayla secara langsung. Kehangatan yang dulu selalu ia temukan dalam pelukan Nayla kini digantikan dengan layar datar dan sinyal kadang putus. --- Di kampus, Reno mulai dekat dengan Alika—mahasiswi baru di jurusan yang sama. Gadis itu ceria, ramah, dan punya cara bicara yang mengingatkannya pada Nayla… setidaknya secara permukaan. “Eh, Ren, besok

  • Terbuang Demi Anak Tiri   Bab 13 – Rahasia yang Tersimpan

    Pagi itu, matahari belum tinggi saat Nayla menerima email penting di ponselnya. Ia baru saja selesai membantu persiapan seminar fakultas ketika Reno memanggilnya. "Nayla! Coba buka email kamu sekarang juga!" Dengan jantung berdebar, Nayla membuka layar ponselnya. Matanya membesar saat membaca baris pertama: > Selamat! Anda lolos seleksi akhir beasiswa pertukaran pelajar ke Seoul University. Tangannya menutupi mulut, nyaris tak percaya. “Aku… lolos?” Reno mengangguk penuh bangga. “Kamu layak dapetin ini. Ini langkah besar.” Nayla merasa hatinya meluap—campuran bahagia dan gugup. Ini impiannya sejak SMA. Tapi kini, saat kesempatan itu datang, ia juga merasa tak ingin pergi dengan meninggalkan segalanya belum tuntas di rumah. “Aku belum tahu harus gimana, Ren… Masih banyak yang belum selesai di rumah.” “Kamu juga berhak bahagia, Nay. Rumahmu bisa sembuh, tapi kamu juga harus punya hidup sendiri.” --- Di rumah, Vania sedang merapikan lemari tua di ruang belakang ketika ia menemu

  • Terbuang Demi Anak Tiri   Bab 12 – Di Antara Penebusan dan Penolakan

    Dua minggu telah berlalu sejak malam itu—malam ketika kebenaran akhirnya muncul ke permukaan. Di rumah Bu Rika, keadaan memang jauh lebih tenang, tapi ketenangan itu belum berarti pulih sepenuhnya. Terutama bagi Vania. Ia mulai melakukan hal-hal kecil: merapikan rumah, membantu memasak, bahkan mencuci piring setelah makan malam. Tapi setiap gerakannya terasa canggung, seolah ada sekat tipis antara niat dan penerimaan. Bu Rika memperhatikan perubahan itu, tapi masih kesulitan bersikap biasa. “Aku bingung harus bilang apa kalau lihat Vania,” keluhnya pada Nayla di dapur. “Biarkan dia membuktikan sendiri, Bu,” jawab Nayla lembut. “Kalau dia berubah karena sadar, bukan karena terpaksa, Ibu pasti bisa lihat bedanya.” --- Di kampus, Vania justru menghadapi medan yang lebih berat. Teman-teman yang dulu memujanya kini menjauh. Gosip video rekayasa yang dulu ia sebar masih bergaung, bahkan setelah kebenarannya terbongkar. “Kamu punya nyali juga datang lagi ke sini,” sindir salah satu te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status