Wala menatap bunga itu, lalu pada Nataya.
Dengan suara yang rendah tapi jujur, ia berkata: “Kalau bunga itu aku yang lempar hari itu... kamu akan tangkap, ‘kan?” Nataya terdiam. Lalu mengangguk pelan. “Aku akan tangkap, Wala.” Pertemuan yang tak direncanakan itu menjadi awal baru. Tidak perlu kata "kembali" atau janji manis yang rumit. Tapi ada ketulusan dan waktu—dua hal yang paling penting bagi hati yang sempat terluka. Hari itu, di antara bunga kertas dan tawa anak-anak, benih itu tumbuh lagi. Lebih pelan, tapi lebih pasti. Dan Nataya tahu, mungkin... mungkin kali ini, ia akan menjaganya baik-baik. Ditemukan di dalam kotak kecil berlapis kayu jati, di antara buku-buku tua di meja kerja Pak Nusantara. Nataya menemukannya secara tak sengaja setelah membantu membersihkan ruang kerja Wala, beberapa hari setelah pertemuan di rumah sakit. Kepada: NatayaMinggu berikutnya, banyak hal berubah. Nataya dan Wala terlihat makin sering bersama, tapi bukan dengan drama... dengan ketenangan yang dewasa. Pak Nusantara mulai meminta Wala ikut dalam beberapa keputusan rumah dan kegiatan sosial, perlahan mengarah pada pengakuan serius. Kaisar yang dulu posesif, kini diam-diam menjaga dari jauh, bahkan kadang menitipkan pesan lucu lewat Narumi. Di hari Minggu sore, Nataya dan Wala berjalan di pasar seni. Mereka tertawa saat membeli lukisan kecil bertuliskan: “Kebahagiaan dimulai saat kamu berhenti takut kehilangan.” Wala menatap Nataya dan berkata: “Kalau suatu hari nanti kamu ragu lagi… baca lukisan ini.” Nataya hanya mengangguk dan menggenggam tangan Wala lebih erat. Hari itu, matahari baru saja menyapa lembut pekarangan rumah keluarga Nusantara, langit bersih, dan
Namun Nataya yang membuka pembicaraan, “Aku pernah bilang ke diriku sendiri, kalau kamu menulis surat itu tiga minggu lebih awal, mungkin aku langsung lari ke pelukanmu.” “Tapi kamu gak lari,” sela Wala, sedikit getir. Nataya tersenyum pahit. “Karena kamu lambat, bodoh, keras kepala. Tapi kamu juga lelaki yang berani menyimpan luka sendiri. Dan aku… aku gak bisa membohongi diri. Suratmu itu, Wala… membuat jantungku sakit sekaligus lega.” Wala menunduk. Suara seraknya keluar tertahan. “Aku takut kamu udah terlalu jauh buat aku kejar.” “Kamu gak perlu kejar kalau aku berhenti di tempat.” Wala menatap cepat penuh harapan. Nataya menyilangkan tangan di dada, lalu berkata dengan senyum samar: “Tapi aku gak suka jadi pilihan kedua. Kamu harus yakin. Harus tahu ke mana kamu melangkah. Kalau kamu m
Wala menatap bunga itu, lalu pada Nataya. Dengan suara yang rendah tapi jujur, ia berkata: “Kalau bunga itu aku yang lempar hari itu... kamu akan tangkap, ‘kan?” Nataya terdiam. Lalu mengangguk pelan. “Aku akan tangkap, Wala.” Pertemuan yang tak direncanakan itu menjadi awal baru. Tidak perlu kata "kembali" atau janji manis yang rumit. Tapi ada ketulusan dan waktu—dua hal yang paling penting bagi hati yang sempat terluka. Hari itu, di antara bunga kertas dan tawa anak-anak, benih itu tumbuh lagi. Lebih pelan, tapi lebih pasti. Dan Nataya tahu, mungkin... mungkin kali ini, ia akan menjaganya baik-baik. Ditemukan di dalam kotak kecil berlapis kayu jati, di antara buku-buku tua di meja kerja Pak Nusantara. Nataya menemukannya secara tak sengaja setelah membantu membersihkan ruang kerja Wala, beberapa hari setelah pertemuan di rumah sakit. Kepada: Nataya
Semua mata tertuju padanya. Kaisar menegang. Narumi tampak terkejut tapi tetap tenang. “Wanita itu Narumi bukan siapa-siapa! Dia memalsukan identitasnya! Dia memalsukan tes DNA demi bisa masuk ke keluarga Dewangga dan menikahi Kaisar!” Kejutan menyapu seluruh ruangan. Beberapa tamu bergumam. Tapi sebelum Nayla melangkah lebih jauh... Dewa maju ke depan. Suaranya dingin, namun mengandung ketegasan yang membuat ruangan terdiam. “Cukup, Nayla.” Ia melambaikan tangan, dan layar LED utama memutar rekaman CCTV saat Nayla mendekati rumah sakit dan menyuap salah satu staf medis, serta bukti digital hasil forensik yang menunjukkan upaya peretasan data DNA Narumi. “Semua yang kau tuduhkan adalah hasil rekayasa—dari pihakmu,” tegas Dewa. Bu Hermina, dengan suara tajam, berkata, “Kau tidak hanya mencemarkan nama Narumi, tapi mencemarkan nilai keluarga kami. Kau akan bertanggung jawab.”
Setelah gagal menyusup dan menggoyahkan hubungan Narumi dan Kaisar selama honeymoon, Nayla tidak menyerah. Justru, kekalahan itu membakar api baru dalam dirinya.Ia duduk di sebuah kamar hotel kelas atas di Bali, menatap layar ponselnya yang penuh dengan pemberitaan tentang pernikahan Narumi. Gambar-gambar bahagia, wajah Narumi yang bersinar dalam balutan kebaya pengantin, Kaisar yang memeluknya dengan tatapan penuh cinta — semua itu menusuk matanya."Narumi..." bibir Nayla menggumam penuh kebencian. "Kenapa semua kebahagiaan itu milikmu? Padahal akulah yang punya semuanya lebih dulu..."Kepalanya dipenuhi dengan masa lalu — ketika ia masih menjadi pusat perhatian di kampus, sahabat dekat Narumi, lalu… secara licik, merebut Tryan hanya karena tidak tahan melihat Narumi dicintai.Namun yang dia dapatkan? Tryan yang hampa dan hubungan yang hancur.Kini, Narumi bahkan menjadi anggota keluarga Dewangga, istri pewaris Kaisar Gumilar, dan hidupnya viral sebagai "gadis yatim piatu yang terny
Di kamarnya yang sempit, Nayla menonton video saat Kaisar membantu Narumi turun dari pelaminan. Senyum itu… senyum yang dulu pernah ia anggap miliknya. Tapi sekarang? Ia bahkan tak lagi memiliki ruang dalam hidup Narumi.“Aku yang dulu berdiri di sampingmu… kenapa kamu yang dapat semua sekarang?” desisnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.Tangannya bergerak cepat—mematikan layar ponsel, melemparnya ke kasur.Ia bangkit, berdiri menghadap cermin retak di sudut ruangan, menatap bayangan dirinya."Kamu gak pantas kalah, Nayla. Kamu harus buktikan, kamu bukan sekadar bayangan Narumi…”Apakah Nayla akan muncul di kehidupan Kaisar dan Narumi lagi? Apakah ia hanya ingin menuntut keadilan atas luka batin yang belum sembuh? Atau ada tujuan tersembunyi lain di balik kembalinya Nayla ke dunia luar?Dan bagaimana jika Tryan, yang kini juga merasa bersalah, kembali masuk dalam konflik ini?Di sebuah vila mewah di pinggir danau di