Share

Campur Tangan Ibu Mertua

Saat Bian tengah bolak-balik dengan hanya bokser seksi yang membalutnya, pandangan Masayu yang mengedar seketika membulat.

"Astaga!" pekiknya seraya melompat dari tempat tidur.

Ini bukan kamarnya, melainkan kamar Bian.

‘Jangan bilang kalau yang semalam itu bukan mimpi?!’

Dengan panik, Masayu bergegas memeriksa area ranjang yang diselimuti seprai putih di atasnya itu. Pandangannya meneliti mencari-cari sesuatu. Tak ada apa-apa, bersih tanpa noda sedikit pun.

"Apa perlu kupinjami kaca mataku supaya nampak jelas apa yang sedang kamu cari?"

Masayu terperanjat ketika tau-tau Bian sudah berdiri di sebelahnya.

"Ah, nggak perlu, Bang. Makasih," sahutnya seraya tersenyum singkat.

Ia kembali menggigit bibir memikirkan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam? Mengapa dirinya bisa sampai tertidur di kamar Bian?

"Apa yang kamu cari?" tanya Bian dengan sorot menelisik pada gadis di hadapannya itu.

Saat ini pria itu sudah berpakaian lengkap. Terlihat tampan dan berwibawa dengan jas mahal di tubuhnya.

"Ah, bukan apa-apa, Bang. Ayu ... Ayu cuma mau beresin tempat tidur ini aja, kok," jawabnya gugup. Ia lalu bergegas melipat selimut dan merapikan tempat tidur yang tampak awut-awutan.

Melihat kondisi ranjang yang berantakan, rupanya membuat hatinya makin risau saja.

'Tidak mungkin. Tidak mungkin dia mau menyentuhku. Bukankah selama ini dia tak suka padaku?’ Tangan dan pikirannya sama-sama sibuk bekerja. ‘Lagi pula, aku masih perawan. Di seprai tidak ada noda darah sama sekali.’

"Sekalian beresin yang di sofa." Masayu mengernyit mendengar perintah suaminya. Pandangannya lantas tertuju ke salah satu sisi di ruangan kamar yang luas itu.

Sebuah sofa single panjang yang kondisinya tak jauh berbeda dari ranjang. Di mana terdapat selimut dan bantal yang sepertinya baru saja ditiduri.

Masayu yang penasaran lantas memberanikan diri bertanya pada suaminya, "Abang tadi malam tidur di situ?"

"Hmm ...."

Suaminya hanya menggumam. Masayu manggut-manggut. Dalam hati ia tersenyum lega sebab apa yang ditakutkannya ternyata tidak terjadi.

Bergegas ia melangkah ke sofa dan mulai membereskan bekas tidur suaminya.

"Ayu permisi keluar dulu, Bang. Mau beresin anak-anak ke sekolah," ujarnya setelah selesai dengan tugasnya.

Bian yang sedang duduk di sofa sembari mengecek pekerjaan di laptopnya hanya mengangguk tanpa sama sekali melihatnya.

Gadis itu hendak melangkah. Namun, niatnya seketika urung saat tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.

"B-Bang." Ia kembali berbalik dan memanggil sang suami dengan suara tercekat.

Bian lantas mendongak. Menunggu gadis itu mengatakan sesuatu.

Masayu menggigit bibir, lalu mencoba memberanikan diri berkata, "Lain kali, kalau Ayu ketiduran di sini tolong dibangunkan. Biar Ayu pindah ke kamar Ayu."

Pria itu hanya tersenyum sinis seraya menggeleng-gelengkan kepala. Berpikir gadis itu akan mengatakan sesuatu yang sangat penting, ternyata hanya membuang-buang waktunya saja. Perhatiannya lantas kembali disibukkan ke layar laptop tanpa memedulikan gadis itu lagi.

Merasa tak diacuhkan, Masayu memilih melangkahkan kakinya.

"Tak perlu bicara yang tidak penting. Cukup ganti pakaianmu, karena itu tidak cocok untuk bentuk tubuhmu!"

Celetukan Bian sontak membuat langkah Masayu terhenti di ambang pintu. Hatinya tersinggung mendengar ucapan suaminya.

Niat hati ingin menarik perhatian sang suami, orang yang dimaksud justru tidak menghargai upayanya.

Masayu yang merasa kesal lantas menutup pintu kamar dengan sedikit kasar. Kemudian berjalan ke kamarnya untuk berganti baju.

***

"Bian, mana Masayu? Kok nggak ikut turun?"

Herlina, ibu Bian mengerutkan dahi ketika melihat sang anak turun sendirian, tanpa sang istri.

"Tidak tau, Mah," sahut Bian mengangkat bahu. Kemudian menghampiri kedua anaknya yang tampak asyik melahap menu sarapannya, lalu mengecup kepalanya satu per satu.

"Loh, kok bisa nggak tau, sih? Bukannya tadi malam kalian tidur bareng?"

Bian yang tengah menarik kursi lantas menyahut dengan santainya, "Bian sudah menduga, pasti itu kerjaan Mama, kan? Udahlah, Mah. Nggak usah aneh-aneh."

"Aneh-aneh apa, sih? Maksud kamu apa?" tanya Herlina sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Nggak usah pura-pura. Mama bisa tau kalau kami tidur bareng, pasti Mama yang menaruh obat tidur untuk gadis itu, kan?"

"Ssstt. Pelankan suaramu, Bian!" Herlina berbisik pelan, sembari mengawasi keadaan kalau-kalau ucapan Bian didengar orang lain.

Bian lantas menghela napas. "Lain kali jangan berbuat aneh-aneh. Bian nggak suka. Sudah dua kali Mama seperti ini."

Dulu, ketika Bian dan Masayu masih baru-baru menikah, ibunya pernah dengan sengaja memasukkan obat perangsang ke dalam minuman Masayu dan mengunci keduanya di dalam sebuah kamar hotel.

Bian yang mengetahui jika Masayu tengah berada dibawah pengaruh obat lantas menyiram sekujur tubuh gadis itu dengan air dalam jumlah banyak demi membuatnya tersadar. Kemudian menguncinya di dalam kamar mandi sampai pagi. Hal itu membuat Masayu terkena demam tinggi pada keesokan harinya hingga harus dirawat di rumah sakit selama berhari-hari.

Jahat memang. Namun, itu dilakukannya semata-mata demi menghukum sang ibu karena sudah mengerjainya.

Herlina tersenyum. "Iya, iya, maaf. Mama tau kalau salah. Habis mau gimana lagi. Apa hubungan kalian akan seperti ini terus? Suami istri tapi kayak bukan suami istri. Kamu juga Bian, kapan sih kamu akan bersikap lembut sama istri kamu? Kasihan dia."

Bian yang mendengar ocehan panjang lebar ibunya hanya diam sembari pura-pura sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Minggu depan, pernikahan kalian sudah genap satu tahun. Mama berencana ingin merayakannya."

Mendengar itu, Bian agak sedikit terkejut. "Tidak, tidak. Bian tidak setuju." tolaknya cepat.

"Mama nggak perlu persetujuan dari kamu, Sayang. Kamu dan istrimu hanya perlu mempersiapkan diri.” Wanita itu kemudian mengedikkan bahu seraya tersenyum puas memandang sang anak. “Lagian, kamu nggak bisa mengelak lagi, Bian, karena Mama udah sebar undangan. Mama minta, minggu depan kamu kosongkan semua acara kamu, titik!"

Sejenak, Bian terdengar menghela napas panjang.

"Apa Mama lupa dia siapa?" Bian bertanya dengan nada mengingatkan.

Herlina menarik napas sesaat, lalu dengan tegas menjawab, "Bian, dia gadis pilihan Mama yang sengaja Mama nikahkan sama kamu. Dia gadis yang baik, sederhana, lembut. Untuk penampilan, dia not bad lah."

Ucapannya terjeda sesaat. Pandangannya beralih pada kedua cucu yang duduk di sebelahnya. Sambil mengelus rambut cucunya dia kembali berkata dengan lembut, "Dan yang paling penting, dia bisa mengurus anak-anak kamu. Lihat, Genta dan Gita saja begitu manja terhadapnya."

"Bukan itu, Ma. Apa Mama lupa kalau dia yang sudah membuat keluarga kita jadi seperti ini??"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status