Share

* 5 *

Penulis: KOMALA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 15:58:11

Aku yang sama terkejutnya hanya bisa mematung diam.

“Ma, maaf.” gugup Nia seraya melepaskan diri dari lengan kekar Sam yang menahannya.

Aku ikut gelagapan dan refleks berjongkok sembari menunduk memunguti berkas-berkas yang berserakan di lantai, tak berani menengadah menatap ekspresi Sam yang masih berdiri tanpa mencoba membantuku memunguti berkas-berkasnya.

“Oh ayolah, ini bukan drama Korea! Kenapa aku harus berpikir Sam yang adalah CEO ikut membantu memunguti berkas yang berceceran di lantai?” protesku pada pikiran kotorku sendiri. “Lagian kalaupun ini kisah drama, pemerannya utamanya jelas bukan aku sekarang, melainkan Sam dan Nia!” pikirku yang juga adalah pikiran gila! Sementara aku bisa memahami Nia yang hanya mematung dengan tertunduk, tanpa melakukan apapun. Dia tampak terlalu memaksakan diri untuk tampil all out hingga nekat mengenakan high heels yang belum terbiasa dipakainya. Dia pasti akan kehilangan keseimbangan dan tampak memalukan jika memaksakan diri berjongkok dan ikut memunguti kertas-kertas di lantai dengan sepatu hak tinggi dan rok span pendeknya!

Aku berdiri dengan semua kertas yang sudah kuambil dan kuserahkan kepada Nia.

“Terimakasih banyak.” gumamnya pelan seraya mengernyit tampak tak enak hati.

“Santai.” ucapku menenangkannya. Kulihat wajah Sam, dia menatapku aneh. Dan aku menundukkan kepala seraya tersenyum berusaha mencairkan suasana. “Kupikir Bapak belum datang. Maaf kami datang terlambat!”

“Tidak terlambat, ini masih setengah jam lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan.” Jawab Sam.

“Oh ia, Pak! Perkenalkan ini Nia, staff invoice pengganti Mba Yuni.” ujarku memperkenalkan. Ini memang kali pertama Nia bertemu Sam secara langsung, setelah sebelumnya mungkin Nia hanya melihat Sam saat dia lewat atau datang ke ruang Divisi AR&Invoicing.

“Mohon bantuan dan kerjasamanya!” ucap Nia seraya membungkuk sopan.

“Oke, Nia! Selamat bergabung dengan perusahaan, semoga kedepannya kita bisa memajukan perusahaan menjadi lebih baik dan semakin baik.” kata Sam, yang sontak membuat ekspresi wajah Nia sumringah dan bersemangat. “Kalian bisa menunggu di dalam!” ujarnya, lantas bergegas meninggalkan kami yang masih merasa canggung.

“Seharusnya kau menggunakan sepatu yang nyaman!” protesku pada Nia saat kami masuk ke ruang meeting.

“Maaf.” ucapnya merasa bersalah. Padahal entah siapa yang benar-benar salah. Ini lebih ke terasa lucu bagi kami, hingga kami bahkan bisa menertawakannya bersama setiap kami berdua mengingat dan membahasnya.

***

Saat itu meeting dengan klien berjalan lancar, dan kami keluar dengan sumringah mengikuti Sam yang berjalan lebih dulu menuju basement kantor. Sampai tiba-tiba Sam berheti saat aku dan Nia berada beberapa langkah di belakangnya! Aku yang tahu Sam berhenti refleks ikut menghentikan langkahku, namun tidak dengan Nia! Entah dia tengah melamun atau memang sangat gugup di dekat Sam sampai tidak menyadari langkah Sam yang terhenti dan terus saja melaju hingga akhirnya menubruk punggung Sam cukup keras sampai-sampai ada cetakan bibir merah di kemeja putih Sam yang tak lain adalah transfer dari lipstick yang dipakai Nia di bibirnya.

“Ma, maaf pak. Aku ceroboh karena tidak memahami aba-aba Pak Sam saat akan berhenti melangkah, tolong maafkan saya!” mohon Nia yang malah terdengar aneh di telingaku.

Permohonan maaf sekaligus protes! Tentu saja, Sam memang tidak memberikan aba-aba atau tanda-tanda saat akan berhenti hingga Nia menabraknya. Tapi caranya minta maaf sungguh cerdik, perkataannya secara tidak langsung adalah menyalahkan Sam karena berhenti mendadak. Aku ingin tertawa mendengarnya, lebih ingin terbahak lagi saat aku meliat cap bibir merah yang Nia gambar di punggung kemeja putih Sam. Tapi aku menahannya!

“No problem.” jawab Sam santai. Dia belum tau ada cap bibir merah di punggung kamejanya.

Dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku berniat untuk memberitahunya, tapi Nia terus menatapku dengan tatapan memohon agar aku tetap diam. Dan akupun diam. Siapa yang tahu bahwa ternyata itu adalah kesalahan fatal!

“Kalian langsung pulang?” tanya Sam seraya menatapku.

“Kita mau makan.”  jawab Nia cepat.

“Oh ya?’’ Sam Kembali menatapku untuk memastikan. Dan aku tersenyum mengiyakan, karena tidak tahu harus mengatakan apa untuk refleks menjawab Nia yang sangat cepat. “Mau makan apa?” tanya Sam lagi-lagi melihatku.

“Kita berencana makan di restoran seberang jalan depan.” lagi-lagi Nia menyela dengan cepat.

Sam masih menatapku seolah menunggu jawaban dariku dan tak bereaksi terhadap perkataan Nia. Segera aku mengangguk seraya tersenyum lebar.

“Okay, mari kita makan bersama.” ajak Sam, nada bicaranya terdengar santai. Dia naik ke mobilnya yang memang dikemudikannya sendiri tanpa sopir, sementara aku dan Nia naik ke mobil operasonal kantor yang dikemudian Pak Satrio yang merupakan driver kantor untuk operasional staff.

Sampai akhirnya kami berempat, aku, Nia, Sam, dan Pak Satrio menempati salah satu meja di restoran yang dikatakan Nia. Sepertinya sudah sejak awal Nia melihat dan membayangkan makan di restoran ini. Dan sekarang dia senyam-senyum sendiri seperti anak kecil yang kegirangan dikasih permen. Tak lama pelayan datang dan memberikan buku menu. Setelah melihat-lihat kami mulai menyebutkan pesanan yang kemudian dicatat oleh pelayan restoran.

“Aku mau salad dan espresso.” pesan Nia yang membuatku terbelalak! Saat aku, Sam dan Pak Satrio memesan makanan berat berupa nasi dan lauk pauk, dia memesan salad dan espresso? Rasanya aku ingin tertawa. Nia sungguh aneh. Sepertinya dia tidak bercanda saat mengatakan bahwa dia gugup jika berada di dekat Sam.

Pelayan berlalu setelah mencatat pesanan dan memastikannya. Pak Satrio juga meminta iijin ke toilet. Dan aku yang lelah karena terus menahan tawa, kemudian memutuskan meminta ijin ke mobil sebentar untuk sekadar bernapas bebas sejenak, dengan beralasan ada barang yang tertinggal dan perlu kuambil. Tapi saat di pintu keluar aku berpapasan dengan seorang wanita cantik dengan penampilan mewah yang dari ujung rambut sampai ujung kaki mengenakan barang branded dan mahal. Bahkan wangi parfumnya tercium elegan dan mahal. Aku melirik sekilas, dan mengenyit. Dia tampak tidak asing, namun aku tidak tahu di mana pastinya aku pernah melihatnya. Sampai tiba-tiba terdengar teriakan histeris seorang wanita yang refleks menghentikan langkahku dan menoleh cepat ke sumber suara.

“Mas!” teriak wanita yang tadi berpapasan denganku, dan aku terbelalak saat wanita itu berteriak pada Sam.

Aku ingat! Dia Camelia, istri Sam! Bahkan potret cantiknya ada di meja kerja Sam di kantor.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 55 *

    POV : SamDengan rasa frustrasi aku menatap pintu kamar mandi yang mengeluarkan suara kran air yang dinyalakan. Di dalamnya ada Mala, entah dia tengah mandi atau sekadar mencuci wajah, entahlah. Ingin aku bergerak membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya. Membayangkan Mala tanpa pakaian dengan suhu tubuhnya yang tengah demam, aku merasa hawa panas menjalari seluruh syaraf dalam tubuhku, menimbulkan rasa pening di kepalaku saat membayangkan tubuh hangat Mala kuciumi.Aku mengusap-usap kasar wajahku, berusaha mendinginkan pikiranku dan memfokuskan kepalaku dari hal-hal yang agak liar. Kualihkan perhatianku pada makanan yang kupesan, kutata di meja agar Mala bisa makan dengan nyaman. Buah-buah iris yang tampak segar, aneka berry warna-warni, serta ada saus youghurt. Ada susu steril yang sengaja kupesan khusus untuk Mala, berharap dengan itu dapat membantu mempercepat penyembuhannya. Bubur abalone dan sup ayam gingseng. Sementara untukku sendiri, aku memesan steak wagyu, asparagus panggang

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 54 *

    POV : SAM“Kenapa melotot begitu padaku?” tanyaku, seraya menghampiri Mala dan duduk di tepi ranjang, yang tiba-tiba Mala bangkit, dia terlihat panik dan loncat dari ranjang bahkan menjauh dariku.Dia menyenderkan tubuhnya pada dinding dengan wajah pucat yang terlihat jelas diliputi kekhawatiran yang tampak nyata. Aku mengerti apa yang dipikirkan Mala, namun aku tak peduli. Saat ini aku ingin menjadi Sam yang menyukai Mala sejak SMA, bukan menjadi Sam yang adalah seorang CEO yang tengah menghadapi karyawannya.“Kenapa?” tanyaku lagi, dengan dahi berkerut heran.“Nia mana?” tanya Mala.Seperti tertampar oleh pertanyaan Mala, kesadaranku muncul menimbulkan rasa sakit yang berdenyut aktif di dada, aku terdiam menahan diri untuk sejenak mengatur napas berusaha melonggarkan dadaku dari rasa sesak yang mendera. Kemudian aku hanya mengendikkan bahu, aku memang tidak tahu Nia dimana.“Pak Sam sebaiknya keluar. Apa yang akan Nia katakan jika melihat kita hanya berdua di dalam kamar?” tanya Mal

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 53 *

    Hari mulai gelap, aku keluar dari ruang kerja pribadiku di salah satu hotel besar di Bali, di ruangan paling atas dari hotel ini yang sengaja kusiapkan khusus untukku. Beberapa karyawan hotel yang kebetulan berpapasan denganku saat aku bergerak turun, mengangguk hormat seraya tersenyum ramah, seolah aku hanyalah sekadar tamu hotel VVIP mereka.Memang tak ada yang tahu, bahwa hotel ini adalah milikku dan merupakan salah satu usaha yang kurintis secara diam-diam. Aku hanya menempatkan satu orang kepercayaanku di setiap hotel yang kudirikan, untuk mengelolanya sebagai manajemen professional serta menjadi wajahku untuk mengatur pekerja. Meski begitu secara sistem, kinerja, pengambilan keputusan, aku sendiri yang meninjau dan memutuskan melalui orang kepercayaanku itu yang selalu memberikan laporan di setiap harinya. Sampai hari ini, semua berjalan lancar dan terkendali. Bahkan beberapa cabang hotelku bekembang pesat melebihi ekspektasi, tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, dan ad

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 52 *

    Handphoneku bergetar tepat saat aku keluar dari bandara. Nama Nia tertera di layar handphone, segera aku mengangkat panggilannya.“Hallo Nai?” sapaku setengah berseru.“Dimana?” tanya Nia.“Baru sampai, ini baru keluar bandara.”“Syukurlah, aku khawatir kamu masih di Jakarta.”“Maaf, aku tadi terlambat sampai bandara. Dan maaf, karenanya aku jadi tertinggal pesawat. Maaf juga kamu jadi harus terbang sendiri.” ujarku merasa bersalah."Banyak banget minta maafnya. Tidak apa-apa, aman kok. Lagian itu kan bukan kemauan kamu juga tiba-tiba ada masalah pagi-pagi, tepat saat kamu harus segera berangkat ke bandara." kata Nia, sejenak dia terdiam. "Maaf juga aku tidak nunggu kamu tadi. Oh iya, kamu tiketnya bagaimana? Jadi harus beli sendiri, maaf ya."Aku termangu, tak tahu harus bilang apa. Tak mungkin kuceritakan bahwa aku terbang bersama Sam, dan dia juga yang mengatur tiket serta penerbanganku, sementara aku hanya mengikutinya saja."Mal?”“Ah, iya sorry. Ini sambil jalan neleponnya. Tida

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 51 *

    Dan di sinilah aku sekarang, terduduk di salah satu kursi pesawat kelas bisnis bersama Sam yang duduk santai di sebelahku dengan wajah sumringah. Aku masih belum bisa mencerna apa yang benar-benar terjadi padaku sejak pagi sampai aku berakhir bersama Sam saat ini! Dan untuk membicarakannya dengan Sam rasanya bahkan tak nyaman, aku juga tak tahu bagaimana harus memulainya. Sampai kemudian segala kebingungan dalam kepalaku akhirnya hanya bisa kutelan sendiri saja.“Kenapa?” Tanya Sam khawatir. “Kamu terlihat gelisah.”“Tidak apa.” Jawabku sekenanya, karena memang aku tak tahu apa yang bisa kukatakan padanya sekarang.“Rileks, Mal. Tidak perlu memikirkan hal rumit apapun saat ini, setidaknya saat bersamaku! Cukup nikmati saja waktumu dan berbahagialah” mohon Sam, seraya memencet tombol untuk menggerakkan kursi yang tengah kududuki demi mengatur posisinya agar kemudian bisa digunakan untuk merebahkan tubuh dengan nyaman.Aku sedikit terkejut saat merasakan pergerakan dari kursi yang kudud

  • Terjebak Cinta CEO Beristri   * 50 *

    Aku sedikit terlonjak karena terkejut, pun dengan Sam. Lelehan kejunya lantas mengotori pipi dan sekitar mulut Sam, bahkan cipratannya juga mengotori kameja putih yang Sam kenakan. Melihatnya, refleks aku menarik tisu dan mengelap mulut serta pipi Sam, juga mengusap-usap noda kuning itu di kemeja Sam. Membuat laki-laki itu terkejut dan bahkan menghentikan mobilnya. Aku terus saja sibuk membersihkan lelehan keju di pipi dan mulut Sam, tak menyadari bahwa laki-laki itu kini tercenung diam dan menatapku lekat, sementara mulutnya penuh sosis yang belum juga dikunyahnya. Sampai tiba-tiba dia memegang lenganku dan menghentikanku. Genggamannya yang erat dan terasa hangat seketika menarik kesadaranku."Maaf." seruku panik, seraya menepiskan lengan Sam dan menegakkan tubuh serta memperbaiki posisi dudukku lalu fokus melihat ke depan. Sementara Sam kemudian mengunyah sosisnya dengan ekspresi seperti menahan tawa."Kok mobilnya berhenti Pak?" tanyaku baru sadar."Kita sudah sampai di bandara." k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status