Share

Bab 5

"Kamu ngomong apa sih? Gak ada! Bagi aku, kamu sudah cukup. Sudah, jangan bahas hal ini lagi, aku gak suka!"

Dirga melepaskan pelukannya dan berbalik membelakangi Anastasya.

"Bang ... Aku ikhlas jika abang mau menikah lagi, aku serius!"

Anastasya tetap dengan pendiriannya, ia sadar bahwa kemungkinan untuk memiliki anak relatif kecil, walaupun penyakitnya belum pasti apakah kanker servik atau bukan.

"Beban di kepalaku sudah cukup banyak, jangan tambah beban lagi Tasya... please."

"Maafkan aku bang, aku tidak bermaksud untuk ..."

"Sst ... cukup, aku mau ke ruang kerja dulu, besok ada meeting penting. Good nite... i love you..."

Dirga mengecup kening istrinya lalu pergi dari kamarnya, Anastasya pun terbaring lesu.

"Bang, seandainya kamu tahu bahwa aku sakit..." gumamnya.

Anastasya terjaga, ia menunggu suaminya yang tak kunjung kembali ke dalam kamarnya, sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ia pun menyusul Dirga ke ruang kerjanya, ia melihat suaminya tertidur di atas berkas dalam keadaan laptop menyala. Ia simpan semua file yang masih terbuka, kemudian merapikan berkas yang berserakan di atas meja.

"Bang, pindah yuk tidurnya ke kamar, nanti badan kamu pegal - pegal."

Anastasya menepuk - nepuk dengan lembut bahu suaminya.

"Ehmmm... sebentar lagi Tiara, aku masih ngantuk. Nanti aku datang ke apartmenmu, jangan khawatir."

Dirga meracau dalam tidurnya, hal tersebut tidak Anastasya ambil pusing karena selama ini ia tahu bahwa Tiara adalah asistennya. 

"Bang... ini aku Anastasya, bukan Tiara. Sampai kebawa tidur gitu saking gila kerjanya kamu," gumam Anastasya.

Melihat suaminya yang semakin lelap, akhirnya Anastasya hanya menyelimuti badannya dengan selimut yang ia ambil dari lemari, membiarkan suaminya tertidur di sana.

Keesokan harinya, Anastasya seperti biasa menyiapkan keperluan kantor suaminya, mulai dari kemeja, dasi, sepatu, dan tas kerjanya. Rutinitas yang menjadi ritualnya setiap pagi.

Dirga keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk yang melingkar dari pinggangnya, rambutnya yang basah ia keringkan dengan mengibas - ibaskan dengan jari tangannya.

"Bang, ni bajunya. Kemejanya warna sage ya, dasinya yang salur hitam, gimana?"

"Makasih sayang, itu sudah bagus ko. Oh ya, kayanya nanti malam aku lembur, kamu makan malam duluan aja ya jangan nunggu aku. Kalau mau tidur, tidur duluan aja. Nanti aku bawa spare kunci rumah."

"Kamu sibuk banget bang, sampe mengigau asisten kamu semalem. Nanti kamu lembur sama Tiara juga?"

Dirga terkejut mendengar pertanyaan dari istrinya, "Aku semalam meracau apaan, sayang?"

"Tiara, aku nanti bakalan datang ke apartemen kamu, jangan khawatir!"

Anastasya menirukan ucapan suaminya, "Emang kamu sering datang ke apartemennya, Bang?"

"Cuman satu atau dua kali aja, itu pun ngambil berkas yang ketinggalan. Kamu gak marah 'kan?"

"Bang Dirga ini lucu deh, orang ngigau kenapa harus marah sih. Lagian aku percaya kalau Bang Dirga gak bakalan macem - macem di belakang aku, orang aku tawarin buat nyari yang lain, kamu tolak."

"Iya dong sayang, karena bagi aku, kamu itu udah cukup."

Anastasya tersenyum seraya merapikan dasi yang melingkar di kerah bajunya, Dirga melingkarkan tangannya di pinggang istrinya dan menariknya hingga tak berjarak. Anastasya pun melingkarkan tangannya di leher suaminya. Bibir mereka saling melumat, lidahnya bergelut di dalam rongga mulutnya bertukar saliva.

"Ehm ... sayang sekali aku ada meeting pagi ini, jika tidak aku sudah menerkammu, sayang."

"Quick servis sayang, kamu mau?"

"Aku harus mandi lagi! nanti malam sepulang aku lembur, bersiaplah..."

Anastasya mengangguk, "Oh ya bang, aku mau ketemu Arini nanti siang. Boleh kah?"

"Kemarin bukannya kamu sudah ketemu sama Arini? Kamu gak apa-apa 'kan?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status