Motor Alea berhenti di rumah sederhana dengan pagar kayu di depannya. Di teras rumah tersebut ada wanita berpakaian rumah sakit tengah menatap lurus dengan pandangan kosong. Alea turun dan menemui wanita paruh baya itu seraya tersenyum lebar.
“Selamat pagi, Tante.”Wajah wanita tersebut menegang, ia tampak terkejut degan kedatangan Alea. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, sosok itu menghindar. Ia terlihat sangat ketakutan. Tak berselang lama, seorang suster tiba dengan semangkuk bubur dan teh hangat di tangannya. Melihat ekspresi ketakutan wanita yang sudah lebih dari lima tahun dia jaga, sang suster marah dan membentak Alea. “Siapa, kau! Pergi!” usirnya.Alea tersenyum ramah, ia sama sekali tak terusik dengan kemarahan suster yang dia ketahui bernama Sinta.“Suster Sinta, tenanglah. Namaku Alea, aku teman sekolahnya Kak Gala, dan aku bukan orang jahat.” Alea memperkenalkan diri.Mendengar Alea menyebut nama Gala, wanita yang berada di kursi roda berte“Aku harus pergi,” ucap seorang lelaki yang tak lain adalah Gala seraya memunguti seragam dan mengenakan pakaian itu. Hari sudah hampir gelap, ia harus memenuhi janji temu dengan Kenzie. Sebenarnya, Gala ingin pergi sejak tadi. Namun, wanita tanpa busana yang saat ini memeluk perutnya tidak mengizinkan. Alhasil, dirinya harus menjinakkan wanita tersebut lebih dulu. “Mau ke mana?” tanya wanita itu dengan suara serak dan napas memburu. Libidonya bisa dengan mudah meningkat, hanya dengan menyentuh perut kotak-kotak Gala. “Ada urusan pekerjaan.” “Kau bekerja? Apa uang dariku tidak cukup?” “Bukan begitu, Tante. Aku membutuhkan banyak uang untuk mendapatkan sesuatu.” “Katakan! Berapa banyak yang kau butuhkan, sayang? Aku tidak akan membiarkanmu bekerja. Karena jika kau sampai kelelahan, kau tidak bisa memuaskanku. Aku tidak ingin itu terjadi.” Gala berteriak dalam hati. Ingin rasanya dia mendorong tubuh itu sekarang juga. Namun urung, karena satu dan hal lain yang belum dan tak mungk
“Om,” panggil Kenzie lirih.“Hmm.” Kenzo berdehem singkat. Apa yang ia lihat tadi, cukup membuat dirinya terpancing emosi hingga tanpa sadar mengusir Amanda. Bahkan sampai ia mendudukkan Kenzie di ranjang mereka pun, emosinya belum reda. Kenzo paling tidak suka, ada orang yang berani menyakiti miliknya.Kenzie melirik Kenzo sejenak, kemudian mengalihkan pandangan. Ia belum berani membuka mulut, sampai akhirnya pertanyaan Kenzo memecah hening di antara mereka. “Ada yang ingin kau katakan hmm?”Kenzie mengangguk cepat. “Apa yang tadi kau ucapkan tidak serius, kan?” Ia bertanya dengan hati-hati.Kenzo melepas setelan jasnya seraya melirik sekilas pada Kenzie. “Memangnya apa? Aku tidak ingat,” balasnya. “Jangan usir Amanda,” pinta Kenzie to the point.Kenzo tak langsung menyahut. Ia menyambar handuk dan pergi ke kamar mandi. Kenzie tak tinggal diam, tanpa memikirkan dampak perbuatannya, ia mengekori Kenzo, hingga membuat lelaki itu mengerutkan kening
Beberapa menit sebelumnya“Aku akan memberikannya. Tapi tolong, jangan usir adikku,” ucap Kenzie sembari menundukkan kepala. Dia sengaja menunggu Kenzo selesai mandi dan mengatakannya dalam satu tarikan napas.Sejujurnya, Kenzie benci bersikap selemah ini. Tapi, hanya itu yang bisa dia lakukan agar tetap bisa tinggal bersama kedua adiknya. Selain karena janji pada almarhum kedua orang tua, ada tanggung jawab yang harus dia jalani sebagai kakak tertua. Tidak apa-apa harus mengorbankan harga diri, toh dirinya sudah lebih dulu melakukan itu dengan menikah dengan Kenzo.“Kau yakin?” tanya Kenzo yang tampak begitu tertarik.“Aku akan melakukan apa pun demi kedua adikku.”“Pilihan yang bagus. Kemari!” titah Kenzo. Ia meminta Kenzie mendekat padanya yang baru saja selesai membersihkan diri.Masih dengan menundukkan kepala, Kenzie mendekat. Aroma manly menyeruak, memenuhi inde
Kenzo mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan di tengah gemerciknya hujan yang kembali turun beberapa saat lalu. Matanya memintas segala arah, setiap objek yang memungkinkan dikunjungi Kenzie tak luput dari perhatiannya. Bukan hanya itu, dia juga sudah menelepon Bara—teman sekaligus laki-laki yang berstatus sebagai kakak Anggita untuk menanyakan keberadaan sang istri. Namun nihil, tak ada informasi apa pun yang ia dapatkan.Pikiran Kenzo kacau, ia benar-benar kalut dan khawatir. Suara hujan terdengar semakin deras, membuat rasa takut dan menyesal memenuhi hatinya. Kalau saja dirinya tidak bersikap keterlaluan, hal seperti ini tidak akan terjadi. Kenzie tidak mungkin pergi. Sekarang, saat semuanya sudah terjadi, ke mana lagi dia harus mencari Kenzie?Saat pikiran dan matanya hanya tertuju pada satu nama, ponsel Kenzo berpendar-pendar. Lelaki itu melirik sekilas, dan mendapati salah satu anak buahnya menghubungi. Tanpa pikir panjang, ia menolak
“Ken!” panggil wanita paruh baya yang tak lain adalah Lidia. Ia datang untuk meminta Kenzo menemani Rhea berbelanja. Pasalnya, gadis itu mengeluh tak memiliki teman karena terlalu lama menetap di luar negeri.Kenzo yang masih terlelap seraya memeluk tubuh Kenzie tak menggubris panggilan itu. Bahkan, ia sengaja menutupi tubuh mereka dengan selimut tebal, supaya tak mendengar teriakan menggelegar yang berasal dari ruang tamu.“Di mana Kenzo?” tanya Lidia pada Bi Minah.“Tuan masih di kamarnya, Nyonya.”“Baiklah, aku akan menyusulnya.”“Tapi, Nyonya.” Bi Minah berusaha menahan langkah Lidia. Hingga membuat wanita paruh baya itu mengerutkan kening. “Ada apa?”“Tuan pernah berpesan, tidak ada yang boleh mengetuk pintu kamar jika Tuan dan Nyonya Kenzie berada di dalamnya,” jawab Bi Minah hati-hati. “Kecuali ada hal mendesak,” sambungnya.Tanpa me
Amanda dan Alea melangkah beriringan. Pagi ini mereka berangkat bersama dengan motor pemberian Kenzo. Pemandangan yang jarang terlihat itu membuat keduanya menjadi pusat perhatian. Sudah menjadi rahasaia umum, jika kakak beradik tersebut dikenal tidak terlalu akrab dan memiliki sifat berkebalikan.Jika Amanda cenderung pendiam, pemalu, dan pintar, maka Alea lebih dikenal sebagai sosok periang, humble, dan biasa-biasa saja. Secara akademik, Amanda jauh lebih unggul, namun dalam lingkup sosial, Alea lah pemenangnya. Dua sosok yang saling melengkapi itu berjalan santai tanpa mempedulikan bisik-bisik di sekelilimg mereka.Sampai akhirnya, sebuah tangan besar menahan pergelangan tangan Amanda, yang secara otomastis menghentikan langkah gadis itu.Amanda mengenal pemilik tangan tersebut, dengan satu hentakan ia berhasil melepaskan cengkeraman Gala dan melanjutkan langkah. Di sisi lain, Alea yang melihat kejadian itu menatap iba pada lelaki yang sudah sejak la
“Bagaimana kondisimu?”Kenzie yang sedang asyik menonton drama favoritnya, mengalihkan pandangan dari layar ponsel berukuran 6 inch itu.“Aku sudah sehat.”Kenzo mendekat, punggung tangannya menyentuh kening Kenzie. Benar saja, suhu tubuh wanita itu sudah normal. Sekarang, dia bisa bernapas lega karena sebentar lagi Kenzie akan kembali mengganggu hidupnya. Hari-hari Kenzo terasa sepi sejak wanita tersebut sakit hingga membuatnya berubah menjadi lebih pendiam.“Apa yang kau lihat di layar itu?” tanya Kenzo saat mendapati Kenzi senyum-senyum sendiri, bak pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa.Ketenangan Kenzie beberapa jam lalu terusik karena kedatangan Kenzo. Lelaki itu terus saja bertanya, mengacaukan fokusnya yang sedang tertuju pada pemeran utama pria dan wanita yang hendak berciuman di hamparan tanah luas bertabur bintang.“Bukan apa-apa, hanya drama korea,” jawab Kenzie.Jika
“Sebenarnya siapa Aura? Mengapa ada emoji hati di belakang nama kontaknya?”Kenzo tak menjawab, ekspresi wajahnya mendadak berubah. Perubahan tersebut disadari Kenzie. Namun, rasa penasaran membuatnya menutup mata dan memilih menunggu, barangkali Kenzo berkenan menjawab dan menjelaskan tentang siapa wanita bernama Aura dan ada hubungan apa mereka sebenarnya. “Bukan siapa-siapa. Bisakah kau berhenti bertanya soal dia?” tanya Kenzo setelah beberapa saat terdiam. Kenzie menggeleng. “Tidak bisa.”“Memangnya kenapa? Apa dia semenarik itu di matamu?”“Bukan aku, tapi kau,” sahut Kenzie. Kenzo menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Posisi tidurnya tak lagi menyamping dan memeluk Kenzie, melainkan lurus seraya menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang menerawang jauh. Menceritakan soal Aura merupakan satu dari beberapa hal yang tak mau dia bahas. Ia terlalu malas mengingat kembali momen tersebut. Terlalu banyak kenangan pahit yang dia te