Share

Terjebak Cinta Om Duda
Terjebak Cinta Om Duda
Penulis: Danea

Menikah?

“Kak Ziezie, minta uang SPP dong, udah nunggak dua bulan nih, aku bisa dikeluarin kalau bulan ini nunggak lagi!”

“Aku juga, Kak, hari Rabu ada praktik di laboratorium!”

“Sabar ya, Kakak usahain secepatnya.”

Ucapan Alea dan Amanda tadi pagi terngiang-ngiang di kepala Kenzie, membuatnya tidak fokus bekerja karena memikirkan hal itu.

Tring! Suara notifikasi membuyarkan lamunannya. Kenzie membaca pesan tersebut sekilas, pesan yang berisi tagihan pembayaran cicilan rumah yang juga sudah menunggak.

“Ah! Kepalaku mau pecah rasanya! Mana hutang ke bos bulan lalu juga belum dibayar,” gumam Kenzie sembari meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar.

“Kenapa, Zie? Kusut amat kayak baju belum disetrika seminggu,” gurau Anggita, rekan kerja Kenzie sambil tersenyum lebar.

“Biasa lah,” balas Kenzie singkat.

Anggita paham arti biasalah yang dikatakan Kenzie, ia mengeluarkan ponselnya, kemudian memberikan benda tersebut pada Kenzie. “Baca deh. Barangkali kamu minat,” ucap Anggita.

Suasana kafe yang tidak terlalu ramai, membuat Kenzie dan Anggita bisa bicara dengan leluasa. Kenzie menatap layar selama beberapa saat, membaca informasi yang tertera dengan seksama, kemudian mengembalikan benda itu pada pemiliknya.

“Gimana?” tanya Anggita.

“Memangnya itu beneran? Maksud aku, orang gila mana yang mau ngeluarin uang segitu banyak untuk sekadar bayar temen kencan?”

“Orang kaya, bukan orang gila,” ralat Anggita. “Coba aja, kamu lagi butuh uang, kan? Lagian, dia temen abang aku. Jadi, aku jamin gak bakal terjadi apa-apa sama kamu. Tugas kamu cuma jadi temen kencan, gak lebih,” bebernya penuh semangat.

Kenzie tak langsung menjawab, ia berpikir sejenak. Haruskah dirinya berkencan dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal? Meskipun hanya pura-pura, Kenzie merasa hal itu sangat memalukan. Tapi benar kata Anggita, ia butuh uang.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, Kenzie mengambil keputusan untuk mengambil kesempatan itu. Semua ia lakukan demi Alea dan Amanda, Kenzie tak mau keduanya kehilangan kesempatan mengejar cita-cita menjadi dokter, seperti apa yang ia alami dulu. Ya, sekalipun harus mengorbankan dirinya dan kebahagiaannya.

“Oke deh, aku mau.”

“Pilihan yang bagus! Aku bakal atur pertemuan kalian malam ini.”

“Tapi, Ta.” Kenzie tampak ragu. “Umurnya empat puluh tahun, duda lagi. Kalau dia punya riwayat darah tinggi gimana? Kalau pas lagi kencan dia bawa anak, aku harus ngapain?” sambungnya khawatir.

Selama dua puluh lima tahun hidupnya, Kenzie belum pernah pacaran. Wajar jika sekarang ia merasa khawatir, terlebih dia akan menjadi teman kencan pria asing, dan semua yang dilakukan atas dasar terpaksa, bukan suka rela.

“Kamu tenang, rileks, semua bakal baik-baik aja.”

***

Malam harinya, Anggita dan Kenzie tiba di sebuah restoran bergaya klasik yang begitu elegan dan mewah, dilengkapi ornamen-ornamen antik seperti motor tua, hingga perahu yang terbuat dari rotan. Kedatangan mereka disambut oleh pelayan dengan senyum ramah, pelayan itu mengantar keduanya ke sebuah ruangan.

Kenzie melihat sekeliling yang tampak sepi, hanya ada mereka berdua di ruangan itu.

“Ta, kok sepi banget?” tanya Kenzie heran.

“Ini namanya private room, Zie. Udah, ya, aku duluan. Bentar lagi orangnya dateng,” bisik Anggita. Ia berlalu begitu saja, tak menghiraukan Kenzie yang merengek minta ditemani. 

Kini, tinggalah Kenzie sendiri, memilin baju sembari menggigit bibir bawahnya. Disaat bersamaan, jantungnya berdegup kencang, keringat membasahi pelipisnya.

Posisi Kenzie yang membelakangi pintu, membuatnya tak sadar jika sosok yang ditunggu tengah berjalan dengan langkah lebar, menuju tempat dimana dia berada.

“Ehm, maaf membuatmu menunggu,” ucap sosok tersebut saat berada tepat di hadapan Kenzie. Suara beratnya terdengar begitu seksi di telinga. “Boleh aku duduk?” lanjutnya.

Kenzie mengusap keringat di pelipisnya seraya menatap pria di hadapannya tanpa kedip. Bukan, bukan karena ada uban di rambut atau kulitnya yang keriput seperti bayangan Kenzie sebelumnya. Melainkan, ah entahlah, Kenzie sendiri sulit mendeskripsikannya. Yang jelas, mata bulatnya seolah enggan menatap ke arah lain. Pandangannya terkunci pada pria itu.

“Halo! Kau melamun?” panggil sosok tersebut.

Kenzie mengerjap-ngerjapkan mata. Lamunannya buyar kala melihat pria itu menatap aneh ke arahnya.

Tanpa menunggu persetujuan, pria tersebut menarik kursi di hadapan Kenzie, membuat posisi mereka saling berhadapan. Tak berselang lama, pelayan mengantarkan pesanan yang sebelumnya sudah diatur oleh Anggita, tentu saja setelah mendapat informasi dari abangnya.

“Selamat menikmati. Apakah sudah cukup, atau ada tambahan?” tanya pelayan tersebut ramah.

“Cukup. Bagaimana denganmu?” tanya pria itu pada Kenzie.

Tentu saja Kenzie menggeleng. Bagaimana tidak, di hadapannya tersaji banyak makanan yang terlihat lezat, dan sudah pasti harganya mahal. Kenzie bertekad akan membungkus makanan tersebut untuk diberikan pada kedua adiknya nanti.

“Baiklah, kalau begitu kami permisi,” ucap pelayan tadi yang dibalas dengan anggukan singkat keduanya.

Kenzie masih membisu, begitupun pria di hadapannya. Sampai akhirnya, terdengar suara deheman singkat, membuat Kenzie menoleh dan menatap sebentar ke arah pria tersebut.

“Aku tidak suka basa-basi. Siapa namamu?”

Suara bariton pria itu membuyarkan imajinasi Kenzie. Ya, Kenzie tengah membayangkan ia dan kedua adiknya menyantap hidangan di atas meja bersama. Kenzie yakin pasti mereka senang. Begitulah yang tergambar dalam benaknya.

“Hey! Apa kau bisu?!” teriak pria tersebut.

Kenzie tersentak, kemudian menggeleng keras. Belum sempat ia menyahut, pria itu kembali membuka suara. “Tidak buruk juga jika kau bisu. Aku suka wanita yang tidak banyak bicara,” sambungnya sambil tersenyum samar.

Kenzie mengepalkan tangan. Tadi, lelaki tersebut meneriakinya, sekarang malah bicara omong kosong. “Aku tidak bisu, Om!” ujarnya.  Lelaki itu terlihat sangat tampan dan menyebalkan di waktu bersamaan.

“Om? Kau memanggilku Om? Aku bukan suami tantemu! Ingat itu!” tekan pria tersebut tak terima.

“Ck!” Kenzie berdecak sebal. “Lantas, aku harus memanggil apa? Bapak? Atau Kakek?” sambungnya asal.

“Kenzo, panggil aku Kenzo. Dan kau?”

“Kenzie,” jawab Kenzie singkat.

“Nama kita hampir sama, apa kita berjodoh?” tanya Kenzo tanpa beban.

Kenzie menganga tak percaya, bagaimana bisa Anggita bilang pria ini lebih dingin dari kulkas dua pintu? Dimana letak kulkas dan dua pintunya? Lihat, bahkan pria tersebut mengatakan sesuatu secara asal, membuat Kenzie memutar bola matanya dan memandang ke arah lain.

“Sebaiknya tidak menggunakan ilmu cocokologi, itu sudah tidak relevan di zaman semodern ini!” tegur Kenzie yang secara jelas menolak berjodoh dengan Kenzo. “Satu lagi. Bukankah Om tidak suka basa-basi? Mari kita mulai saja,” tegasnya.

Entah mendapat keberanian darimana, Kenzie benar-benar mengatakan sesuatu yang sejak tadi bersarang di kepala. Tidak ada perasaan takut, gugup, atau khawatir seperti sebelumnya, Kenzie manatap Kenzo dengan kepercayaan diri yang sudah terisi penuh.

“Kau masih terlalu kecil. Berapa usiamu?” tanya Kenzo setelah beberapa saat bersitatap dengan Kenzie.

“Dua puluh lima,” jawab Kenzie seraya kembali mengalihkan pandangan, ia malas menanggapi Kenzo yang mengatakannya terlalu kecil. Padahal, Kenzie merasa ia sudah cukup dewasa untuk berkencan, pria itulah yang terlalu tua. Alih-alih mencari teman kencan, Kenzo lebih cocok mencari teman hidup.

“Lebih tua dari yang kupikirkan,” gumam Kenzo yang masih terdengar ditelinga Kenzie.

“Jadi, apa yang harus kulakukan?” tanya Kenzie lugas. Ia ingin segera pergi dari tempat ini. Maka, penting baginya untuk mengetahui apa yang harus dilakukan agar mendapat bayaran sesuai informasi yang ia dapat dari Anggita.

“Apa kau tertarik padaku?” Bukan jawaban yang Kenzie terima, melainkan pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabannya.

“Tentu saja tidak. Aku tidak tertarik dengan Om Om duda sepertimu!” balas Kenzie cepat.

“Bagus! Aku juga tidak tertarik denganmu. Tapi, aku butuh bantuanmu,” ujar Kenzo santai.

“Hah! Bantuan?” ulang Kenzie.

“Ya.”

“Bantuan apa?”

“Menikahlah denganku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status