Share

Sebuah Janji

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-09 12:33:54

Mobil Elang melaju dengan kencangnya membawa Bu Mila ke rumah sakit. Hatinya turut cemas melihat apa yang sedang menimpa orang tua Sabrina itu, ditambah dengan Sabrina yang terus saja menangis sambil mendekap badan yang tak sadarkan diri.

Seorang petugas rumah sakit menyambut mobil Elang dengan sebuah brankar. Dengan sigap petugas itu memindahkan badan Bu Mila ke atas kasur dorong untuk dibawa ke ruangan IGD.

"Tunggu diluar ya," ucap petugas itu saat Sabrina hendak turut masuk menemani ibunya.

"Tapi sa—" ucapan Sabrina terhenti karena tangan Elang menyentuh pergelangan tangan Sabrina.

"Sebaiknya tunggu diluar," ucap Elang yang membuat Sabrina urung meronta.

Sabrina menurut. Ia duduk di kursi tunggu bersama Elang dengan cemas. Air matanya tak henti mengalir membayangkam kondisi wanita yang telah melahirkannya itu terpejam tanpa gerakan. Hanya deru napas yang keluar teratur dari bibir ibunya.

"Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan ibu, Mas? Aku ngga akan bisa maafkan diriku sendiri!"

"Ibumu pasti akan baik-baik saja," ucap Elang berusaha menenangkan Sabrina.

"Aku takut, sebab ibu punya riwayat hipertensi," balas Sabrina dengan bibir bergetar.

"Tenanglah, dokter akan memberikan yang terbaik."

Beberapa saat menunggu, seorang petugas mempersilahkan masuk.

"Ibu," lirih Sabrina di sebelah badan ibunya yang terbaring penuh dengan alat. Aroma khas obat-obatan menguar di hidung Sabrina, wangi yang beberapa bulan lalu akrab dengannya kini kembali lagi menyapanya disituasi yang sama.

Hanya saja, dulu yang terbaring adalah ayahnya, sementara kini ibunya.

"Ibu jangan pergi. Sadarlah, Bu. Sabrina sama siapa kalau ibu pergi." Suara isakan Sabrina terdengar pilu. Bahkan penunggu pasien di brankar sebelah turut merasakan apa yang sedang menimpa Sabrina.

Elang berdiri di samping Sabrina dengan gelisah. Ditambah dengan info yang baru saja disampaikan oleh dokter. Ia tak menyangka jika kejadiannya akan serumit ini. Elang terjebak dalam situasi yang serba sulit.

Perlahan tangan Bu Mila bergerak-gerak. Mata yang semula terpejam erat itu pun turut serta menunjukkan pergerakan.

"Rin, ibu sadar," ujar Elang yang sejak tadi berdiri di belakang Sabrina menghadap Bu Mila. Apa yang menimpa gadis di sebelahnya itu turut membuatnya prihatin.

Sabrina segera mendongak. Ia berdiri di dekat kepala ibunya untuk memastikan apa yang diucapkan oleh Elang.

Bibir Bu Mila bergerak kelu, sementara matanya menatap Elang penuh arti.

Elang mendekati pemilik wajah itu. Perlahan ekor mata Bu Mila tertuju pada Sabrina yang terisak.

"Tang—gung ja—wab sa—ma an—akku, nika—hi dan jaga di—a, ja—ngan disa—kiti," ucap Bu Mila terbata. Dadanya naik turun karena napas yang serasa diujung tenggorokan.

Mendapati pesan seperti itu membuat Elang merasa dilema. Ia hadir di rumah sakit hanya karena memenuhi permintaan mereka, bukan untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan Sabrina.

Elang masih terdiam, ancaman warga kembali memenuhi kepalanya. Ia sedang berada diantara dua pilihan yang berat. Istrinya di rumah tidak akan bisa menerima pernikahan ini, akan tetapi jika ia menolak nama baik perusahaan dan keluarga sedang dipertaruhkan.

"Saya janji, Bu. Saya akan menjaga Sabrina." Elang menjawab ucapan Bu Mila dengan ragu. Melihat wajah di depannya yang sedang diambang kematian membuat Elang terpaksa mengucapkan kalimat itu, meskipun dengan setengah hati.

Sabrina seketika menoleh. Ia tak percaya Elang akan berbicara seperti itu. Akan tetapi jawaban Elang itu menciptakan sedikit kelegaan yang bersemi dalam hati Sabrina.

Deru napas Bu Mila membuat Sabrina kembali menatap wanita yang telah melahirkannya, urung mendengarkan penjelasan Elang. Bibirnya bergetar melihat sang ibu dengan napas tersengal, seolah udara enggan masuk ke dalam kerongkongannya.

Air di pelupuk mata yang siap meluncur di wajah sang ibu itu menandakan bahwa rasa sakit yang sedang ia rasakan begitu mencengkeram dirinya.

"Ibu, jangan pergi," teriak Sabrina. Kepalanya bersandar pada lengan sang ibu. "Jangan pergi, Bu."

Elang tertegun melihat apa yang ada di depannya. Seumur hidup, baru kali ini ia melihat manusia berada diambang kematian.

Perlahan, napas Bu Mila hilang dari kerongkongan. Jerit tangis Sabrina menggema di ruangan tersebut. Wanita yang dicintainya dan semangatnya untuk menjalani kehidupan telah pergi meninggalkan luka yang kian dalam.

Rasa bersalah dalam diri Sabrina makin menggunung. Kabar terakhir yang beredar membuat ibunya mengalami serangan jantung yang menyebabkan pergi untuk selamanya.

"Saya harus pergi," ucap Elang merasa memiliki kesempatan untuk lepas dari apa yang bukan menjadi perbuatannya. "Istri saya sudah menunggu di rumah."

"Lalu apa yang sudah Mas katakan pada ibu saya tadi? Mengapa tadi Mas bicara seperti itu?" sahut Sabrina cepat. Hatinya sempat merasa lega karena jawaban Elang atas permintaan ibunya, akan tetapi belum ada satu jam laki-laki di sebelahnya itu sudah berubah pikiran.

"Saya tidak melakukan apapun padamu. Anggaplah ucapan saya di depan ibumu tadi hanya sebatas jawaban untuk melegakan perasaannya sebelum ia bertemu ajalnya. Lagi pula bagaimana saya akan menikahimu? Saya juga sudah punya istri. Jangan ngawur kamu!"

"Janji tetaplah janji." Sabrina menatap Elang dengan tatapan nanar. Rasa yang terpantik terhadap Elang sudah menancap ke dalam lubuk hatinya sejak pertama kali Elang datang menolong. Sikap dan perhatiannya terlihat dari bagaimana cara Elang memperlakukan dirinya ketika mengalami kesulitan. Bagaimana tanggapnya Elang ketika Bu Mila sedang mengalami serangan jantung mendadak. Ia tidak mau kehilangan laki-laki yang baik dan seperhatian itu.

Namun ucapan Elang itu membuat Sabrina harus melakukan sesuatu. Ia meminta ketua RT untuk menahan Elang hingga proses pengurusan jenazah itu selesai dilakukan.

"Sekarang, Nak Elang mari dilaksanakan ijab qobul di depan jenazah almarhumah, sebagai bukti bahwa Nak Elang tidak lepas tangan dari apa yang sudah kalian lakukan juga untuk menjaga nama baik kampung kita ini."

"Tapi, Pak, saya tidak melakukan apapun. Itu semua salah paham." Elang memberanikan diri untuk menolak, sebab Sabrina kini hanya seorang diri tanpa orang tua di sisinya.

"Bagaimana Nak Elang mengelak sementara Nak Sabrina mengakuinya? Jangan jadi laki-laki pecundang." Pak RT menyahuti.

"Saya bukan pecundang, Pak!" sergah Elang tak terima.

"Kalau begitu tanggung jawab, sesuai dengan permintaan almarhumah!" Nada bicara ketua RT makin meninggi.

Elang meraup wajahnya dengan kasar. Ia tidak bisa mengelak sekarang ini. Wajah kusut serta pikiran kacau sudah melekat dalam diri Elang. Ia frustasi, tidak tahu harus bagaimana sementara untuk menikahi Sabrina pun ia ragu.

Sebuah mobil baru saja membelah kerumunan para pelayat. Seorang laki-laki paruh baya memakai kemeja polos warna marun dengan celana bahan yang membungkus badannya turun dari mobil yang baru berhenti.

Elang segera menghampiri laki-laki itu. Ia merasa lega karena wakil dari keluarganya telah sampai dan berharap bisa merayu ketua RT dan Sabrina untuk tidak melakukan apa yang mereka minta.

Laki-laki paruh baya itu diam sambil mengamati sekitar. Ia sedang mengingat sesuatu.

Elang menghampiri lelaki itu. Ia tampak cemas berada dalam keramaian ini.

"Pa, tolong bantu Elang. Ini bukan perbuatan Elang. Ini semua murni salah paham." Elang berusaha menjelaskan.

Pak Rahardjo, papa Elang meletakkan tangannya di pundak Elang dengan tegas.

"Nak, Papa sudah membantumu untuk masalah yang kamu buat beberapa waktu lalu. Tahukah kamu siapa yang kamu tabrak waktu itu? Dia adalah bapak dari gadis ini." Pak Rahardjo berujar lirih, khawatir jika Sabrina mendengar ucapannya.

Dahi Elang mengernyit sambil melihat wajah Sabrina yang menatapnya dengan tegas.

Saat kejadian itu, Elang harus mengurus proyek di luar kota sehingga urusan tabrakan itu diselesaikan oleh pengacaranya.

"Tapi, Pa. Waktu itu kita sudah memberikan sejumlah uang untuk mereka!" sergah Elang lirih.

"Mereka menolak. Dan sekarang sebuah kejadian kembali mempertemukan kalian, sebaiknya nikahi saja gadis ini, apapun alasan dan penyebabnya. Baik itu karena ulahmu atau tidak, buktinya yang difoto itu adalah dirimu."

Elang meremas rambutnya dengan keras. Bayang-bayang wajah sang istri memenuhi kepalanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Tamat

    Bab 70Hari-hari baru telah dilalui oleh Sabrina dan Elang di rumahnya yang sebelumnya ia tempati. Kehidupan baru dengan status baru, yaitu sebagai satu-satunya istri dari Elang Hastanta.Pernikahan mereka baru saja di sahkan setelah satu bulan kepergian Kayla. Hal itu membuat Sabrina merasa lega sebab statusnya telah sah dimata hukum. "Terima kasih atas hadiah ini, Mas," ucap Sabrina setelah kembali ke rumah. Buku nikah telah ia dapatkan ditangan. Ia bukan lagi menjadi wanita simpanan, melainkan sebagai satu-satunya istri sah yang dimiliki Elang.Bibir Elang mengulum senyuman. Ia mengusap pipi Sabrina menggunakan ibu jarinya dengan halus dan lembut."Sama-sama, Sayang. Tidak ada lagi alasan untukku tidak menjadikanmu sebagai satu-satunya istri sah. Mas janji akan selalu menjaga diri agar tidak lagi melakukan kecerobohan yang menyebabkan hidup Mas jadi berantakan seperti kemarin. Mas juga janji akan membahagiakan kamu dan anak kita nanti," ucap Elang sambil mengusap perut Sabrina yan

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Penyesalan

    Bab 69Elang menuntun Sabrina berjalan di jalan setapak di antara makam yang berjajar. Dadanya kebak akan rasa haru atas apa yang sudah terjadi. "Hati-hati, Sayang," ujar Elang saat Sabrina berusaha menghindari makam yang ada di samping jalanan.Tangan Sabrina menggenggam erat lengan Elang yang ada di sampingnya. Kondisinya yang baru saja pulih membuat badannya masih terasa lemas dan sesekali harus menyandarkan badannya agar tidak roboh. Seharusnya Sabrina banyak beristirahat, tapi rasa bersalahnya tak lagi dapat menahan langkah kakinya untuk berjumpa dengan Kayla sekalipun sudah berbeda alam."Ini makamnya," ucap Elang seraya menunjuk satu makam yang masih tinggi gundukannya. Kembang setaman yang ditaburkan kemarin masih banyak berjajar di atas makam itu. Bahkan aromanya sesekali masih terhirup oleh hidung Sabrina juga Elang.Sabrina menatap makam itu dengan hawa panas yang mulai merambat ke sekujur tubuhnya. Kepergian Kayla setelah apa yang dilakukannya pada Sabrina membuat Sabrina

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Kehilanganmu

    Bab 68Elang berjalan dengan langkah tergesa menuju ruang ICU, tempat di mana Kayla sedang dirawat. Matanya hanya fokus pada jalanan di depannya agar bisa lekas sampai di ruangan tersebut. Pikirannya sudah lebih tenang sebab Sabrina sudah ditemukan.Beberapa kali ponselnya berdering dari sang mama, bertanya di mana posisinya sekarang. Dan itu membuat Elang makin cemas dengan kondisi Kayla.Biasanya, Bu Laras dan Pak Rahardjo cukup bisa diandalkan dalam hal apapun. Tapi dering ponsel yang terus berbunyi itu membuat Elang merasa bahwa orang tuanya tak bisa mengatasi keadaan itu dan mengharuskannya berada di sisi Kayla secara langsung.Elang pun makin mempercepat langkahnya."El," sapa Bu Laras kala matanya melihat Elang mendekatinya. Tangannya terangkat untuk memeluk sang putra. Ketika berada dalam rengkuhan putranya, air mata Bu Laras tumpah seketika."Kayla, El. Kondisinya mengkhawatirkan," ucap Bu Laras dalam isakan. Ia begitu cemas melihat busa yang keluar dari mulut Kayla secara la

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Pergi Dari Sini!

    Bab 67"Mas tolong aku," racau Sabrina lagi. Matanya memandang sang suami dengan tatapan mengiba. Bayangan laki-laki semalam yang memaksanya masuk ke dalam mobil kembali terbayang dalam ingatan. Wajah mengerikan lelaki itu, membuat Sabrina terus meracau karena rasa takut.Elang makin merasa bersalah melihat Sabrina yang tampak trauma. Ia menggenggam erat tangan Sabrina untuk menyalurkan rasa tenang dan nyaman. "Tenanglah, ada Mas di sini." Elang mengusap punggung tangan Sabrina dengan ibu jarinya. Elang mendekatkan wajahnya ke dahi Sabrina, lalu menciumnya dengan penuh kelembutan. Ia cemas bercampur lega bisa melihat Sabrina ada di dekatnya. Meskipun kondisinya mengkhawatirkan tapi Elang merasa bahagia bisa berjumpa kembali dengan istri yang sudah lama meninggalkan dirinya tanpa pamit.Sabrina mengerjapkan matanya. Ia menatap Elang beberapa saat, kemudian menghentakkan tangan Elang yang sejak tadi menggenggam tangannya."Pergi kamu, Mas! Pergi dari sini! Aku benci kamu!" desis Sabr

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Aku Takut, Mas!

    Bab 66Ponsel Elang terus berdering selama perjalanan. Ia tak peduli, kabar yang baru saja ia terima membuat Elang harus segera sampa di lokasi.Sementara di ujung panggilan, Kayla sedang menangis. Ia tak terima jika Elang pergi meninggalkannya walau hanya sebentar. Rasa takut kehilangannya sudah mengakar dalam hati dan semakin membuatnya nekat melakukan hal apapun agar sang suami mau kembali. Akan tetapi, sikap abai milik Elang itu malah membuat Kayla tak bisa menunggu. Kayla bangkit dari tidurnya. Ia memaksa tubuhnya yang lemah itu untuk berjalan menuju balkon kamarnya. Pikiran dan hati Kayla sudah buntu. Wanita itu sudah gelap mata dan pikiran."Aku tidak rela jika kamu kembali pada perempuan itu, Mas. Kamu hanya milikku dan tidak boleh dimiliki oleh wanita lain selain aku. Jika kamu berbagi, maka biarkan anak ini kubawa pergi." Kayla berjalan dengan tertatih menuju pintu kaca yang menampakkan sinar bulan purnama. Sayangnya keindahan bulan purnama itu tidak membuat Kayla merasa ka

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Rindu Yang Menggebu

    Bab 65Kayla sedang membaca pesan dari seseorang saat pintu kamarnya terbuka. Ia merasa lega karena misinya berhasil, sekalipun itu harus mengorbankan kesehatannya demi janin yang ia kandung. Usahanya berhasil untuk membuat Elang bertahan di sisinya untuk sementara ini. Bayi itu harus selamat jika Kayla ingin dirinya kembali menjadi ratu dalam pernikahannya. Ponsel yang dipegang Kayla segera diletakkannya begitu Elang sudah ada di bibir ranjang tempatnya berbaring. Ia tak mau sang suami melihatnyaa berbalas pesan dengan orang lain, terlebih itu adalah seorang laki-laki. "Sayang, makan dulu ya?" ucap Elang sambil membawa senampan makanan untuk Kayla. Nampan itu ia letakkan di nakas sebelum menyiapkan meja di atas tempat tidur Kayla.Sejak keluar dari rumah sakit, Kayla tidak pernah keluar dari kamar. Ia lebih banyak bedrest karena kondisinya yang lemah. sesekali mertuanya datang menjenguknya ke dalam kamar, untuk sekedar berbincang atau menanyakan keadaan Kayla hari itu."Hemm wangi

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Layani Saya Malam Ini

    Bab 64Sabrina mematut diri di depan cermin, menatap pantulan wajah dan badannya yang mengenakan dress sabrina berbahan satin dengan belahan dada rendah yang menampakkan sebagian dari bahunya yang kecil dan mulus. Embusan hawa dingin dari AC yang menerpa badan Sabrina membuatnya berulang kali mengusap bahu dan leher bagian belakang. Rasa risih membuat Sabrina tak nyaman dengan pakaian itu. Sayangnya hendak protes pun Sabrina tak memiliki keberanian."Sudah cantik," ucap perempuan yang mendandani Sabrina itu. Rosa namanya. "Tubuhmu bagus, siapapun tamunya nanti pasti akan tertarik dengan badanmu yang padat ini.""Terus ini aku kemana, Kak? Saya harus apa di sana nanti?" tanya Sabrina dengan polosnya."Kamu nanti cukup duduk manis aja. Kalau diajak duet ya kamu duet, kamu layani dia dengan baik. Kalau dia mau apa-apain kamu ya udah biarin aja, pasrah aja jangan banyak protes biar nanti kamu dapat tips banyak. Lumayan kan? Ngga susah juga kerjanya, kamu cukup nikmati permainan dia nant

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Pekerjaan Apa Ini?

    Bab 63"Saya ngga tau pasti ini perusahaan apa, tapi alamatnya benar ini," ucap Sabrina sambil membaca nama jalan dan nomor yang melekat di dinding dekat pintu."Ya sudah deh, Mbak. Hati-hati aja saran saya," ucap kang ojek itu sebelum ia meninggalkan Sabrina di halaman gedung bertingkat itu sendirian.Sabrina menghela napas dalam dan panjang. Dari ucapan kang ojek itu ia merasa aneh, akan tetapi untuk kembali pulang pun rasanya tak mungkin sebab ia memang butuh pekerjaan itu.Tak ada pilihan lain, Sabrina pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman gedung yang tak luas itu. Tidak ada orang di halaman itu, hanya ada security yang sejak tadi sibuk dengan benda pintar di tangannya. Ia bahkan tak mempredulikan Sabrina yang tampak kebingungan."Bismillah," ucap Sabrina menyemangati dirinya.Sabrina masuk ke dalam gedung yang ada di depannya. Ada rasa canggung dan takut saat membuka pintu kaca yang menjadi bagian utama dari bangunan tersebut. Tak banyak lampu yang menyala, hanya bebera

  • Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan    Alhamdulillah Dapat

    Bab 62Sabrina tinggal di sebuah kontrakan kecil tak jauh dari tempat tinggalnya di kampung. Ia sengaja mencari tempat yang tak jauh dari lingkungan rumahnya sebab lebih mudah beradaptasi. Kehamilan Sabrina terbilang rewel dan manja. Ia tak bisa banyak beraktivitas sebab rasa mual yang kerap datang dan membuatnya lemas. Tak jarang Sabrina menangis nelangsa merasai nasibnya yang menyedihkan ini. Akan tetapi ia hanya mampu menangis tanpa sanggup menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi ini."Sabar ya, Nak? Mama akan berusaha kuat meskipun kamu selalu saja membuat Mama lemas begini," ucap Sabrina seraya mengusap perutnya yang baru saja terasa mual. Bagaimana pun beratnya menjalani morning sicknes, Sabrina tetap berusaha sabar. Ia juga harus kuat untuk bisa bekerja demi melanjutkan hidupnya yang sebatang kara. Pada siapa lagi Sabrina akan bergantung jika bukan pada tangannya sendiri. Tidak banyak uang yang Sabrina bawa sebab kartu pemberian Elang telah ia kembalikan pada Kayla. Sabrin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status