“Rey!”
“Ya, Pak,” sahut Reynhart. Tak perlu dijelaskan, dia tahu maksud Teofilano ketika hanya menyebut namanya.
“Tolong!” jerit Viana.
Meski ada yang mendengar, siapa yang berani menolong?
Viana tidak percaya, kaki tangannya diikat, mulut dilakban, dan dimasukkan ke bagasi mobil Teofilano.
Ya, itu Teofilano lakukan agar tidak terulang kejadian kemarin. Gara – gara Viana, dia dan sopir pribadinya—Dion, di interogasi sampai beberapa jam di kantor polisi. Karena Viana memberi keterangan kepada polisi bahwa dia pembunuh yang memutilasi korbannya setelah diperkosa.
Viana menangis. Semakin benci kepada Teofilano.
“Ah!”
Viana kesakitan Teofilano membuka lakbannya kasar, “Tidak bisakah pelan-pelan?!”
Teofilano memiringkan kepalanya, menatap Viana. Baru kali ini ada karyawan yang berani kurang ajar padanya. Kalau bukan karena wajahnya mirip Lauren, sudah dia lempar ke hiu sejak detik pertama.
Bicara ketus memang sudah tabiat Viana.
Teofilano membuka tali Viana, “Turunlah!”
Viana emosi, menatap rumah 2 lantai bercat putih berpagar kaca pada balkonnya.
Ini adalah mansion Lauren. Setidaknya 2 kali Viana ke sini, untuk mengantar makanan. Biasanya, dia hanya berhenti sampai depan gerbang, tapi kali ini dia menginjakkan kaki di halamannya yang luas seperti lapangan basket.
“Selamat pagi, Pak Teo.”
Viana mendengar suara asisten rumah tangga dan sopir pribadi Lauren menyapa Teofilano secara bersamaan, tapi tidak menyapanya.
Tidak masalah. Viana juga tidak minta disapa.
“Ah!”
Viana terkejut Teofilano menarik sikunya dan melemparnya ke ruang tamu.
Andai bisa, Viana ingin membunuh Teofilano.
“Kamu tahu kenapa aku menyelamakanmu dari gantung diri?” tanya Teofilano.
Viana berdecih, “Kenapa, kenapa Bapak menyelamatkan saya?! Apa Bapak baru sadar terbongkarnya perselingkuhan Bapak bukan murni kesalahan saya?!”
Teofilano tertawa, sebenarnya geram teringat Lauren sudah tidak ada disisinya lagi. Geram juga, kalau dia terlambat sedikit saja, nyawa Viana melayang. Dia mendekati Viana hingga perempuan itu berpikir akan dicium, seperti kemarin.
“Bukankah sayang kecantikanmu ini disia – siakan?”
Viana meludahi Teofilano, “Berapa kali harus saya katakan, saya bukan pelacur!”
Tawa Teofilano semakin keras, seiring marahnya.
“Rumi!”
Teofilano memanggil asisten rumah tangganya. Tak lama, wanita berbobot 80 kg itu datang.
“Ya, Pak,” sahut Rumi, takut melihat kilat emosi di mata Teofilano.
“Mandikan dia! Dandani dia seperti Lauren dan semprotkan parfum Lauren padanya!”
Di depan cermin, Viana jijik melihat dirinya saat ini. Dia sudah seperti kembar identiknya Lauren.
Matanya yang tadinya coklat berubah menjadi hijau, berkat soflenz. Rambutnya yang hitam lurus juga sudah berubah menjadi golden dan bergelombang karena Rumi mengecatnya.
Rumi belum usai memasang kutek di kaki Viana, “Bapak kayaknya suka sama Non Viana.”
Viana berdecih, “Jangan membuatku ingin muntah.”
“Serius Non. Bi Rumi tahu banget Bapak itu orangnya kayak apa. Nyonya Lauren, dan semua kita bawahannya nggak ada yang berani kurang ajar ke Bapak. Jangankan meludahi wajah Bapak seperti yang Non lakukan, bicara saja kita hati – hati. Tapi Bapak gak bunuh Non Viana, apa namanya kalau bukan suka?”
Bukannya suka, Viana malah makin jijik mendengar analisa Rumi.
“Bi, pliss! Aku gak mau dengar tentang dia lagi!” tegas Viana.
Pukul 4 sore Rumi baru usai menyulap Viana menjadi Lauren versi muda.
Rumi memandangi Viana, “Sebenarnya, kalau Bi Rumi boleh berpendapat, Non Viana jauh lebih cantik kalau nggak pakai make up. Entah kenapa Bapak suruh Bi Rumi mendadani Non seperti Nyonya, jadi lebih tua sekarang.”
Usia Viana saat ini 20 tahun, sementara Lauren 27 tahun. Saat memakai make up bold, Viana memang mirip Lauren.
Viana terpaksa memakai make up bold saat bekerja. Karena menurut aturan pemerintah, usia minimal boleh bekerja di club malam adalah 21 tahun. Sementara usianya baru 20 tahun. Jadi, hanya Diky—orang yang membawa Viana bekerja di KIC dan HRD yang tahu usia aslinya.
Dan semalam, Teofilano melihat versi aslinya itu. Viana memang jauh lebih baby face saat tidak pakai make up.
“Masih lama, Bi?” tanya Viana.
Bukannya ingin cepet – cepet bertemu Teofilano, tapi ini jamnya dia pulang kerja. Dia takut dicari suaminya.
Rumi puas melihat hasil nail artnya di kuku kaki dan tangan Viana.
“Nggak Non, tinggal parfum aja.”
Rumi menyemprotkan parfum Lauren ke tubuh Viana. Mulai dari belakang telinga, leher, bahu, belahan dada, siku depan, nadi, pusar, lutut belakang, betis, terakhir pergelangan kaki.
Viana melepas soflens dan menghapus semua make upnya, sesaat setelah Teofilano mengunci pintu kamar, “Saya bukan Lauren!”
“Kalau Bapak butuh Lauren, susul aja di ke negaranya atau cari wanita yang mau Bapak dandani se—"
“Rupanya Tuan Tiger mati, juga,” olok Derryl. “Ikutlah kami.”“Tidak! Kalian pasti membunuhku!”“Kami tidak tahu masalah itu.” Alvin mendekat. “Bisa jadi tidak, kalau anda memberikan bayi itu kepada kami.”“Dia harus tahu rasanya kehilangan anak!”“Sekarang dia sudah tahu, karena itu melarang kami membunuh anda,” sahut Derryl.Tiger tertawa. “Tidak, dia belum tahu rasanya, karena anaknya masih hidup.”Tawa Tiger semakin kencang melihat Derryl dan Alvin tak bisa membalas argumennya. Namun saat dia melihat ke jalan raya di bawahnya, tawanya pudar melihat semua kendaraan sudah disuruh berhenti dan anak buah Teofilano bersiap menangkap bayi itu.“Cepat berikan!” perintah Alvin.Tidak ada pilihan lain untuk Tiger. Dia menyerahkan bayi kembar Teofilano ke Alvin, karena percuma di jatuhkan ke bawah, ada banyak orang yang akan menangkapnya.***’Viana memeluk Teofilano, menangis haru melihat dari vlog yang beredar bahwa kedua anaknya sudah berada di tangan Alvin.Sebenarnya Teofilano tidak mem
“Lin,” Teofilano mengusap kepala Linda yang sudah tak berambut. “Aku datang.”Ada rasa bersalah yang menjalar hati Teofilano. Sejak menikahi Linda, dia tak pernah datang ke sini. Dia hanya menyuruh Derryl, asisten pribadinya, untuk mewakili kehadirannya. Sebab merasa bersalah kepada Viana.Tapi, mau bagaimana lagi. Linda salah satu karyawannya yang pandai memikat tamu, ratusan botol alkohol mahal-mahal berhasil Linda jual, setiap bulannya. Menikahi Linda adalah kompromi, balas budi kepada orang yang mendatangkan uang untuk bisnisnya.Menikahi Viana, adalah cinta.“Kamu akhirnya datang,” gumam Linda, tersenyum senang. Kehadiran Teofilano seperti morfin baginya.“Ya, Lin.”Teofilano mengecup kening Linda, kompromi, sebagai suami. Detik berikutnya, dia tak berani melihat Linda yang kesakitan karena serangan sel kanker.Dulu dia berpikir pria makluk kuat. Ternyata salah, perempuanlah makluk kuat.Tadi dia melihat Viana berjuang antara hidup dan mati demi anaknya, sekarang dia tak mampu mel
Hampir 3 bulan Viana tinggal di rumahnya yang berseberangan dengan Mr Fox. Dia tidak mau bertemu Teofilano, karena merasa dikhianati.“Alvin!” Viana merasa perutnya semakin sakit. “Alvin!”“Ya, Nyonya.”Alvin ngos-ngosan ketika membuka pintu, sebab kamarnya dan kamar Viana jauh, namun ada intercom yang menghubungkan mereka. Karena itu meskipun sedang mimpi indah, dia segera meloncat bangun.Alvin terkejut ketika melihat Viana berada di lantai. Dia segera mendekat dan mengangkat bosnya itu ke ranjang.“Alvin, sepertinya aku mau melahirkan.”“Ba—baik, Nyonya.”Malam itu juga Alvin mengantar Viana ke rumah sakit Luiqi.“Kenapa anda terlambat ke rumah sakit, Nyonya? Ini sudah bukaan 7,” tanya dokter kandungan yang jaga malam itu, tapi bukan dokter yang biasa merawat Viana.“Maaf, Dok, ini kehamilan saya yang pertama. Saya tidak tahu jika akan melahirkan, karena prediksi masih seminggu lagi.Tubuh Viana gemetar, tak bisa dikendalikan karena sakit yang merajam perut dan pinggang.“Alvin, a
“Mama nggak apa aku tinggal?” tanya Viana sembari menatap Vonny yang duduk di teras rumah.“Ya, ya, nggak apa, Viana. Di rumah ada Airy dan satpam. Makasih, ya, udah nolongin Mama. Mama nggak tahu kalau tadi kamu nggak lewat, penjambret itu pasti berhasil melakukan aksinya,” jawab Vonny, masih gemetar, syok.“Sama-sama, Ma.”Pukul 12 siang ketika Viana turun dari mobil. Alvin membantu Viana pindah ke kursi roda, lalu mendorong bosnya itu menuju pintu utama mansion yang terbuka.“Dari mana?”Viana dan Alvin kompak menoleh ke samping, terkejut melihat Teofilano tiba-tiba muncul melalui garasi.“Kantor,” dusta Viana.Viana takut dianggap ODGJ oleh Teofilano bila jujur mengatakan dari psikiater. Lebih parahnya lagi, takut pria itu akan meninggalkannya malu punya istri dengan gangguan mental. Sebab itu lebih baik dia simpan sendiri. Hanya Alvin yang tahu.“Oh ya?”Teofilano menatap Viana dan Alvin bergantian, tapi tidak heran Viana membohonginya. Sebab, jika Viana berniat jujur pasti sudah
Pagi ini Teofilano heran, ketika bangun tidur Viana sudah tidak ada di sampingnya. Dia cari kebawah pun tidak ada. Dan tidak ada yang tahu kemana perginya, yang pasti keluar bersama bodyguardnya.‘Tumben gak pamit ke aku?’ batin Teofilano sembari meraih ponselnya dari saku saku celana.Dia menelpon Viana, panggilannya masuk namun hingga tak dijawab. Tak mau membuang waktu, dia menghubungi bodyguard Viana. Rasa herannya berubah menjadi geram. Tak satupun yang mengangkatnya.Akhirnya telpon bodyguard bayangan Viana yaitu anak buahnya yang Viana angkat jadi mata-mata ketika dia pura-pura jadi Devil.“Ke psikiater?” tanya Teofilano, heran.“Ya, Pak.”“Sejak kapan dia ke psikiater?”“Kalau saya tahunya sejak Ibu kembali ke Triodes,” kata Z1“Ok, Z1. Kirimi aku lokasinya.”2 jam kemudian Teofilano tiba di lokasi. Sengaja dia parkir agak jauh, sebab mobil Viana masih ada di depan tempat praktek.Teofilano tidak bisa menjawab pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya. Selama ini Viana selalu
“Pernah dengar aja,” dusta Viana. “Oh ya kapan aku bisa pulang?” Viana tidak betah berada di rumah sakit.“Setahun lagi.”Viana menyesal bertanya ke Mr Fox. Entah kenapa pria itu terlihat sebal dari tadi. Namun Viana sedang malas bertanya.“Aku ingin menemui suamiku.” Viana menatap mereka bergantian, namun tak ada yang menjawab. Akhirnya Viana berusaha turun dari tempat tidurnya.“Nyonya, anda belum bisa menemuinya,” cegah Alvin, berusaha sabar bila Viana dalam mode kekanak-kanakan seperti ini. Namun bukan Viana jika tidak keras kepala.Terpaksa malam itu juga mereka mengantar Viana ke kantor polisi. Sebenarnya datang ke kantor polisi juga tidak bisa sembarangan. Karena Viana sudah seperti anak kecil, Mr Fox dan Alvin mau tak mau meloby penjaga.Tangis Viana pecah ketika melihat suaminya muncul. Viana segera minta peluk Teofilano dan itu membuat Mr Fox ingin muntah. Dia kesal melihat Viana sebucin itu dengan Teofilano. Padahal Teofilano itu brengsek, punya banyak wanita.“Aku gak mau l