Share

53. Trauma Ella

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-06-02 21:39:16

Ella kecil, berusia delapan tahun, berdiri mematung di ambang pintu masuk bersama neneknya di sebelahnya yang mencengkram erat tangannya.

Wajar neneknya pucat, keterkejutan tergambar di wajahnya menyaksikan James—menantunya—mengamuk seperti setan kerasukan dan Karen yang sudah terbaring lemah di ruang tamu.

Dengan cepat ia segera membawa Ella masuk ke kamar. Ia mendorong Ella masuk kamar, setelahnya menutup pintu dan berlari melindungi Karen dari kegilaan James. Ella yang belum memahami keadaan dengan penuh rasa penasaran itu mengintip dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka.

Matanya melebar, air mata seketika berderai, tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin. Rasa takut menyerang begitu melihat James menendang brutal tubuh Karen yang sudah tidak berdaya di bawah lantai.

Tangan mungil Ella yang gemetar menjatuhkan piala yang digenggamnya—piala yang ingin ia banggakan di hadapan kedua orang tuanya atas prestasi yang diraihnya kini tidak ada artinya—piala itu patah.

Tub
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   129. Gadis Cantik

    Ella menatap layar ponselnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, restoran yang sebelumnya dipenuhi hiruk-pikuk percakapan dan dentingan peralatan makan kini mulai sepi. Ia memperhatikan sekitarnya yang kini hanya ada dirinya dan pelayan yang sedang membereskan meja demi meja. Lima jam Daren menghilang entah ke mana meninggalkannya sendirian di restoran mewah yang baru pertama kali ia datangi, bahkan namanya saja tidak bisa ia ucapkan dengan benar. Lima jam ia menunggu sendia di sini tanpa kabar dari Daren. Jari-jarinya gemetar saat mengetik pesan yang kesekian kalinya, berharap kali ini Daren akan membalas. Ia telah berulang kali menghubungi pria itu—telepon, pesan singkat, bahkan pesan suara—namun sampai sekarang ia tidak mendapatkan respons apa pun. Ella benar-benar frustasi dibuatnya. Ella menghela napas panjang, merasakan kegelisahan di dadanya semakin menumpuk. Keputusasaan mulai merambat dalam dadanya, menyebar hingga ke ujung j

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   128. Ciuman Tidak Disengaja

    Ella menatap layar ponselnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, restoran yang sebelumnya dipenuhi hiruk-pikuk percakapan dan dentingan peralatan makan kini mulai sepi. Ia memperhatikan sekitarnya yang kini hanya ada dirinya dan pelayan yang sedang membereskan meja demi meja. Lima jam Daren menghilang entah ke mana meninggalkannya sendirian di restoran mewah yang baru pertama kali ia datangi, bahkan namanya saja tidak bisa ia ucapkan dengan benar. Lima jam ia menunggu sendia di sini tanpa kabar dari Daren. Jari-jarinya gemetar saat mengetik pesan yang kesekian kalinya, berharap kali ini Daren akan membalas. Ia telah berulang kali menghubungi pria itu—telepon, pesan singkat, bahkan pesan suara—namun sampai sekarang ia tidak mendapatkan respons apa pun. Ella benar-benar frustasi dibuatnya. Ella menghela napas panjang, merasakan kegelisahan di dadanya semakin menumpuk. Keputusasaan mulai merambat dalam dadanya, menyebar hingga ke ujung j

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   127. Paket Misterius

    Dering ponsel yang nyaring memecah keheningan pagi, menarik Ella dari lautan mimpi yang menenggelamkannya. Tubuhnya bergerak refleks, tangan kirinya meraba-raba permukaan nakas mencari sumber suara yang mengganggu kedamaiannya, dengan mata yan masih terpejam melawan cahaya yang mulai menyusup melalui celah tirai. Jari-jarinya akhirnya menemukan ponselnya yang bergetar. Dengan mata yang menyipit, ia menatap layar yang menyilaukan. Nama "Daren" tertera di layar dalam huruf-huruf yang tampak kabur. Ia mengangkat panggilan itu bahkan taa repot-repot duduk, membiarkan tubuhnya tetap tertelentang di atas kasur. "Hm, ada apa kau meneleponku sepagi ini? Merindukanku?" godanya dengan suara serak khas bangun tidur. Bahkan di saat otaknya belum sepenuhnya bekerja, ia masih bisa menggoda dengan baik. Tawa kecil Daren mengalir dari seberang telepon—suara yang selalu berhasil membuat ujung bibir Ella terangkat tanpa sadar, membentuk senyum tipis. Ada sesuatu yang menghangatkan dadanya dalam

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   126. Kenangan dan Khayalan

    Lorenzo tersenyum geli, tapi tatannya mengandung kenangan dan kerinduan mendalam. Inilah yang selalu ia kagumi dari Ella, kata-kata tajamnya, sikap menantangnya yang tidak pernah surut meski dalam keadaan apa pun. Bahkan setelah kehilangan ingatannya, jati diri Ella yang sesungguhnya tetap mengalir dalam darahnya. Lorenzo tersenyum lebih lebar. "Kau tidak tahu betapa menariknya sisi dirimu yang seperti ini," bisik Lorenzo, setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar seperti rayuan yang mendebarkan hati. "Bahkan tatapan membunuhmu pun terlihat begitu menawan." "Aku serius!" Ella mengacungkan pisaunya dengan tangan yang sedikit bergetar. Tingkah Lorenzo yang tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut terhadap ancamannya justru membuatnya frustasi. Lorenzo tersenyum menantang, ada kilat kenakalan dan kepercayaan diri yang memabukkan di matanya yang gelap. "Jika kau benar-benar ingin membunuhku, setidaknya biarkan aku mencicipi bibir manismu dulu sebelum aku mati. Bukank

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   125. Fine Dinning

    Gemuruh mesin mobil sport memecah keheningan sore. Mobil itu terparkir di pelataran rumah Ella. Dari balik tirai jendela kamar lantai dua, Ella mengintip dengan napas yang tertahan. Jantungnya berdebar ketika melihat sosok familiar keluar dari mobil mewah itu—Lorenzo. Pria yang mobilnya ia tabrak tadi pagi kini kembali, berdiri dengan postur yang tenang, menawan namun mengintimidasi. Kemeja hitam yang dipakainya dibiarkan terbuka di kerah. Rambut hitam legamnya ditata rapi ke belakang dengan sempurna, menonjolkan struktur wajah yang keras. Setiap gerakan tubuhnya memancarkan aura maskulin yang mendebarkan. Ella menghela napas panjang, kening berkerut dalam. Setiap kali memandang Lorenzo, ia merasa gugup dan gelisah. Dan anehnya, ada sesuatu yang hangat di dadanya ketika melihat pria itu, perasaan ini membingungkan Ella. Ia yakin Lorenzo datang untuk menagih tanggung jawab atas kerusakan mobilnya, tetapi mengapa perasaannya berkata lain? Dengan langkah berat, Ella turun untuk

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   124. Umpan Sempurna

    "Sebaiknya kita menepi terlebih dahulu," kata Lorenzo dengan suara yang tenang. Ella menangguk dengan canggung. Ia bergerak lebih menuju mobilnya dengan langkah yang lambat karena masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Ponselnya berdering, memaksanya untuk mencari benda yang terjatuh di bawah dashboard. Layar menunjukkan nama ayahnya—Thomas. Matanya mendelik teringat sesuatu. Laptop ayahnya! Ella menyisir rambutnya ke belakang hinga berantakan. Kalut menyerangnya, ia harus segara mengantarkan laptop ayahnya. Namun kini masalah baru menumpuk di atas masalah yang belum terselesaikan. Ella menarik napas dalam-dalam, ia memilih mengabaikan panggilan Thomas. Prioritas utamanya adalah menyelesaikan masalah di depannya terlebih dahulu. Setelah menepikan mobilnya, Ella keluar dari mobil dan menghampiri Lorenzo yang berdiri di depan pintu mobilnya. Pria itu tampak begitu tenang dan terkendali, kontras dengan keadaan batin Ella yang bergejolak. Setiap langkahnya terasa berat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status