Share

Bab 3. Borgol Amsyong

Author: Fiska Aimma
last update Last Updated: 2022-07-12 12:54:59

Dulu aku sempat berkhayal ingin memiliki calon suami itu yang tampannya seperti Song Jong Ki, lembutnya seperti Nick Jones, dan kekarnya seperti The Rock. Sekarang, akhirnya Tuhan datangkan Pak Al yang mungkin memiliki 80% kriteria yang disebutkan dan 20% hal yang tidak inginkan.

Kenapa? Karena Pak Al itu berbeda. Dia tidak lembut mau pun perhatian karena yang kutahu Pak Al itu diam-diam menghanyutkan, bisa dibilang cenderung licik.

Buktinya, setelah tiga hari kemarin dia menyatakan mau menikah denganku hari ini Pak Al kembali ke bentuk aslinya yaitu lelaki yang over disiplin ketika mendapatiku tidak memakai name tag perusahaan. Tanpa basa-basi dia langsung memanggil namaku lewat pengeras suara.

"Pengumuman! Bagi yang bernama Fey, bagian finance ditunggu sekarang di ruangan saya, karena Anda telah melanggar peraturan dengan tidak menggunakan name tag, jadi dalam hitungan ke-10 saya mau Anda ada di sini! Satu ... dua ...."

Begitu pengumuman dadakan itu disampaikan sungguh rasanya mau tenggelam di dasar sungai saja, tak kusangka dia benar-benar menghitung seenak jidatnya hingga satu kantor mendengar. Saat kejadian itu, sungguh aku ingin mengumpat sambil berlari tapi aku masih ingat kedudukanku.

Heran aku, biasanya kalau orang enggak bawa name tag cukup ditegur dan dikasih pengarahan, kok rasanya kali ini berbeda? Aku langsung dipanggil ke ruangannya dan disuruh berdiri lama sedang dia sibuk bekerja dengan laptopnya.

Kulirik jam di dinding yang berdetak pelan. Tak terasa sudah setengah jam, aku berdiri di depan meja kerjanya, tapi dia malah membiarkanku bengong sampai keringatku turun dari dahi.

"Pak Al!" panggilku. Sumpah, kakiku sudah kesemutan. Tak tahan lagi.

"Heum?" jawabnya tanpa mengangkat kepala, dia masih khusu dengan berkas di tangannya.

"A-apa hukuman buat saya, Pak? Maaf, saya lupa bawa name-tag," ucapku pura-pura menyesal. "Saya bersedia dapat SP-1 kok Pak, tapi jangan biarkan saya begini, pegel Pak," ucapku jujur.

"Kamu benar mau pergi?" tanya lelaki berkemeja biru tua itu seraya mendongakkan kepala. Akhirnya, dia bereaksi juga.

"Iya Pak, jika boleh,"sahutku. Sedikit ragu.

Sejenak lelaki itu terdiam lalu sejurus kemudian Pak Al tersenyum samar. Senyum yang selalu membuat aku berpikir bahwa ada sesuatu hal buruk yang sedang direncanakannya.

Ingat, Pak Al itu licik. Dont judge the book by its cover. Sekali pun mukanya ganteng tapi hatinya nonsense. Itu sudah terbukti dengan permintaannya yang ingin mempercepat pernikahan kami.

"Baik, tapi ada satu syarat ...."

Tiba-tiba dia berdiri dari kursi kebesarannya lalu menghampiriku yang berdiri dengan perasaan tak menentu karena kulihat mulutnya menyeringai dan matanya memancarkan nyala yang siapa pun bisa terhipnotis.

Entah kenapa, melihat dia terus mendekat, tetiba dadaku bergetar hebat dan frekuensinya semakin bertambah kala jarak kami hanya tinggal satu ubin.

"Syaratnya apa, Pak?" tanyaku gugup.

"Kamu harus pulang barent dengan saya."

"Tapi kan Pak, gimana kalau nanti ada yang lihat?"

"Kamu mau dikurangin gaji?"

"Enggak."

"Ya, sudah nurut sama calon suamimu. Titik."

"Loh?" Aku menutup mulut kaget. Mendengar kata 'calon suami' telingaku merasa budek.

"Apa? Gak setuju? Udahlah, sekarang cepat keluar! Saya mau kerja, kamu bikin saya gak fokus," ucapnya seraya mengibaskan tangan berulang kali.

Sheh, maksudnya? Siapa tadi yang menahan siapa? Sekarang aku diusir.

"Bukannya tadi Pak Al yang minta ke sini, sekarang kok mal--"

"Syuut!" Belum selesai aku protes, telunjuknya sudah parkir di bibir dan buruknya itu menempel dengan kuat, sampai wajahku hampir tergerak ke belakang. Enggak sopan.

"Sudah kamu keluar sana!" perintahnya lagi sambil melepaskan jari cuek.

Tadinya ingin sekali kulempar mukanya yang sombong itu dengan sesuatu di tanganku, tapi masih kutahan, sabar.

"Oke, kalau begitu saya permisi, mari Pak ...." pamitku kesal seraya melangkahkan kaki ke arah pintu.

Sayang, baru saja beberapa langkah tanganku kembali dicekal Pak Al.

"Tunggu!" sergahnya.

Aku membalikkan badan dan melihatnya lagi dengan malas. "Apa lagi, Pak? Kan tadi saya diusir," kilahku.

"Ini! Cium tangan dulu! Latihan, sebelum di depan penghulu!" imbuh Pak Al seraya menyodorkan punggung tangannya tanpa rasa bersalah.

He? Dasar borokokok Kabayan! Ada-ada saja tingkahnya, belum jadi suami saja Pak Al sudah minta macam-macam, lebih baik aku memberi dia pelajaran saja.

"Oh baik, Pak mana sini tangannya," jawabku. Aku mengikuti perintahnya untuk mencium punggung tangan Pak Al tapi jangan harap sepenuhnya karena aku langsung menggigit tangannya.

Krek!

"Awww! Feyy!" teriaknya kencang.

"Maaf, Pak!" ucapku sembari melarikan diri.

Rasakan.

(***)

Seandainya lemari Doraemon  itu benar ada, mungkin hari ini aku akan selamat dari cengkraman Pak Al dan bebas pergi ke mana saja.

Namun, ternyata robot kucing itu hanya milik Nobita sementara aku hanya punya doa yang belum terkabul sekarang. Karena begitu jam kerja selesai, dia sudah memintaku untuk pergi secara sembunyi-sembunyi agar bisa bertemu dengannya di parkiran.

"Maaf Pak, sudah menunggu lama, ya?" Aku menyapa lelaki yang sedang berdiri tegap di samping mobil SUV-nya itu dengan canggung.

"Ya lumayan, ayo masuk!" ajak Pak Al sambil membukakan pintu mobil untukku.

Aku mengerjapkan mata, rasanya ada yang janggal dengan sikap lelaki satu ini. Namun, aku memilih menurutinya dan masuk ke dalam mobil.

Setelah semuanya siap, Pak Al pun melesatkan mobilnya ke daerah pusat Bandung sampai akhirnya kami berhenti di salah satu butik yang biasanya didatangi oleh kaum borjuis.

"Yuk! Kita masuk! Saya mau beliin baju buat kamu!" katanya sembali membuka seat belt.

"Hah? Baju? Enggak ah, Pak ini mahal! Harganya aja bikin mual," protesku spontan.

Aku tak percaya dengan Pak Al yang memberiku hadiah. Pasti dia ada maunya, kata Emak jangan langsung mudah menerima pemberian lelaki apa lagi kalau baru kenal.

Ya ... walau Pak Al calon suamiku, tapi tetap saja berbeda, lagi pula kami pun akan menikah karena terpaksa. Jadi, jangan terlalu berharap. Bisa jadi dia sedang balas dendam akibat perbuatanku tadi pagi.

Dih! Ogah.

"Saya serius, ayo turun!" ajaknya lagi sembari melepas seat belt.

"Enggak ah, malas. Untuk apa coba?" kilahku tetap menolak. Sejujurnya, aku hanya takut dia akan meminta macam-macam, aku tidak mau jadi berhutang budi padanya.

"Ya, udah kalau gitu saya kunci. Beneran gak mau turun?"

"Iya, paling Pak Al minta saya jadi patung lagi," jawabku cuek. "Pak Al aja-lah yang turun!" Aku pura-pura memalingkan muka.

Pak Al menghela napas dalam. Sejenak lelaki itu tampak berpikir, lalu sejurus kemudian dia mengambil sesuatu dari dalam dasbor. Namun, aku tak perduli. Kurasa dia sudah menyerah.

"Oke, kalau begitu, kalau kamu enggak mau keluar," ancamya seraya turun dari mobil.

Aku bernapas lega, karena kukira dia sudah menyerah tapi ternyata enggak. Lelaki itu berjalan memutari mobil sampai dia berhasil membuka pintu mobilku.

"Sini tanganmu!" perintahnya.

"Mau apa, Pak?" tanyaku panik.

Dia menyeringai. "Tadi kamu bilang, enggak mau turun, 'kan?"

"Iya." Aku menganggukkan kepala, firasatku mulai tak enak.

"Ya, sudah terima saja hukumannya!"

"Eh, maksudnya?"

Klik.

Belum sempat aku berontak. Tangannya lebih dulu mengambil tangan kiriku dan dalam waktu sekejap pergelangan tangan kiriku sudah terborgol. Sementara, satu borgol lagi dia kenakan ke pergelangan tangan kanannya.

"Eh, eh Pak, ini kita lagi enggak bikin film horor atau thriller Pak! Lepaskan aku, Pak!" jeritku frustasi.

Namun, seperti tuli, dia malah memaksa aku turun karena dia terus menarik tangannya sehingga aku tak ada pilihan selain mengikuti Pak Al.

Dasar licik.

"Ayo ikut! Kalau begini kamu tidak akan lari atau jauh-jauh! Sekarang ayo kita belanja!" ajaknya seraya terus menggiringku memasukki butik layaknya kambing.

Dengan langkah terpaksa, aku pun mengikutinya. Namun tak sampai beberapa langkah, aku tiba-tiba teringat sesuatu.

"Eh, tapi Pak, kunci borgolnya ada, 'kan?" tanyaku ragu.

Seketika langkah Pak Al langsung berhenti, dia tiba-tiba saja mengerutkan keningnya.

"Eh, kunci borgol?" tanyanya seakan kaget.

"Iya, kuncinya ada, kan?" Aku berteriak dengan gemas.

"Kayaknya enggak ada, saya lupa kalau kuncinya hilang," jawabnya tenang tapi cukup membuatku marah.

"Serius?"

"Iya. Sejak kapan saya bercanda? Kuncinya hilang," dalihnya seraya memasang wajah tanpa dosa.

"Jadi, kalau begitu kita harus terus 24 jam bersama?" Kurasakan tubuhku mendadak lemas.

"Bisa jadi."

Dia menggumam pelan, lalu menghadapkan badannya padaku.

"Sudah ya, jangan sedih! Kalau ini enggak bisa dibuka, kita langsung akad saja malam ini, gimana?" tanyanya seraya mengelus kepalaku. Anehnya, diperlakukan begitu aku bukannya bahagia, tapi malah semakin takut.

"Enggak mau, Pak! Enggak mau nikah malam ini!" teriakku membahana. Sampai semua orang di butik melihat kami. Namun, aku tak perduli.

Pokoknya aku enggak mau seharian bersamanya terikat begini, karena yang ada bukan drama romance yang tercipta tapi horor.

Ah, apesnya nasibku. Huwaaa!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
inggrid LARUSITA Nganjuk
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 29. Tamat

    Part 29. Menua Bersama.Hardworker. Mungkin itu satu kata yang pantas aku layangkan pada Mas Al, semenjak dia melepaskan banyak usaha milik Ayahnya dan memisahkan diri dari Bu Ana, sekarang dia makin sibuk walau acara bulan madu di kamar sendiri masih berjalan baik.Tidak perlu aku jelaskan, kan, bagaimana bulan madu ala kami? Yang jelas, icikiwir ehem-ehem.Nah, oleh karena alasan sibuk juga, aku yang biasanya menunggu dia di apartemen kini memutuskan ikut Mas Al sekalian jalan-jalan. Karena katanya, Mas Al akan mengajakku hangout setelah menemui klien dan pekerjaannya selesai.Ajaib, bukan? Bosque Mamas akhirnya mau berbaik hati mengajakku keluar.Serasa mendapat angin surga, tanpa berpikir panjang lagi aku pun menyanggupinya. Lagi pula, sekarang aku tak perlu masuk kantor karena setelah resign, aku memutuskan berjualan desain bajuku secara online dan hasilnya alhamdullilah bisa buat beli panci dan daster buat Emak.Coba, kalau aku enggak resign mungkin hari ini aku akan merelakan M

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 28. Cemburu

    Jam 3.30 dini hari ini, aku terbangun dengan hati bahagia karena akhirnya aku menjadi istri seutuhnya. Jika mengingat adegan semalam yang hot-marihot tiba-tiba aku merasa tak mampu untuk menjelaskannya khawatir yang baca ada yang jomblo.Kan, aku takut dosa dikira sudah memprovokasi. Namun, yang bisa aku jelaskan adalah semalam itu Mas Al sangat terlihat jantan.Dari mulai sentuhannya, bibirnya dan semua tentangnya membuatku melayang. Dia juga yang menjadi saksi bagaimana aku menahan perih karena ini pengalaman pertama kami melakukan 'ibadah terindah'.Ah, jadi ingin nyanyi.'Malam pertama kan, kuserahkan segala cintaku yang ... hanyalah untukmu.'"Loh, kamu udah bangun?" Suara yang sangat kukenal menyapaku yang masih bergelung di dalam selimut. Dengan gerakan cepat aku pun duduk dan memandang ke arah suamiku. Tak lupa kutarik selimut untuk menutup badan agar tidak terjadi hal-hal 'nganu' yang ingin diulang."Oh, wow!" pekikku spontan. Enggak nyangka, belum juga subuh sudah mendapat

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 27. Malam Pertama

    Part 27. Malam Pertama. Yakin?Setelah kejadian yang menguras emosi di rumah Yura. Sepanjang jalan Mas Al lebih banyak diam, lelaki itu tampak masih emosi hingga dadanya terlihat turun naik tak beraturan.Aku yang melihat ekspresi Mas Al dari kursi penumpang, tentu saja memilih untuk diam. Lagi pula dia memang butuh waktu untuk mengendalikan dirinya setelah meluapkan apa yang selama ini terpendam.Setelah tiga puluh menit berkendara dalam suasana hening, akhirnya kami sampai juga di apartemen. Dalam diam, kami berjalan beriringan menuju lift."Fey!" panggilnya lembut. Akhirnya dia bersuara juga. Diam-diam aku bersyukur, dia sudah kembali normal. Kan, bahaya kalau selamanya diam."Iya, Mas?" sahutku, memandangnya sekilas sambil berjalan."Kamu kok, gak bertanya kenapa sekarang saya kayak menentang Bu Ana?" tanyanya penasaran."Fey, bukannya gak mau nanya, tapi Fey takut kalau Mas gak nyaman Fey tanya. Jadi Fey, milih nunggu aja sampai Mas bilang sendiri," jawabku.Dia tersenyum tipis,

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 26. Pembelaan

    Sudah kusadari kalau orang licik itu enggak boleh berteman dengan orang polos. Karena hasilnya, orang licik pasti akan menang dan sementara orang polosnya masih saja enggak sadar lagi dijebak. Terus saja begitu, sampai Marimar berubah jadi Marimas dan ladang gandum dihujani cokelat.Ah, kenapa sih, aku selalu kalah darinya?Dulu, aku kalah juga gara-gara uang dua juta. Sekarang, aku kalah juga dari menahan diri, buruknya yang sekarang lebih parah. Coba bayangkan! Aku malah terjebak salam perangkap liciknya, padahal sudah berusah-payah ber-acting kalau aku tak mencintai Mas Al.Astaga Naga Bonar! Kok bisa sih dia pintar mencari celah kelemahanku? Kapan aku bisa menang? Kapan? Ini enggak adil! Harusnya aku tahu, dia melakukan itu untuk membuktikan perasaanku. Eh, ini alih-alih menghindar, aku malah menikmati dan meminta lebih.Mau diletakkan di mana mukaku? Segala pertahanan ini hancur sudah, Mas Al emang paling enggak bisa ditebak."Kenapa kamu cemberut? Udah, jangan mikirin yang tadi

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 25. BAPER

    Memang ada kalanya, kita berlaga kuat seolah hati kita terbuat dari baja. Namun, saat sendiri, kita mulai merasa bahwa diri ini ternyata sangat rapuh dan buruknya kita mulai menyalahkan diri sendiri.Kenapa aku terlalu emosi?Kenapa aku berkata demikian?Kok, aku jadi gini, sih? Ah, hancur! Benar-benar hancur!Nahasnya, aku-lah yang membawa kehancuran itu. Akibatnya, aku juga yang menangis tanpa henti sampai-sampai mata ini tak bisa membuka mata karena perih sekali.Ternyata, begini ya, rasanya meninggalkan di saat sedang sayang-sayangnya? Sakit ... banget."Lo udah bangun, Fey?" tanya suara cewek menepukku yang sedang tidur membelakanginya.Dia Gea. Semalam aku memang tidur di kosan Gea, tidak pulang ke apartemen karena mana berani aku berhadapan dengan Mas Al setelah menyakitinya."Fey, lo masih idup,'kan?" tanyanya lagi karena aku hanya diam."Heum ....""Alhamdullilah lo gak mikir bunuh diri," kata Gea seraya duduk di atas ranjang.Pagi ini berbeda dari pagi biasanya, aku sangat

  • Terjebak Pernikahan CEO Licik   Bab 24. Sebuah Perpisahan

    Sesuai yang pernah diajarkan guru agamaku. Aku yakin dalam kondisi terberat bagaimana pun Tuhan akan mengirimkan hiburan di sela-sela kepedihan. Agar apa? Agar manusia tidak terlalu larut jatuh dalam keluhan dan percaya bahwa harapan itu pasti akan selalu ada sebagai penenang bagi jiwa-jiwa yang hampir putus asa. Maka, tak heran sering kali kita melihat orang-orang masih bisa tertawa walau dalam kondisi serba sulit.Mungkin itulah yang sedang aku rasakan sekarang. Di tengah perjuanganku untuk mempertahankan pernikahan ini, kejadian prank Mas Al tadi pagi berhasil mengobati sedikit rasa sedih akibat permintaan Bu Ana.Namun, tetap saja untuk meraih kebahagaiaan yang sempurna itu tak mudah. Aku sadar, bisa jadi moment jahil Mas Al seperti tadilah yang membuatku akan semakin terpuruk jika nanti hal itu hanya bisa kukenang.Dan ketika nanti masanya tiba, aku ragu. Apakah aku sanggup ketika harus kehilangan Mas Al?Ah, sepertinya itu sulit.Aku mendesah pelan seraya memutar pena. Hari ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status