Home / Romansa / Terjebak Takdir Suami / Bab 2 Drama Korea

Share

Bab 2 Drama Korea

last update Last Updated: 2021-02-16 23:19:45

- 3 Tahun sebelumnya. -

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi atau RSDM (Rumah Sakit Dr. Moewardi) adalah rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Tengah yang terletak di Surakarta, Indonesia. Selain menjadi Rumah Sakit Pemerintah, RSDM juga berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan, salah satu fakultas yang bekerja sama dengan rumah sakit ini adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Nama rumah sakit ini diambil dari nama dr. Moewardi, seorang tokoh perjuangan Indonesia pada masa kolonial.

Rumah Sakit Umum Daerah yang tak jauh dari Kota Solo, merupakan rumah sakit utama di kota tersebut. Klasifikasi A membuat rumah sakit ini sangat penting untuk melayani masyarakat.

Nadia mempercepat langkah kakinya. Kedua kaki itu seakan maraton di lintasan lari di stadion olah raga. Padahal... dia masih terlambat lima menit untuk masuk ke kantor. Tapi baginya, itu hal yang sangat memalukan. Hentakan sepatu tinggi berwarna hitam, beradu dengan lantai keramik mengeluarkan irama tak beraturan. Berkali-kali dia melihat jam tangan kecil di pergelangan tangan kiri. Seolah-olah jam tangan itu akan berhenti detiknya jika dia tidak melihat secara terus menerus.

"Lain kali, aku harus disiplin mengatur jadwal nonton drama Korea. Tapi... dia sangat tampan, aku jadi penasaran!" jerit gadis itu di dalam hati. Ekspresi wajahnya menunjukkan aksi jeritan di hati.

Perempuan bertubuh ramping selesai menonton drama korea di laptop sampai jam 4 pagi. Di awal, komitmen pertama di dalam hati pada saat akan memulai hobinya, dia hanya berniat menonton drama korea yang dipilih, beberapa episode. Paling lama jam 11 malam akan menyelesaikan berapa episode -rencana di awal- selanjutnya akan ditonton besok atau lusa. Namun, rencana hanya tinggal rencana, drama Korea yang telah ditonton seakan membawa dia ke kehidupan nyata. Apalagi pemeran pria adalah aktor favorit bagi gadis berprofesi sebagai dokter umum. Akhirnya... dia melanggar janji awal. Enam belas episode diselesaikan dalam semalam. Rasa penasaran yang terus menggugah untuk mengetahui akhir dari cerita drama korea Selatan itu, membuat semua episode di babat habis dalam beberapa jam. Alhasil, inilah akibatnya, dia terlambat untuk masuk ke kantor.

Disusurinya lorong-lorong rumah sakit yang berlantai keramik putih dengan sedikit cemas. Baju dinas berwarna putih sudah melekat di badan, sedari dia keluar dari rumah. Di balik baju dinas itu, Nadia memakai setelan jas cewek berwarna abu-abu dengan bawahan rok panjang berwarna hitam. Kedua mata kecilnya sedikit sembab. Sesekali dia berkelilipan untuk menghilangkan rasa kantuknya. Dan berulang kali dia mengutuk dirinya karena melakukan kesalahan.

Gadis yang mengikat seluruh rambut dan meletakkan posisi ekor rambut di belakang punggungnya, masih berusaha mengejar waktu. Akhirnya, tubuh rampingnya telah sampai di lorong baru dan masuk ke dalam lorong itu dengan cepat. Menghampiri alat absen finger print yang tersemat di dinding bercat warna putih. Dengan cepat mengangkat jempol kanan dan memasukkan jari ibu itu ke dalam ruang yang berukuran sejempol manusia. Terlihat cahaya berwarna biru dari ruang seukuran ibu jari.

"Thank you." Alat itu bersuara.

Nadia mencibir. Bibirnya sedikit miring. Tertera angka 08.10 di alat kehadiran elektronik. Dia terlambat sepuluh menit. Suara alat itu serasa  menyindirnya. Raut wajahnya merasa sangat bersalah. Selanjutnya, perempuan bertubuh ramping berusaha masuk ke dalam ruangan di balik dinding tempat dia berdiri tadi. Membuka pintu kaca secara tergesa-gesa, masuk menuju ruang utama.

"Selamat pagi, Bu Dokter. Tumben." Seorang perawat perempuan menyapa perempuan yang memakai jas berwarna putih, ketika sudah masuk ke dalam ruangan. Alis kanannya mengerling. Senyum manis tapi penuh canda tersemat. Pintu kaca belum tertutup rapat ketika perawat itu menyapa.

Nadia sedikit tersenyum getir. Kedua matanya menoleh ke arah perawat dengan kerlingan mata berdurasi pendek. Tak ada balasan sapaan dari mulutnya yang kecil. Dirinya membawa tubuh rampingnya berjalan lurus ke depan. Berniat masuk ke dalam ruangan khusus untuk dirinya. Tapi arah langkahnya berubah ketika....

"Nonton drama Korea lagi ya?" Perawat perempuan itu mengacungkan ujung jari tengah tangan kanan ke arah Nadia, menggoyang-goyangkan jari telunjuk itu. Mendatar ke wajah gadis yang dipanggilnya dengan sebutan Bu Dokter.

"Ssst... nanti kita bicara. Aku sudah terlambat," ujar Nadia pelan, mendekati perawat perempuan itu sembari berbisik. Seakan-akan dia punya aib besar yang tak ingin diketahui oleh orang lain.

"Apa judul drakor tadi malam?" Perawat perempuan yang berpakaian rapi dan bersanggul kecil berasal dari rambut aslinya, membisikkan kalimat ke telinga Nadia. Dia juga ingin menjaga aib perempuan yang sebagai dokter umum di ruangan itu.

"Ah... sudah... jangan dipancing sekarang." Nadia langsung menuju ruangan selanjutnya. Berbalik dengan cepat, menuju langkah yang sempat terhambat.

Perawat yang sedang berdiri, sedikit terkekeh. Memperhatikan punggung perempuan yang di sapa dengan panggilan Bu Dokter.

Nadia masuk ke dalam ruangan berukuran 7 x 5 meter. Berjalan beberapa langkah menuju meja kerja yang ada di depan pintu masuk. Menarik kursi yang akan diduduki. Meletakkan tas kecil yang disandang. Berusaha untuk duduk dengan perlahan. Meletakkan pantatnya di posisi terbaik. Mengangkat gagang telepon yang berada di sebelah kanan meja dan menekan satu nomor.

"Masukan pasien pertama. Saya sudah siap." Nadia berusaha untuk tersenyum ketika mengucapkan kalimat perintah itu. Meletakkan gagang telepon ke wadah. Menarik nafas panjang dari hidung dan mengeluarkan dari mulut. Berusaha untuk menstabilkan hati dan pikiran.

Pintu kaca diketuk beberapa kali.

"Ya." Nadia menegakkan punggungnya. Dia sengaja memperhalus suara yang keluar dari mulut.

"Silakan, Pak...." Terdengar suara lembut dan bernada ramah. Suara lembut itu berasal dari perawat perempuan yang berbicara dengan Nadia di depan tadi. Perawat itu sedang berdiri di ambang pintu masuk. Tersenyum ramah.

Seorang pria tua muncul dan berusaha masuk ke dalam ruangan. Tergopoh - gopoh, selangkah demi selangkah. Langkah yang dilakukan sangat kecil. Tangan kanan memegang tongkat. Tangan kiri dipegang oleh seorang wanita tua. Mungkin itu istrinya. Pria tua itu berjalan perlahan. Terasa sekali dia susah untuk melangkahkan kaki. Perempuan tua dengan sabar mengikuti dengan cara memapah langkah suaminya. Senyum manis tetap menghiasi raut wajahnya yang sudah keriput di sana-sini.

“Ouh... indahnya,” gumam Nadia di dalam hati ketika melihat aksi romantis kakek dan nenek yang menjadi pasiennya. Kedua tangannya mengepal di bawah meja. Terlintas di pikirannya, momen drama Korea yang pernah ditontonnya. Momen ini sangat nyata di hadapannya. Bukan sandiwara.

"Selamat pagi, Bapak... Ibu... saya dr. Nadia Candrawinata," sapanya lembut. Gadis yang merupakan dokter umum di Rumah Sakit Umum Daerah Di Kota Surakarta memasang senyum yang lebar. Senyum terbaik di pagi itu setelah menonton drama Korea semalam yang hampir mengacaukan aktifitas rutinnya di pagi ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 23 Jantan

    "Aku akan menikahimu, Nad... tapi aku ingin kita tunangan terlebih dahulu, setelah beberapa bulan dan saling mengenal, baru kita menikah...."Arkan mengucapkan kalimat itu dengan jelas dan lugas. Lelaki yang sedang memakai baju kemeja berwarna salem, duduk dengan menegakkan punggung dan menatap lurus ke arah gadis yang di hadapannya. Dia sangat berwibawa dan sopan."Ya... Tuhaaaan...! Apakah ini mimpi...!" jerit Nadia di dalam hati. Hatinya seakan berhenti berdetak sesaat. Kedua matanya menatap ke arah lelaki yang duduk di hadapannya tanpa berkedip.Akhirnya, cerita dongeng yang diharapkan menjadi kenyataan. Seseorang pangeran yang muncul tiba-tiba --dikenal tanpa sengaja-- datang ke rumahnya tanpa janji palsu dan akhirnya akan melamar dia di depan kedua orang tua secara jantan. Nyata. Drama yang sangat diinginkan berlaku di dalam kehidupannya, bukan sebuah skenario yang dibuat oleh manusia.

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 22 Janji

    "Bagaimana dengan, Fandi?" "Apa tuh yang bagaimana?" "Fandi sangat dekat dengan Mas Arkan. Apa dia tidak kangen dengan ayahnya?" Nadia mengambil potongan Sushi dengan garpu. Dia menyucuk ujung garpu ke satu sushi yang terlihat menggugah selera. "Dari kecil, Fandi sudah tinggal bersama kami. Abang iparku, Ayah Fandi... kerja melaut. Tempat dia bekerja di salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Jadi kakakku dan Fandi sering ditinggal. Setahun sekali ayah Fandi baru pulang. Jadi... dia tidak terlalu dekat dengan ayahnya." Arkan menyeruput minuman Strawberry Shake yang ada dihadapannya. "Kasian dia ya, Mas. Masih kecil sudah ditinggal ibunya." Nadia berseru pelan. Memang terlihat kesedihan di wajah Nadia ketika mengatakan itu. "Ya. Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang lebih kepada Fandi. Agar nanti... ketika besar... dia tidak minde

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 21 Penting

    Arkan menjemput Nadia dari rumah sakit dr. Moewardi sore ini. Lelaki yang dikenal Nadia, genap 2 bulan ini, menelponnya tadi pagi. Arkan memberitahu ke Nadia bahwa sore akan dijemput dari tempat kerja dan pergi ke suatu tempat. Ada yang ingin dibicarakan oleh lelaki tampan itu. Karena itulah, tadi pagi Nadia menggunakan taksi online untuk pergi bekerja. Tidak membawa mobil.Saat ini, mereka berdua duduk di restoran yang menyediakan beberapa menu masakan Jepang. Sushi yang beraneka ragam sudah ada di meja mereka saat ini.Arkan yang mengenakan baju kemeja, mempermainkan sumpit di tangan kanan seolah-olah bingung akan memilih makanan yang mana. Sedangkan Nadia melihat menu di meja dengan kening sedikit berkerut."Kamu sudah ketemu dengan orang-orang yang dekat denganku... aku sengaja melakukan itu agar kamu mengerti keadaanku, Nad."Arkan mengambil sepotong sushi yang ber

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 20 Rumor

    "Arkan...? Arkan Wiguna...?""Iya, Mba. Kenapa, Mba?"Nadia bertanya penuh rasa penasaran kepada perempuan yang bertubuh gemuk di depannya.Perempuan yang memakai jilbab berpakaian baju PNS berwarna coklat, terdiam. Dia menyibukkan diri dengan makanan yang ada di hadapannya."Kenapa, Mba?" tanya Nadia. Dia semakin penasaran ketika melihat gelagat perempuan itu."Dia teman aku di SMA dulu. Kalian sudah pacaran?" tanya perempuan yang sekarang sedang menyeruput Jus Alpukat di hadapannya. Dia makan dan minum dengan lahap. Wajar saja badannya sangat berisi."Gimana ya? Dibilang pacaran sih, dia belum ada mengungkapkan perasaannya, tapi sikapnya sudah menganggap aku pacarnya. Dia sudah datang ke rumah beberapa kali dan mengajak aku keluar," jelas Nadia. Wajahnya masih sangat penasaran.Nadia tidak tahu kemana arah pembicaraan pere

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 19 Bola

    Tugu... dengan desain patung di atasnya yang berwarna coklat keemasan terlihat di depan stadion bola. Di tugu terlihat 2 patung berdiri di atas cawan. Di depan terlihat patung perempuan berpakaian adat Jawa yang sedang merentangkan busur panah ke arah kiri dengan kepala yang berpaling ke kiri juga. Patung kedua, berada pas di belakang patung perempuan tadi, juga menggunakan pakaian adat Jawa, terlihat seorang pria yang sedang memalingkan kepala ke kiri, melihat sasaran panah yang akan dipanah oleh perempuan di depannya. Tugu ini adalah ciri khas dari Stadion Manahan di kota Solo. Tugu ini terletak di pintu halaman depan sebagai pelambang selamat datang bagi para pengunjung.Arkan memarkirkan mobil mercy hitam di depan Stadion Manahan. Dia memarkirkan mobil tepat di posisi sesuai garis putih. Mematikan mesin dan berusaha untuk membuka pintu mobil, digerakkan selanjutnya."Ayo."Arkan menarik handle pintu, membuk

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 18 Tabah

    Dengan canggung, Nadia masuk ke dalam rumah yang lumayan besar. Setelah melalui taman depan rumah yang lumayan luas, Nadia masuk ke ruang tamu dari pintu utama.Ruang tamu yang bercat dominan putih sangat rapi dan teratur. Ada dua set sofa di ruang tamu. Satu set sofa berwarna abu-abu dan yang satunya lagi berwarna putih bersih. Di sofa berwarna putih --di sebelah kanan ruang tamu-- telah duduk seorang wanita yang sudah berumur, sedang mengaji. Wanita yang berusia mendekati 70 tahun ini masih terlihat segar dan sehat. Wanita tua yang masih menggunakan mukena, tertunduk, membaca buku yang ada hadapannya.Jantung Nadia berdetak sangat hebat ketika melihat satu sosok yang entah mengapa sangat ditakutinya saat ini. Bukan takut karena seram, tapi takut jika dia berbuat salah dengan sikap dan perilakunya ketika berhadapan dengan wanita ini."Assalamu'alaikum, Umi."Arkan membuka kata setelah masuk ke dalam ruangan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status