Share

Bab 2 Drama Korea

- 3 Tahun sebelumnya. -

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi atau RSDM (Rumah Sakit Dr. Moewardi) adalah rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Tengah yang terletak di Surakarta, Indonesia. Selain menjadi Rumah Sakit Pemerintah, RSDM juga berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan, salah satu fakultas yang bekerja sama dengan rumah sakit ini adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Nama rumah sakit ini diambil dari nama dr. Moewardi, seorang tokoh perjuangan Indonesia pada masa kolonial.

Rumah Sakit Umum Daerah yang tak jauh dari Kota Solo, merupakan rumah sakit utama di kota tersebut. Klasifikasi A membuat rumah sakit ini sangat penting untuk melayani masyarakat.

Nadia mempercepat langkah kakinya. Kedua kaki itu seakan maraton di lintasan lari di stadion olah raga. Padahal... dia masih terlambat lima menit untuk masuk ke kantor. Tapi baginya, itu hal yang sangat memalukan. Hentakan sepatu tinggi berwarna hitam, beradu dengan lantai keramik mengeluarkan irama tak beraturan. Berkali-kali dia melihat jam tangan kecil di pergelangan tangan kiri. Seolah-olah jam tangan itu akan berhenti detiknya jika dia tidak melihat secara terus menerus.

"Lain kali, aku harus disiplin mengatur jadwal nonton drama Korea. Tapi... dia sangat tampan, aku jadi penasaran!" jerit gadis itu di dalam hati. Ekspresi wajahnya menunjukkan aksi jeritan di hati.

Perempuan bertubuh ramping selesai menonton drama korea di laptop sampai jam 4 pagi. Di awal, komitmen pertama di dalam hati pada saat akan memulai hobinya, dia hanya berniat menonton drama korea yang dipilih, beberapa episode. Paling lama jam 11 malam akan menyelesaikan berapa episode -rencana di awal- selanjutnya akan ditonton besok atau lusa. Namun, rencana hanya tinggal rencana, drama Korea yang telah ditonton seakan membawa dia ke kehidupan nyata. Apalagi pemeran pria adalah aktor favorit bagi gadis berprofesi sebagai dokter umum. Akhirnya... dia melanggar janji awal. Enam belas episode diselesaikan dalam semalam. Rasa penasaran yang terus menggugah untuk mengetahui akhir dari cerita drama korea Selatan itu, membuat semua episode di babat habis dalam beberapa jam. Alhasil, inilah akibatnya, dia terlambat untuk masuk ke kantor.

Disusurinya lorong-lorong rumah sakit yang berlantai keramik putih dengan sedikit cemas. Baju dinas berwarna putih sudah melekat di badan, sedari dia keluar dari rumah. Di balik baju dinas itu, Nadia memakai setelan jas cewek berwarna abu-abu dengan bawahan rok panjang berwarna hitam. Kedua mata kecilnya sedikit sembab. Sesekali dia berkelilipan untuk menghilangkan rasa kantuknya. Dan berulang kali dia mengutuk dirinya karena melakukan kesalahan.

Gadis yang mengikat seluruh rambut dan meletakkan posisi ekor rambut di belakang punggungnya, masih berusaha mengejar waktu. Akhirnya, tubuh rampingnya telah sampai di lorong baru dan masuk ke dalam lorong itu dengan cepat. Menghampiri alat absen finger print yang tersemat di dinding bercat warna putih. Dengan cepat mengangkat jempol kanan dan memasukkan jari ibu itu ke dalam ruang yang berukuran sejempol manusia. Terlihat cahaya berwarna biru dari ruang seukuran ibu jari.

"Thank you." Alat itu bersuara.

Nadia mencibir. Bibirnya sedikit miring. Tertera angka 08.10 di alat kehadiran elektronik. Dia terlambat sepuluh menit. Suara alat itu serasa  menyindirnya. Raut wajahnya merasa sangat bersalah. Selanjutnya, perempuan bertubuh ramping berusaha masuk ke dalam ruangan di balik dinding tempat dia berdiri tadi. Membuka pintu kaca secara tergesa-gesa, masuk menuju ruang utama.

"Selamat pagi, Bu Dokter. Tumben." Seorang perawat perempuan menyapa perempuan yang memakai jas berwarna putih, ketika sudah masuk ke dalam ruangan. Alis kanannya mengerling. Senyum manis tapi penuh canda tersemat. Pintu kaca belum tertutup rapat ketika perawat itu menyapa.

Nadia sedikit tersenyum getir. Kedua matanya menoleh ke arah perawat dengan kerlingan mata berdurasi pendek. Tak ada balasan sapaan dari mulutnya yang kecil. Dirinya membawa tubuh rampingnya berjalan lurus ke depan. Berniat masuk ke dalam ruangan khusus untuk dirinya. Tapi arah langkahnya berubah ketika....

"Nonton drama Korea lagi ya?" Perawat perempuan itu mengacungkan ujung jari tengah tangan kanan ke arah Nadia, menggoyang-goyangkan jari telunjuk itu. Mendatar ke wajah gadis yang dipanggilnya dengan sebutan Bu Dokter.

"Ssst... nanti kita bicara. Aku sudah terlambat," ujar Nadia pelan, mendekati perawat perempuan itu sembari berbisik. Seakan-akan dia punya aib besar yang tak ingin diketahui oleh orang lain.

"Apa judul drakor tadi malam?" Perawat perempuan yang berpakaian rapi dan bersanggul kecil berasal dari rambut aslinya, membisikkan kalimat ke telinga Nadia. Dia juga ingin menjaga aib perempuan yang sebagai dokter umum di ruangan itu.

"Ah... sudah... jangan dipancing sekarang." Nadia langsung menuju ruangan selanjutnya. Berbalik dengan cepat, menuju langkah yang sempat terhambat.

Perawat yang sedang berdiri, sedikit terkekeh. Memperhatikan punggung perempuan yang di sapa dengan panggilan Bu Dokter.

Nadia masuk ke dalam ruangan berukuran 7 x 5 meter. Berjalan beberapa langkah menuju meja kerja yang ada di depan pintu masuk. Menarik kursi yang akan diduduki. Meletakkan tas kecil yang disandang. Berusaha untuk duduk dengan perlahan. Meletakkan pantatnya di posisi terbaik. Mengangkat gagang telepon yang berada di sebelah kanan meja dan menekan satu nomor.

"Masukan pasien pertama. Saya sudah siap." Nadia berusaha untuk tersenyum ketika mengucapkan kalimat perintah itu. Meletakkan gagang telepon ke wadah. Menarik nafas panjang dari hidung dan mengeluarkan dari mulut. Berusaha untuk menstabilkan hati dan pikiran.

Pintu kaca diketuk beberapa kali.

"Ya." Nadia menegakkan punggungnya. Dia sengaja memperhalus suara yang keluar dari mulut.

"Silakan, Pak...." Terdengar suara lembut dan bernada ramah. Suara lembut itu berasal dari perawat perempuan yang berbicara dengan Nadia di depan tadi. Perawat itu sedang berdiri di ambang pintu masuk. Tersenyum ramah.

Seorang pria tua muncul dan berusaha masuk ke dalam ruangan. Tergopoh - gopoh, selangkah demi selangkah. Langkah yang dilakukan sangat kecil. Tangan kanan memegang tongkat. Tangan kiri dipegang oleh seorang wanita tua. Mungkin itu istrinya. Pria tua itu berjalan perlahan. Terasa sekali dia susah untuk melangkahkan kaki. Perempuan tua dengan sabar mengikuti dengan cara memapah langkah suaminya. Senyum manis tetap menghiasi raut wajahnya yang sudah keriput di sana-sini.

“Ouh... indahnya,” gumam Nadia di dalam hati ketika melihat aksi romantis kakek dan nenek yang menjadi pasiennya. Kedua tangannya mengepal di bawah meja. Terlintas di pikirannya, momen drama Korea yang pernah ditontonnya. Momen ini sangat nyata di hadapannya. Bukan sandiwara.

"Selamat pagi, Bapak... Ibu... saya dr. Nadia Candrawinata," sapanya lembut. Gadis yang merupakan dokter umum di Rumah Sakit Umum Daerah Di Kota Surakarta memasang senyum yang lebar. Senyum terbaik di pagi itu setelah menonton drama Korea semalam yang hampir mengacaukan aktifitas rutinnya di pagi ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status