"Berbicara dengan siapa? Aah, kurasa aku hanya bergumam sendiri."
Gadis elf itu tidak mengubah posisi tangannya yang membuat Celia menatapnya berapi-api.
"Tidak, aku yakin kau berbicara dengan seseorang. Seorang wanita, kan? Dimana dia sekarang?" Elf itu menatapnya begitu sayu, ia tampak tak bertenaga sama sekali. Andai laki-laki yang menyelamatkannya bukanlah Rei, pikiran Celia yang melihat ekspresi wajah itu sudah terbang entah kemana. Ia tampak begitu mudah untuk diserang.
Sementara Rei yang mendengar kalimatnya sedikit terkejut, berpikir bahwa kemungkinan gadis ini tau sesuatu soal situasinya, tapi ia lebih memilih untuk tak serta-merta langsung mempercayai, "Sungguh, aku sendirian nona. Kau bisa lihat di sekitarku tidak ada siapapun."
"Apa dia hantu? Atau penunggu bukit ini yang kau kenal? Kau tau, bukit ini terkenal dengan roh penunggunya yang sangat cantik. Juga, laki-laki sepertimu yang sudah melihat sebagian besar tubuhku ini, tentu tidak akan bersikap lembut seperti itu jika tidak ditemani seseorang," kalimat terakhir gadis elf ini disetujui oleh Celia dalam hati. Tapi Rei lebih memilih menanggapinya dengan tenang. Akan repot kalau mereka sampai berpikir terlalu jauh.
"Begitukah caramu berterimakasih pada seseorang yang menyelamatkanmu? Maaf bila aku tidak sempat memakaikan pakaianmu tadi, situasi genting, dan kondisiku tidak mendukung. Jika kau bertanya kenapa aku menyelamatkanmu, itu karena aku tak bisa tinggal diam melihat orang yang teraniaya begitu saja," jelas Rei.
"Terimakasih, sudah kuduga kau adalah orang yang baik."
Kau baru saja mengatakan sesuatu yang buruk tentangku, nona.
"Dan juga maafkan aku. Maaf tadi itu aku hanya sedikit menguji tentang kebenaran yang kulihat dari visimu," gadis itu berusaha bangkit dari sandaran paha Rei.
Cahaya matahari menembus di antara celah dedaunan. Sinarnya jatuh tepat di pupil matanya yang biru laut. Celia bahkan lebih memilih untuk setuju, jika Rei memuji keindahan wajahnya yang mempesona.
Inikah dunia paralel? Berapa banyak hal indah yang bisa kutemui selanjutnya?
"Permisi?"
"Eh? Aduh, maaf staminaku masih dalam masa pemulihan," Rei berusaha menutupi kecanggungan.
"Siapa namamu?"
"Aku? Namaku, Karoi Rei, senang bertemu denganmu," Rei tak sadar kalau wanita itu sudah menunggunya untuk berjabat.
"Senang bertemu denganmu juga, Rei-kun!" gadis Elf itu tersenyum manis.
Rei menunggu sesuatu, tapi tak kunjung muncul juga. Loh? Kenapa dia tidak memberitahu namanya? Apa adat di sini harus bertanya baru dijawab?
"Eh, namamu sendiri?"
"Aku? Ah, kau tadi tidak dengar ya saat aku mengatakannya tadi. Namaku Violet Seahalberd. Panggil saja aku Violet."
"Eh, Benarkah? Maaf kalau aku tidak dengar. Violet-san, ya?"
"Kau tidak perlu formal seperti itu, kok."
"Ah, baiklah. Ngomong-ngomong, bicara soal penglihatan visi tadi. Apakah itu seperti sesuatu yang dilakukan oleh seorang cenayang?"
"Tidak. Aku hanya elf biasa yang kebetulan punya kemampuan khusus sejak lahir." Violet berdiri dan mengibaskan pakaiannya yang tinggal setengah itu dari debu. Membuat wajah Rei menghangat melihatnya. Soal Celia, tidak perlu dibahas ulang, ia hanya bisa bungkam untuk sekarang.
"Rei-kun, sebagai ucapan terimakasih. Mau kah kau berkunjung ke tempatku untuk makan malam?"
"Eh, bolehkah? Apa itu tidak merepotkanmu?"
Violet menggeleng, "Tidak. Lagipula, aku hanya tinggal bersama kakak perempuanku yang seorang ksatria kerajaan." Violet mengulurkan tangannya untuk membantu Rei berdiri.
"Benarkah? Kedengarannya kakakmu cukup hebat." Rei mengambil tangan itu dan bangkit. Rasa sakit yang baru saja pulih jadi menyebar seketika.
"Kau masih kesakitan ya. Aku punya beberapa ramuan penyembuh di rumah. Semoga bisa cocok untukmu nanti." Violet memeriksa luka-luka itu di lengan Rei.
"Ahahah, terima kasih. Tapi kau perlu memikirkan dirimu juga," Rei tersenyum ketir. Apa Violet selalu melakukan ini pada orang yang baru dikenalnya?
Mereka pun mulai berjalan, Rei yang memimpin sambil memegang tangan Violet. Meski tergolong jaraknya dekat, Rei tetap perlu antisipasi, takut-takut Violet menghilang tanpa sepengetahuannya.
Aku hanya berharap Celia bisa mengerti.
Perumahan dan suasana hiruk pikuk itu mulai terlihat dari tempat Rei kini berpijak, ia jadi tambah bersemangat dan melangkahkan kakinya lebih cepat.
"Rei-kun, tolong pelan-pelan."
"Eh, maaf."
Rei kemudian teringat sesuatu, ia melepas jaketnya dan memakaikannya pada Violet.
"Dengan begini, tubuhmu tidak terlalu terbuka."
Rei kembali memegang lengan Violet dan berjalan menuruni bukit. Beberapa saat berlalu, Violet tiba-tiba menahan tangannya.
"Violet-chan?"
Kenapa dia memasang wajah seperti itu? Violet tampak sangat tersipu, ia bahkan tak menatap kedua mata Rei.
"Hei, Rei-kun. Bisakah kau sedikit mendekat?"
Rei cukup terkejut, tapi ia memaksakan kepalanya untuk mengangguk. Hawa panas terasa mulai menjalar ke seluruh tubuh. Sebagian dari panas tubuhnya sendiri, sebagian dari hawa mencekam amarah Celia.
Rei menelan ludah. Violet menaikan rambutnya ke atas telinga. Ia menarik tangan Rei, memotong jarak di antara mereka berdua. Degup jantung Rei semakin memompa berat. Napas mereka mulai saling terasa satu sama lain. Belum menyentuhpun, jarak bibir mereka beberapa centimeter saja sudah menciptakan aliran listrik yang membuat Rei seperti tersetrum.
Waktu seolah diperlambat, dan memang sudah terlambat untuk kembali. Mereka berdua menyerahkan semuanya pada waktu yang terus mengalir. Dua bibir hampir bertemu, dan saat dunia yang begitu hampa ini hampir terasa seperti surga, suatu jeritan seperti terompet sangkakala melolong keras mengacaukannya, "TIDAAAAAAKKK!!!!"
"APA YANG KAU LAKUKAN, DASAR REI BODOH! TIDAKKAH KAU MERASA AKU TERUS MEMPERHATIKANMU?!!?!!"
Maaf.
Momen itu gagal, Rei bahkan tertunduk seperti habis dimarahi istri yang galak. Tapi anehnya, Violet kemudian tersenyum seperti tau hal ini akan terjadi.
"Maaf ya Rey, lagi-lagi aku melakukannya."
Eh? Melakukan? Melakukan apa? Dengan siapa sebelumnya?
"TIDAK! TIDAK ADA KATA MAAF UNTUKMU!" bentak Celia tiada ampun. Violet tersenyum ketir merasa bersalah.
"Tunggu, kau menyadarinya, Violet-chan?"
Rei merasa heran pada Violet, ia tidak terlihat seperti orang yang tengah mencari sumber suara. Padahal Rei yakin kalau ia tidak bisa melihat Celia.
"Aku melakukan ini, karena mencium bau perempuan dari pakaianmu, dan visiku mengatakan bahwa ia tak jauh dari sini, tapi aku sama sekali tak melihatnya. Jadi aku pikir, dengan melakukan hal itu, dia akan marah dan menampakkan dirinya. Tapi siapa sangka ternyata dia itu tidak terlihat," jelas Violet.
"Jangan membuatnya terdengar seperti aku itu hantu yang buruk rupa! Hmphh!" Celia protes.
"Tidak, kok. Sebelumnya juga kau pasti dengarkan, saat aku bilang pada Rei-kun soal rumor tentang gadis cantik penunggu bukit ini. Aku berpikir kalau itu dirimu," Violet mencoba menenangkan.
"Huffttt, syukurlah. Kupikir kau akan terkejut dan menjauhi kami."
"Jadi, boleh aku tau namamu? Pacar Rei-kun?"
"Pa-Pacar?" suara Rei dan Celia terdengar serempak.
"Ah, apa aku salah? Ah benar! Kalian pasti sudah menikah, ya? Maaf."
"Apa kau yakin kalau kami terlihat seperti itu?" Rei menatapnya dengan wajah dibuat serius.
"Entahlah, hehe. Tapi kukira kalian tidak akan menyangkalnya. Jadi, kalian hanya teman, ya?"
"Begitulah, aku dan Celia hanya teman."
"Ah, Celia rupanya. Namanya terdengar cantik. Senang bertemu denganmu, Celia-chan. Oh, hari sudah mulai gelap. Kita harus bergegas!"
Rei menatap Violet yang sudah berjalan lebih dulu. Celia terdiam, membuat Rei penasaran apa yang dipikirkanmya.
"Kau kenapa Celia?"
"Tidak, bukan apa-apa."
"Suaramu itu yang jadi terdengar ada apa-apanya."
"Sudah kubilang tidak apa-apa, Rei bodoh!"
Lengang sejenak. Rei tidak tau harus mulai dari mana.
"Maaf ya, Celia-chan."
"Huh?"
"Aku juga, tadi itu, aku hanya ingin tau bagaimana reaksimu," Rei memegang dadanya yang tengah berdegup kencang "dan entah kenapa, aku sangat senang saat kau begitu marah," kemudian ia tertawa ringan.
,
"Ngomong-ngomong. Apa kakakmu jarang pulang?" Celia bertanya setelah Rei menghabiskan sup makan malamnya. Jalan dari kaki bukit menuju rumah ini cukup dekat. Letaknya tepat di pinggir jalan utama distrik. Lantai bangunannya dibuat lebih tinggi, jadi mereka bisa melihat keramaian jalan dari teras rumah. "Begitulah, kadang ia sampai tidak pulang berbulan-bulan jika sedang ada tugas ekspedisi." Rei cukup terkejut, serentetan pertanyaan jadi muncul di kepalanya, terlebih soal bagaimana kesendirian Violet di tengah ramainya kota seperti ini. "Mendengar ceritamu, mengingatkanku pada dua orang tuaku." "Ah? Orang tuamu memang seperti apa?" "Mereka hanya pekerja keras yang lebih mencintai pekerjaan daripada keluarganya." Rei dan Violet yang mendengar itu jadi ikut merasakan. "Itu pasti cukup sulit," "Tidak, aku sudah terbi
Enhem Vinyel "Enhem, kau memang cerdas!" "Yahuu! Malam ini kita akan bermantap-mantap!" "Aku pastikan elf jalang itu tidak akan bisa tidur!" "Jangan lupa soal pria yang membawanya lari! Kita harus memberinya pelajaran!" Tiga orang yang ikut menemani Enhem untuk menyelinap sahut-menyahut seolah ini hari terbaik mereka. Mereka menamakannya sebagai rencana balas dendam. Obrolan yang dibicarakan sudah bukan tentang kemanusiaan lagi. Enhem terdiam, ia hanya perlu membuat para durjana ini mengikuti arahannya kemudian ia jadikan sebagai umpan. Enhem bukan teman mereka, mereka hanya tiga orang menyedihkan yang kebetulan ia temui saat tengah mencari kebenaran tentang roh cantik penunggu bukit beberapa hari yang lalu. Ia melihat mereka selalu mengintai gadis elf yang kebetulan sering lewat, yang ke
"Rei-kun, kau tau? Aku tidak pernah merasa secemburu ini. Aku selalu ingin ada seseorang yang bisa menyatu dengan tubuhku, tapi aku tidak pernah bisa mendapatkannya. Semakin lama, aku semakin ragu kalau dua jiwa bisa menyatu dalam satu raga, sampai akhirnya kau hadir sebagai penyelamat dan menunjukkan padaku bahwa dirimu itu istimewa. Kau tau Rei-kun? hatiku berdegup kencang setiap kali aku mencium aromamu." Violet menjilat bibirnya untuk membersihkan sisa darah. Rei lemas, tak kuasa mencegah Violet untuk merenggut kendali bibirnya saat ini, Celia sepertinya tak punya tenaga barang mencegah dengan kata-kata. Apa ciuman ini artinya dia akan mengambil jiwaku? Rei terpejam pasrah, sesaat sebelum semua itu menyatu, pintu kamar dibuka secara paksa. "Cukup sampai di situ! Sang Penyendiri!" Violet menghentikan gerakannya, ia bangkit dan berbalik menghadap pada mereka yang mengganggu. Tiga o
Ternyata, apa yang terjadi lebih mengejutkan dari pada yang dipikirkan Enhem. "Enhem Vinyel? Terdengar seperti tentara Nazi!" Rei berkomentar ceplos. "Ayolah! Selain sok hebat, ternyata kau juga sok tau banget ya!" cibir Celia ketus. "Eh? Memangnya cara bicaraku seperti terlihat sok begitu?" "Tentu saja, apa-apaan kemarin itu kau bertindak seperti pahlawan wanita! Kalau aku tau akhirnya kau akan hidup kembali, aku tidak akan menangisimu!" "Heee? Celia menangisiku? Xixi, aku cukup tersanjung." "Bodoh! Dasar Rei bodoh! Kau pikir bagaimana perasaanmu saat kehilangan satu-satunya orang yang kau miliki di dunia ini?!" "Hehe, maaf-maaf. Tapi aku sangat senang begitu tau kau sangat mengkhawatirkanku." "Hmmphh! Mau bagaimama lagi, kan? Itu berarti aku masih punya sisi kemanusiaan!" Enhem hanya tersenyum melihat perbincang
"Malam itu, Tanoa dan ayah bertengkar setelah dia mengomentari kebiasaannya yang sulit bergaul. Tanoa marah, dia pergi ke hutan di belakang mansion seorang diri. Saat itu, Aamon dan Gossen sedang ada urusan diplomat, jadi hanya aku yang tersisa untuk menghiburnya. Aku begitu bodoh, hanya menatapnya sedih dari jendela tanpa melakukan apapun. Barulah saat itu aku melihat bulan purnama tiba-tiba bercahaya biru. Aku segera berlari keluar kamar dan mengejarnya ke hutan. Dari jauh, aku melihat sosoknya. Mereka berdua tampak bercengkrama kemudian bergandengan tangan menuju hutan lebih dalam. Aku kehilangan jejak Tanoa, melirik kesana-kemari tanpa menemukan apapun. Aku berteriak memanggil, tanpa sadar air mataku jatuh. Sampai akhirnya, bulan itu redup dan bersinar seperti biasa, aku menemukan tubuh Tanoa tergeletak tak berdaya dengan wajah sepucat kertas. Saat itu, Gossen datang mencariku. Dia sudah tiba dari urusan diplomatnya
Beruntung, Enhem dengan pendengarannya yang tajam segera tiba. Ia memadamkan api itu bersama Celia sementara Nonoa tampak begitu panik sambil memeluk tubuh saudari kembarnya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Nonoa-sama, Celia-sama?" Enhem tanpa ragu bertanya. Tapi Nonoa masih panik, ia menggeleng kalau ia juga terkejut dengan apa yang telah terjadi. Rei terdiam, Celia tau dia pasti merasa bersalah, "Bukan apa-apa Enhem-san, yang barusan itu hanya kecelakaan kecil," jelasnya. Enhem yang mulai mengerti situasinya tidak lagi bertanya lebih jauh, ia segera menutup jendela dan memperbaiki posisi tirai. Ada Lucia dan juga Reina yang kebetulan lewat hendak mandi, mereka jadi turut membantu membersihkan serpihan dan bekas minyak yang tumpah. "Celia, tolong dekati Nonoa, aku ingin meminta maaf padanya," pinta Rei. Celia pun melakukannya. "Nonoa-san. Maaf, aku hanya bermaksud untuk membantumu," suara Rei yang terdengar tulus itu sepertinya me
Sarapan pagi bersama telah selesai, "Terima kasih atas makanannya!" Mereka pun bubar. Gossen dan Aamon akan menghadiri rapat penting, sementara para maid harus sibuk mengurus semua pekerjaan rumah. Tersisa Nonoa yang masih duduk menyesapi teh hijaunya. "Nonoa-san?" Nonoa menatap ke arah Celia. "Nonoa-san, maafkan aku soal semalam," suara Rei terdengar sendu. Nonoa menggeleng dengan tersenyum "Tidak perlu dipikirkan Rei-kun. Maaf membuatmu jadi kepikiran." "Nonoa-san, saat kami dalam perjalanan kemari, kami melihat ada sebuah desa kecil di dekat kediaman Paxley, mau kah kau menemani kami untuk pergi melihat-lihat?" tanya Rei menawarkan. Nonoa tertegun mendengarnya. "Apa kau sedang ada rencana?" Nonoa langsung menggeleng, "Eh, tidak ada kok. Baiklah, aku akan pergi bersama kalian," sahutnya dengan wajah yang tampak lebih cerah sekara
Nonoa terdiam sejenak menatap wajah Celia, kemudian menghela nafas panjang, lalu menatap ke kejauhan, "Ah, itu lain masalah. Setelah aku bercerita panjang tadi, mungkin kalian akan berpikir kalau kalian itu adalah teman Tanoa yang selama ini hilang dari ingatan kami, kan?" Nonoa kemudian menatap mata Celia, "Seperti yang dibicarakan Enhem kemarin malam. Aku ingin memintamu untuk menemui Sang Penyendiri, dia satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan Tanoa dari situasi ini." "Celia-chan, tolong maafkan keegoisanku ini. Aku harap kau bisa mengerti." "Jadi yang terjadi malam itu memang sudah kau rencanakan ya, hebat sekali Nonoa-san ini," Rei tertawa memuji. Sementara Celia masih tenggelam dalam pikirannya. "Celia-chan?" "Celia?" Celia buru-buru mengusir pikirannya, "Maaf aku terlalu banyak berpikir. Tapi, seperti yang aku bilang pada Enhem, aku akan dengan senang hati