"Tepati janjimu, menikah denganku!" ** Terjebak dalam kamar seorang CEO dingin dan datar, Dania harus membayar utang budi kepada pria dingin bernama Mark Evander yang sudah menyelamatkannya dari kejaran anak buah calon mantan mertuanya. Dania diminta jadi istrinya hanya karena janji yang telah ia ucapkan. Lantas, akankah Dania menerima permintaan lelaki itu?
View MorePerintah seseorang yang menggema di seluruh lorong hotel, membuat para petugas keamanan segera bergerak ke arah Dania. Tanpa ragu, Dania melesat lari, meninggalkan orang-orang yang mengejarnya di belakang. Dia sudah menduga ini akan terjadi, tapi kali ini, ada satu kesalahan fatal yang ia buat.
Dania datang ke acara pertunangan mantan kekasihnya, Kevin dengan sahabatnya, Marsha. Mereka berdua berselingkuh di belakang Dania. Selama ini, Kevin berpacaran dengan Dania hanya karena Dania cerdas dan bisa membuat para klien Kevin kagum dengan kinerja Dania sebagai manager pemasaran di kantor Kevin.
Dania memang dengan sengaja ingin menghancurkan pesta pertunangan Kevin dan Marsha, akan tetapi rencananya sedikit meleset, karena Dania harus berhadapan dengan orang-orang suruhan Marsha untuk mengejarnya.
Dania masih terus berlari, ia merasakan merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Pikirannya berkecamuk, mencoba mengingat rencana pelariannya.
Dania memaki dirinya sendiri, ia mulai panik. Matanya menyapu sekitar, mencari tempat berlindung. Di tengah kebingungannya, pandangannya tertumbuk pada sebuah pintu kamar hotel yang sedikit terbuka di ujung koridor. Tanpa berpikir panjang, Dania berlari menuju pintu itu.
Ini pasti tempat yang aman! Pikirnya, dengan harapan bahwa para petugas keamanan tidak akan seberani itu untuk menerobos masuk. Namun, secepat ia berpikir demikian, Dania menyadari bahwa kamar yang ia masuki ternyata ada seseorang di dalam kamar mandi.
“Ah!” Dania hampir berteriak saat pria pemilik kamar hotel tersebut keluar dari dalam kamar mandi. Di hadapannya, seorang pria dengan handuk yang dililitkan di pinggang menatapnya terkejut.
“Siapa kau?!” kata pria itu dengan nada dingin.
Wajah Dania memerah, tapi tak ada waktu untuk merasa malu. Di luar, suara langkah kaki para pengejar semakin mendekat. Tanpa pikir panjang, Dania menutup pintu dan berlari ke arah pria itu untuk menutup mulutnya.
“Maafkan aku, tolong bantu aku!” desaknya masih menutup mulut pria tampan itu. Dia memegang kedua bahu pria itu, mendesaknya untuk tetap diam. “Aku sedang dikejar orang, dan aku butuh bersembunyi. Jika kau membantuku, aku akan melakukan apa saja!”
Pria itu menatapnya tajam, kemudian melepaskan tangan Dania yang berada di mulutnya. “Aku tidak butuh penawaranmu!” sahutnya dengan nada nada yang datar.
“Aku mohon! Aku akan benar-benar menuruti perintahmu,” ujar Dania dengan nada yang penuh dengan keputusasaan.
Pria tampan dengan tinggi semampai bernama Mark itu menatap Dania dengan tatapan yang sulit diartikan, alisnya terangkat seolah menilai situasi.
Dania mengangguk cepat, merasa putus asa. “S-selama itu bukan sesuatu yang tidak pantas,” tambahnya cepat, khawatir pria ini akan mengambil keuntungan dari situasi tersebut.
Pria itu menghela napas, lalu perlahan menjauh dari Dania. “Baiklah,” katanya dingin, “tapi kau harus mengikuti petunjukku.”
Dania mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya mengerti maksud pria itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu mendekat, menarik Dania lebih dekat ke tubuhnya. Sebelum Dania sempat protes, pria itu membuka kancing kemejanya, menampakkan dadanya yang bidang. Dania hanya bisa terdiam, wajahnya memerah karena jarak mereka yang sangat dekat.
Suara langkah kaki kasar dan suara pintu kamar yang dibuka paksa terdengar jelas.
“Dia pasti di sini!”
Dania menggigit bibir, ketakutan mulai menguasai dirinya. Ketika akhirnya pintu kamar mereka yang digedor, Dania hampir saja panik, namun pria itu tetap tenang.
Dengan satu gerakan cepat, pria itu membuka pintu kamar lebar-lebar, menatap dingin pada orang-orang yang mengejar Dania, mereka pun terkejut melihatnya.
“Kalian mau apa?” suaranya terdengar tajam, membuat para pria yang hendak menerobos masuk seketika membeku.
“T-Tuan Mark!” salah satu dari mereka tergagap, wajahnya langsung pucat.
Dania tertegun, jantungnya berdebar lebih kencang. Nama itu … Mark, pewaris V-One Group, salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia. Orang yang selama ini hanya dia dengar dalam berita dan rumor.
Mark menatap mereka dengan tatapan yang menusuk, seolah menantang mereka untuk berbuat lebih jauh. “Kalian mengganggu saya!” ancamnya dingin.
Para pengejar itu langsung mundur, kebingungan di wajah mereka jelas terlihat. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya berbalik dan pergi dari kamar milik Mark dengan cepat, meninggalkan Mark dan Dania dalam keheningan yang tegang.
Setelah yakin mereka benar-benar pergi, Mark melepaskan cengkeramannya pada Dania. “Ingat utangmu padaku,” katanya dengan nada tenang namun tegas.
Dania mengangguk, masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. “T-terima kasih …,” ucapnya pelan, masih merasa tidak percaya dengan keberuntungannya.
“Jangan senang dulu,” kata Mark, mengenakan kembali dasinya. “Ini belum selesai.”
Satu tahun kemudian ….Clara berdiri di depan jendela apartemen milik Stevan. Lalu pria itu menghampirinya dan memeluk wanita itu dari belakang dan mencium pipinya dengan lembut.“Hi, Stev.”“Hm. Kau tahu? Apa yang sudah ayahmu bicarakan tadi di ruang meeting?” ucap Stevan dengan suara beratnya.“Apa?” tanyanya ingin tahu.Stevan menghela napasnya dengan panjang. “Dia menagih cucu padaku.”Clara yang mendengarnya sontak tertawa. Ia kemudian membalikan badanya dan menatap Stevan.“Lalu, apa jawabanmu?” tanyanya kemudian.Stevan mengendikan bahunya. Ia lalu mengambil sesuatu di dalam saku celananya dan membukanya.Sontak Clara menutup mulutnya dengan mata membola melihatnya. “Stevan ….”“Clara. Kita sudah melewati perjalanan yang cukup panjang. Aku telah mencintaimu sejak kau masih remaja, aku telah menyayangimu sejak kau lahir ke dunia. Aku tahu, kau adalah takdir yang telah Tuhan tentukan untukku.“Meski us
Tiba-tiba, suara dentingan terdengar. Begitu cepat. Tanpa Emma sadari. Mike menendang meja. Meja menjadi miring lalu membuat pisau di tangan Emma terpental.Tring! Pisau menjauh dari Emma. Stevan bergerak dalam hitungan detik.Ia meraih lengan Emma, memelintirnya ke belakang, membuat wanita itu berteriak kesakitan.Clara tersungkur ke lantai saat Stevan berhasil menjatuhkan Emma.Napasnya memburu. "Mmmh ..." mulut itu terikat. Clara tak bisa bicara apapun.“Permainanmu selesai,” desisnya.Emma menatapnya, matanya dipenuhi amarah dan kepedihan.“Tapi aku mencintaimu …”Stevan memejamkan mata sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam.“Tidak, Emma.” Ia menatapnya tajam. “Ini bukan cinta, tapi obsesi. Aku tidak pernah mencintaimu dan kau salah mengartikan semuanya. Bahkan kau pun tahu sejak dulu pun aku hanya mencintai Clara.”“Sekali lagi kutegas
Emma menyimpan pisaunya kembali, tetapi sorot matanya tetap menakutkan. Clara menelan ludah dengan susah payah, merasakan jantungnya berdegup begitu keras seakan ingin menerobos keluar dari dadanya.Keringat dingin mengalir di pelipisnya, membasahi kulitnya yang sudah pucat.Emma berjalan ke pintu dengan langkah santai, seolah semua ini hanya permainan baginya. Namun, sebelum keluar, ia berhenti dan berbalik."Oh, dan satu hal lagi, Clara …"Clara menahan napas, tubuhnya menegang. Tenggorokannya terasa kering, seolah ada simpul yang mengikatnya erat dari dalam."Aku ingin dia melihatmu dalam keadaan paling menyedihkan sebelum akhirnya aku menghilangkanmu dari dunia ini."Senyuman Emma penuh kepuasan, seperti seorang seniman yang baru saja menyempurnakan mahakaryanya yang keji.Kemudian, dengan gerakan lambat yang disengaja, ia mendorong pintu gudang hingga tertutup dengan suara berderak, menggema di ruang kosong yang dingin.
"Hahaha, lelaki lemah. Kau mau apa? Menangisi wanitamu? Kau memang pantas ku buang sebagai rekanku. Aku tidak suka lelaki lemah sepertimu." Emma merasa menang. Desain tawanya begitu liar."Clara? Ini berbahaya, Emma. Kendalikan dirimu!""Mike, aku ... Aku hanya mengajaknya bermain. Kau tahu, dia selalu menghalangi jalanku. Aku hanya ingin memberinya pelajaran." Suara Emma santai tanpa rasa bersalah sama sekali."Emma, jangan lakukan ini!" suara Mike meninggi, tangannya mengepal. "Kau sudah cukup membuat kekacauan!""Oh, Mike, kau selalu terlalu baik l… atau terlalu bodoh? Aku ingin melihat sampai sejauh mana kau dan Stevan bisa melindungi wanita ini. Sekarang dia ada di tanganku. Jika kau ingin menolongnya, ajak Stevan dan temui aku."“Apa yang kau lakukan pada Clara?” Mike menggertakkan giginya.Tawa Emma terdengar lebih keras. "Ah, kau akan melihatnya sendiri. Aku akan mengirim lokasi. Tapi jangan terlambat… atau
Beberapa detik kemudian, ponselnya bergetar."Seperti yang kau minta. Semuanya akan berjalan lancar."Emma tersenyum puas. Ia meletakkan ponsel itu kembali dan merapikan rambutnya di depan cermin."Malam ini akan menjadi malam yang panjang," bisiknya.Ia meraih mantel, mengenakannya dengan gerakan anggun, lalu mengambil kunci mobilnya dari meja. Satu tarikan napas panjang, satu langkah menuju pintu.Ia keluar dari kamar, menutup pintu dengan tenang.Ponselnya ia tekan. Bukan ponsel yang biasa ia gunakan. Ponsel lain dan nomor ponsel yang baru, telah ia siapkan kemarin."Nona Clara. Apa anda putri dari Tuan Mark? Papa Anda mengalami kecelakaan lalu lintas, saya menolongnya dan tuan Mark sekarang ada di Alvarado hospital medicare center. Tolong datang segera, karena saya harus mengejar jadwal penerbangan saya.""APAA?! ba-baiklah saya segera datang. Terima kasih Nona telah menolong Daddy." Hiks."Apakah Daddy baik-baik saj
Ia memiringkan kepala, tatapannya terpaku pada sosok Stevan di kejauhan. Mata hitamnya membesar, membulat seakan ia baru saja melihat sesuatu yang indah.Jantungnya berdetak lebih cepat. Pipinya merona."Ah, Stevan …" gumamnya, suaranya terdengar seperti seorang gadis jatuh cinta. "Kau masih tampan sekali. Bahkan dari kejauhan sekalipun!"Ia menempelkan telapak tangan ke pipinya sendiri, memejamkan mata, membayangkan sesuatu.Pernikahan mereka. Stevan di altar, mengenakan jas putih. Ia di sisinya, mengenakan gaun yang memesona. Semua orang tersenyum bahagia.Ya … itulah yang seharusnya terjadi setelah ini.Emma membuka matanya, ekspresinya berubah. Rahangnya mengeras, napasnya semakin cepat."Tapi sebelum aku menjemputmu, sayang …"Tangannya menyelip masuk ke dalam tas kecilnya. Jemarinya bergerak lincah, mencari sesuatu.Lalu, sesuatu berkilau di bawah lampu. Pisau kecil dengan ukiran indah di gagan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments