"Tidak sayang, om hanya capek, jadinya marah sama kita. Kamu nggak usah takut ya?"
Semalaman Syakilla tidak tidur sama sekali. Ia benar-benar takut Brillian akan mencelakainya.Pagi-pagi sekali Hani sudah menyiapkan sarapan keluarganya ia ingin makan bersama dengan Naina dan juga cucunya. Ini hari pertama mereka terkumpul Setelah sekian lama tidak pernah makan bersama dengan Naina."Naina, ayo keluar nak. Kita sarapan bersama," celetuk Heni mengetuk pintu kamar Naina."Ma ... Aku masih belum lapar. Mama tinggal aja dulu, nanti kalau aku lapar aku akan keluar," jawab Naina dari dalam."Loh! Kok gitu nggak lapar bagaimana? Memangnya kamu sudah makan? Nggak ada alasan! Ayo kita makan bersama."Heni keukeh meminta Naina untuk keluar dari dalam kamarnya cepat ataupun lambat Brilian juga akan segera mengetahui datangnya. Mereka belum tahu kalau Brilian dan Naina sudah bertemu malam itu."Oke baiklah. Tunggu saja aku di ruang makan."Naina beranjak dari sofa dan mengajak anaknya untuk keluar dari kamar. Sebenarnya ia malas sekali untuk keluar, tapi ia tidak ingin ribut pagi-pagi dan membuat anaknya bertambah takut, lebih baik ia memutuskan untuk keluar.Setibanya di ruang makan, ia mendapati Papa, Mama dan juga Brilian sudah duduk di kursinya masing-masing. Naina merasa canggung duduk bersama dengan mereka. Dulu ia tidak mempermasalahkan tinggal bersama dengan orang tua angkatnya, tapi kali ini ia merasa asing tinggal dengan mereka."Na! Ayo sini duduk dekat Mama."Heni memintanya untuk duduk didekatnya, karena ia merindukan momen-momen bahagia bersama dengan putri dan juga cucunya."Loh, ini kenapa Killa kok pakai selimut?" tanya Heni menatap cucunya yang terbalut oleh selimut kecil, digendong oleh Naina."Syakilla demam ma, semalaman dia nggak bisa tidur, nangis terus," jawab Naina."Oh! Ya ... Lalu kenapa Mama tidak bisa mendengarnya. Dan kenapa juga kamu tidak membangunkan kami," tegur Heni terkejut mendapati cucunya yang dalam keadaan sakit.Heni meletakkan tangannya di kening Syakilla. Anak kecil itu benar-benar mengalami demam tinggi.Naina duduk tempat di sebelah Mamanya. Ia menghiraukan laki-laki didepannya yang menatapnya intens."Maafkan aku karena tidak memberitahu Mama. Aku nggak enak sendiri untuk bangunin kalian. Kalian pastinya juga tengah kecapean. Dan aku sudah terbiasa hidup berdua saja dengan Syakilla. Aku selalu merawat Syakilla sendirian di saat dia sakit," jawab Naina.Heni merasa sedih karena tidak bisa mengetahui kehadiran Syakilla di dunia. Bahkan di saat Syakilla sakit, ia tidak pernah ada di sampingnya."Ya ampun sayang, maafin Oma, ya nak. Oma sudah membuat kalian terlantar." Heni menangis dan mengecup pucuk kepala cucunya.Hartanto menatap Brillian yang nampak tenang. Padahal Brillian selama ini selalu sibuk mencari keberadaan Naina. Tapi saat Naina pulang, ia bahkan bersikap jutek padanya. Tidak mau bertegur sapa, aneh bukan?"Emm, Na! Nanti bawa anaknya ke dokter anak. Biar dia diperiksa sama Dokter dan diberi obat agar segera turun demamnya," tutur Hartanto."Kalau begitu Papa yang harus mengantarkannya," sahut Heni. Ia tidak tega membiarkan Naina pergi sendiri ke rumah sakit."Tapi kalau pagi ini Papa sangat sibuk, Ma. Bukannya Papa tidak mau mengantarkannya, Bapak bahkan sangat senang bisa mengantarkan cucu Papa kemanapun ia minta. Mungkin bisa nanti malam, tapi terlalu lama menunggu kalau sampai nanti malam," jawab Hartanto.Memang hari itu Hartanto nampak sibuk dengan pekerjaan barunya. Ia menekuni usaha barunya di bidang peternakan."Nggak apa-apa Pa. Papa pergi aja ke kantor, aku bisa ke rumah sakit sendiri kok," jawab Naina."Enggak! Jangan pergi sendirian, nanti Mama akan menemanimu. Lebih baik Mama batalkan saja untuk pergi ke acara arisan Mama."Heni tidak rela membiarkan Naina pergi ke luar sendirian. Apalagi membawa anaknya yang dalam keadaan sakit. Lebih baik dia yang mengalah dan membatalkan acara sosialitanya bersama dengan teman-teman sebayanya."Mama pergi aja, biar aku yang antar." Tiba-tiba saja Brilian menawarkan diri untuk mengantarkan Naina.Naina langsung menggeleng, menolak ucapan Brilian. Ia tidak mau lagi berurusan dengan kakak angkatnya itu."Tidak! Tidak usah! Aku nggak mau ngerepotin kalian semua. Aku bisa lakukan ini sendirian, aku sudah terbiasa hidup sendirian. Jadi kalian tidak usah mengkhawatirkanku."Brillian sudah menduga kalau Naina akan menolaknya. Naina terlalu keras kepala dan lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan mementingkan perasaannya saat ini.Tapi ia tidak mau Naina kenapa-napa, atau bahkan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putrinya. Ia hanya diam tidak memberikan jawaban, namun ia akan melakukan segala cara untuk tetap mengantarkan Naina ke rumah sakit.Setelah menyelesaikan acara sarapan bersama, satu persatu anggota keluarga telah meninggalkan ruang makan. Hartanto berpamitan pada istrinya akan segera pergi ke kantor, sedangkan Brillian kembali ke kamarnya, dia akan mengulur waktunya untuk pergi ke kantor dan memutuskan untuk menunggu Naina pergi ke rumah sakit dan dia akan menemaninya."Na! Kamu yakin akan ke rumah sakit sendirian. Apa nggak perlu Mama temani, tapi Mama nggak tega sama kamu. Bagaimana kalau nanti di luar Syakilla menangis, pasti kamu akan kerepotan kalau jalan sendirian. Biar Mama batalkan saja ya, acara arisan Mama," ucap Heni sebelum memutuskan untuk pergi ke tempat arisan di rumah teman sosialitanya."Nggak usah, ma! Mama pergi aja ke tempat arisan, Nanti ditungguin sama teman-temannya. Aku bisa sendirian kok, aku janji tidak akan kenapa-napa. Nanti kalau misalnya aku butuh bantuan, aku akan menghubungi Mama ataupun Papa untuk menjemputku di rumah sakit," jawab Naina.Heni menghela napas, sudah sangat paham ia dengan sikap anak perempuannya yang selalu keras kepala dan selalu ingin melakukan segala hal tanpa bantuan siapapun."Dasar kamu keras kepala dari dulu kamu tidak pernah berubah. Sekarang udah jadi emak-emak makin juga tambah keras kepalanya. Mama sangat yakin, kalau suami kamu dulu meninggal karena kamu sering mengomelinya iya, kan?"Naina geleng-geleng kepala dengan tersenyum, "Mama ini ada-ada aja. Kalau aku sudah membuat suamiku meninggal, berarti itu sama halnya dengan Aku ini seorang pembunuh. Memangnya Mama suka memiliki anak seorang pembunuh?"Naina tersenyum miris. Ia bahkan belum pernah memiliki suami, tapi sudah memiliki anak. Andai saja ia bisa mengungkapkan kebenarannya, mungkin orang tuanya akan terkejut. Orang tuanya memang sudah tahu keburukan Brilian terhadapnya, tapi mereka tidak pernah tahu kalau ia sudah melahirkan buah hatinya dengan kakak angkatnya sendiri."Ya ... Enggak lah. Mana ada orang tua yang suka memiliki anak seorang pembunuh. Orang tua selalu mendambakan memiliki anak yang baik dan penurut pada orang tuanya, tapi semua itu sangat jarang ditemui oleh orang tua seperti kami. Ya sudah, kalau kamu memang tidak mau diantarkan sama Mama, atau setidaknya paling aman biar Brilian saja yang mengantarkanmu.""Hah! Aman, Mama tidak tahu saja, siapa yang sudah membuat anakku seperti ini." Naina langsung melenggang pergi menuju kamarnya.Acara ulang tahun nampak begitu meriah. Hari ini adalah hari ulang tahun Syakilla yang ke lima. Semua keluarga berkumpul bersama di rumah Brilian.Aminah dan juga Bryan datang, mereka membawa kue ulang tahun khusus buat Syakilla."Syakilla, wah ...., cantiknya cucu nenek."Melihat penampilan cucunya yang nampak cantik alami, membuat Halimah menitikkan air matanya.'Ya ampun ..., cucuku cantik sekali. Mungkin Naina dulu waktu kecil seperti ini. Aku sudah terlambat datang, aku sudah gagal menjadi orang tua yang baik untuk anakku.'"Nenek ..., nenek udah datang? Nenek itu bawa apaan?" tanya Syakilla menoleh pada Bryan yang tengah membawa sesuatu di tangannya.Dia sangat penasaran, sampai-sampai dia berjinjit hendak melihatnya."Syakilla, lihatlah. Ini kue khusus buat kamu. Nenek sengaja bikin sendiri, dan rasanya enak sekali , pasti kamu akan menyukainya."Halimah yang semula ada di luar pintu kamar Naina, ia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam ditemani oleh Bryan."Ayo tebak n
"Mom! Ambilkan kue buatanku. Aku akan tunjukkan pada Daddy sama Om Bryan. Mereka nggak percaya aku bisa bikin kue."Syakilla mengadu pada Naina yang masih sibuk di dapur."Tunggu sebentar, Mommy potong-potong dulu ya, biar mudah untuk dimakan," jawab Naina."Loh! Nggak usah dipotong. Biar gitu aja," bantah Syakilla.Naina mengerutkan keningnya. "Kau itu mau bagi kue sama Daddy, atau tunjukin doang?" tanya Naina."Tunjukkan saja. Kuenya nggak boleh dimakan."Halimah dan Warti terkekeh mendengar celotehan Syakila. Baru pertama kalinya ada orang berceloteh di rumahnya."Kau itu Killa, buat apa kuenya nggak dimakan, kan bisa mubazir. Lebih baik dimakan, biar tahu rasanya, bukan cuma dibuat pajangan," tegur Halimah."Tapi kan nenek, nanti kalau dimakan kuenya habis, aku kan juga harus kasih Oma sama Opa juga," bantah Syakilla dengan menggembungkan pipinya.Naina mengambilnya kue berukuran sedang itu dan meletakkan di mangkok plastik."Biar mommy yang bawa, entar kalau kamu yang bawa bisa j
"Dad! Aku tadi bantuin nenek bikinin kue buat Daddy. Daddy akan makan kue buatanku, kan?"Syakilla berbisik di telinga Brilian yang tengah bermain catur dengan Bryan di teras depan rumahnya.Brilian menoleh dengan menautkan kedua alisnya. "Memangnya kamu bisa bikin kue?" tanya Brillian, tak yakin Syakila bisa membuat kue. Gadis kecil berusia empat tahun itu begitu aktif dan pintar, namun ia masih meragukan anak kecil seusia itu bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa diduganya.Syakilla menyunggingkan bibirnya. "Apakah Daddy tengah meremehkanku? Aku akan buktikan kalau aku bisa bikin kue sendiri tanpa dibantu sama Nenek ataupun Mommy. Aku pintar dad, nanti kalau aku udah besar, aku pasti akan buat kue sendiri jika aku tengah berulang tahun, atau nanti pas ulang tahunku Daddy harus siapkan bahannya biar aku bikin dengan tanganku sendiri."Bryan terkekeh meledeknya. "Heh! Killa! Omonganmu itu kayak orang lagi mabuk, ngelantur. Mana mungkin anak kecil bisa bikin makanan, bikin kue itu s
"Nenek, aku mau bantuin nenek bikin kue."Syakilla mengambil loyang di rak buat mengadoni kue buatan Halimah.Halimah selama ini memang suka membuat kue. Banyak orang yang suka memesan kue padanya."Serius kamu mau bantuin nenek membuat kue? Memangnya Killa bisa membuat kue?" tanya Halimah.Syakilla menaruh adonan itu ke atas meja pantry dengan meraih kursi plastik untuk dipijaknya."Ya bisa dong!!"Nampak begitu Arogan anak Brilian. Ia menunjukkan kepandaiannya saat membantu omanya membuat kue di rumahnya."Nenek jangan suka meledekku, aku sangat suka membuat kue. Di Rumahku, aku sering buat kue dengan Oma. Oma juga buat kue suka gosong."Dengan selorohnya yang lucu mampu membuat Halimah melepas tawanya. "Kau itu, Killa! Bikin kue gosong aja dibanggain. Coba kalau bikin kue itu disertai dengan doa, biar jadinya bagus, nggak gosong," ledek Halimah.Warti tersenyum dengan geleng-geleng kepala. Andai saja di rumah masih banyak itu ada anak kecil setiap hari pasti akan sangat seru, ada
"Apa kau pikir anakku itu jelmaan setan?! Kau itu orang tua tak berakhlak ya! Bisa-bisanya ngata-ngatain anakku seperti boneka Annabelle. Kau tau kan? Boneka Annabelle itu boneka setan. Aku nggak terima, ya? Enak saja ngata-ngatain anakku kayak gitu. Kau belum punya anak sih, jadi nggak pernah tau rasanya saat anaknya dikata-katain kayak gitu, menyebalkan."Bryan terbengong saat diomeli Brillian. Sedangkan Syakilla menjulurkan lidahnya meledek Bryan, karena dia berhasil mengadu pada orang tuanya."Rasain om, om dimarahin kan? Sama Daddy," ledek Syakilla dengan terkekeh."Oh! Jadi kamu ngadu sama dia!" Bryan menunjuk pada Brillian dengan cengiran kuda.Syakilla mengangguk. Iya Memangnya kenapa kalau aku mengadu, kan dia Daddy-ku," jawab Syakilla."Ck! Dasar kalian berdua!"Halimah langsung menghentikan perdebatan mereka berdua. "Sudah-sudah, nggak usah berisik! Ini juga masih pagi. Kalian ini sudah menjadi orang tua, seharusnya bersikaplah baik untuk menjadi contoh yang baik buat anak
"Daddy! Mommy! Om Bryan nakal. Masa aku dibilang kayak boneka Annabelle. Apakah aku sangat jelek seperti boneka Annabelle, sampai Om Bryan mengatakan itu padaku!"Syakilla berlari menuruni anak tangga dan langsung mengadu pada kedua orang tuanya, jika ia habis diledek seperti boneka Annabelle oleh Bryan.Mendengar pengaduan dari putrinya, Brillian langsung melotot. "Apa dia bilang? Kamu dikatain seperti boneka Annabelle? Kau tau Anabelle itu apa Killa?" tanya Brillian dengan menaikkan satu alisnya menatap wajah cantik putri kecilnya.Syakilla langsung menggeleng. "Belum tau, memangnya boneka Annabelle itu seperti apa sih, Dad?" Ia memang masih belum mengetahui Anabelle itu jenis boneka seperti apa. Selama hidupnya, ia belum pernah mendapati boneka Annabelle."Boneka Annabelle itu boneka hantu, boneka setan. Kamu udah dikatain om kamu mirip setan. Kurang ajar banget jadi orang tua, tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia ngatain anakku seperti boneka setan! Awas aja dia. Aku tidak akan me
Seperti yang dikatakan oleh Halimah, Syakilla diminta untuk membangunkan Bryan yang masih belum keluar dari dalam kamarnya.Bryan sangat jarang bangun pagi di kala ia lagi weekend, kadang sampai seharian dia tidak mau keluar kamarnya, dan itu membuat Halimah gemas dengan sikapnya yang masih suka seperti anak kecil."Om ...! Bangun Om! Ini sudah siang!"Syakilla menggedor-gedor pintunya dengan tangan mungilnya yang tidak terlalu bertenaga, tidak terlalu menimbulkan suara, dan membuat Bryan tidak bisa mendengarnya dengan jelas."Om! Kenapa Om tidak menjawabku, apa Om masih hidup?"Tidak mendapatkan jawaban sama sekali, membuat Syakilla berpikir kalau Bryan sudah meninggal di dalam kamarnya."Kenapa Om tidak menjawabku, apa jangan-jangan Om sudah meninggal, ya? Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus bilang sama nenek."Tidak mendapati sahutan dari dalam, Syakilla mengira kalau Bryan sudah meregang nyawa.Syakilla memutuskan untuk memberitahu neneknya, ia berlari menuruni anak tangga dan me
"Alhamdulillah, akhirnya kita tiba di sini juga. Oh ya ampun, aku sampai lupa tidak membawakan baju ganti buat Syakilla. Aku tadi buru-buru dan lupa nggak bawa baju ganti," gumam Naina dengan menepuk jidatnya."Ck! Kok bisa sih yang! Udah tiba di sini ada juga yang ketinggalan. Entar apalagi yang ketinggalan, jangan bilang kalau kamu juga nggak pakai celana dalam ledek Brillian.Naina langsung melayangkan tangannya memukul pundak Brillian. "Ngaco aja kalau ngomong! Ya mana mungkin aku nggak pakai celana dalam, kalau aku nggak pakai celana Kamu pastinya juga nggak mau jauh-jauh dari aku," seru Naina.Seketika Brilian melepaskan tawanya. "Ya jelas aku nggak mau jauh-jauh dari kamu. Menjauhkan diri dari sesuatu yang nikmat untuk disantap rasanya mustahil banget. Banyak manusia di dunia ini yang mengharapkan sesuatu itu. Bahkan sebagian besar manusia sampai berebut dan nyawa yang dipertaruhkannya hanya demi segumpal daging yang bentuknya saja sangat unik."Naina memutar bola matanya. Ia
Liburan telah tiba, Syakilla minta diantarkan ke rumah neneknya. Brillian sendiri sudah berjanji akan mengantarkannya ke rumah mertuanya, namun dia mewanti-wanti agar Naina tidak menginap di rumah orang tuanya sendiri."Yee ... Pada akhirnya aku akan menginap di rumah Nenek."Syakilla nampak senang dan berharap bisa menginap di rumah neneknya."Menginap apaan, enggak ya! Nggak ada yang boleh menginap, kita berkunjung aja," sahut Brillian langsung memberikan teguran pada putrinya."Loh! Daddy ini gimana sih. Katanya boleh menginap?" tanya Syakilla nampak kecewa. "Siapa yang bilang! Daddy nggak bilang kalian boleh menginap. Daddy cuma bilang Syakilla boleh main ke rumah nenek, asal nggak menginap," balas Brillian.Syakilla memanyunkan bibirnya, dia sangat kecewa berat, ucapan Brillian tak sesuai dengan kenyataan."Katanya tadi malem boleh menginap, sekarang udah beda lagi. Gimana sih dad! Nggak jelas banget, bikin orang kecewa aja," bantahnya dengan bibir mengerucut, menggemaskan.Nain