Share

Bab 3

Khai sengaja tidak turun dari mobil dan membiarkan pacarnya tenang di pelukan lelaki lain. Dia tak mau menunjukan sakit hatinya pada wanita yang sudah mengkhiantinya itu. Lelaki yang sudah merebutnya dari Khai pasti akan merasa puas melihat Khai sakit hati, Khai tak mau itu terjadi.

Sesampainya di rumah, Khai makin kesal karena kedatangannya sudah disambut oleh pembantunya.

"Tuan, sumpah tadi saya tak sengaja. Tolong jangan pecat saya!"

Anita pura-pura menangis di depan majikan lelakinya. Dia berharap Khai masih mau mempekerjakannya setidaknya sampai bisa memastikan hubungan keduanya kandas.

"Tuan, tolong jangan pecat saya!"

Khai yang sedang dalam keadaan tak baik-baik saja makin marah mendengar permohonan pembantunya.

Khai mendorong wanita itu ke luar pintu lalu cepat-cepat mengunci pintu dari dalam. Khai heran darimana Arkhan mememukan pembantu semenyebalkan itu. Belum apa-apa sudah berhasil membuat hubungannya dan Cheryl yang sudah terjalin bertahun-tahun itu kandas.

"Tuan, tolong buka pintunya, Tuan!"

Anita terus menggedor pintu dan berharap Tuannya mau membukanya. Beberapa saat kemudian pintu memang benar-benar dibuka. Tapi senyum Anita seketika berubah karena majikan lelakinya hanya membukanya sebentar untuk melempar koper miliknya keluar. Anita benar-benar sedih melihat ponselnya ikut terlempar bersamaan dengan koper miliknya. Dilihatnya dengan airmata bercucuran ponsel pemberian almrhum ayahnya yang layarnya sudah retak karena Khai.

"Kau benar-benar kejam, Tuan. Suatu saat akan kubalas kekejamanmu itu!"

Anita terus mengucapkan sumpah serapahnya ditengah isak tangisnya. Siapa yang tak sakit hati melihat satu-satunya barang berharganya di hancurkan orang lain.

[Pak Yusuf, saya di pecat karena sudah membuat Tuan Khai dan pacarnya bertengkar!]

Mau tak mau Anita mengabari hal ini pada Yusuf. Untungnya meski layarnya retak tapi ponselnya masih bisa dia gunakan untuk menelepon.

[Apa mereka sudah putus?] tanya Yusuf antusias. Dalam hati lelaki itu memuji Anita karena cepat sekali berhasil membuat sepasang kekasih itu bertengkar.

[Saya tidak tahu, Pak. Saya tak berani tanya pada Tuan Khai!]

[Lalu jangan pernah berharap bisa keluar dari rumah itu sebelum kamu benar-benar memastikan mereka putus. Lakukan segala cara untuk bisa kembali bekerja di sana!]

Panggilan terputus. Anita makin dibuat marah karena Yusuf tak paham keadaannya.

Hari mulai gelap, Anita tak meninggalkan rumah mewah itu selangkahpun. Dia yang tak bisa masuk ke dalam rumah terpaksa tidur di teras rumah majikannya hanya beralasan selimut. Malam itu sangat dingin, tapi wanita itu tetap bersikeras tak mau pergi dari sana.

Keesokan paginya saat Khai akan pergi bekerja, dia terkejut melihat Anita tidur tepat di depan pintu. Khai membangunkan Anita dengan kakinya namun Anita sama sekali tak bergerak.

"Anita, kau gila ya. Mau aku panggilkan polisi buat ngusir kamu dari rumahku. Huh!"

Meski Khai sudah melontarkan banyak cacian untuk wanita itu, tubuh wanita itu sama sekali tak bergerak. Akhirnya Khai berjongkok untuk menggoyang-goyangkan tubuh wanita itu agar terbangun.

Saat tangan Khai menyentuh kulit tangan Anita, betapa terkejutnya Khai mendapati tubuh wanita itu yang ternyata panas tinggi. Khai buru-buru membopong tubuh Anita ke dalam kamar wanita itu.

Setelahnya, Khai langsung mengompres kening Anita lalu meminumkan parachetamol agar panas di tubuh wanita itu turun.

Khai menyelimuti tubuh Anita lalu bergegas keluar mengabari Arkhan kalau hari ini dia tidak bisa pergi ke kantor.

Khai duduk di tepi ranjang Anita. Untuk beberapa saat, Khai baru menyadari kecantikan Anita meski tanpa make up yang menghiasi wajahnya.

"Ibu..."

Anita terus memanggil nama Ibunya, Khai tak kenal satupun keluarga Anita jadi dia tak bisa melakukan apapun selain menjaga wanita itu.

Jam menunjukan pukul satu siang, Khai baru selesai memasak bubur nasi untuk Anita. Saat masuk dalam kamar Anita, lelaki itu terkejut karena tak mendapati Anita ada disana.

"Tuan, maaf saya jadi merepotkan Anda!"

Mendengar suara Anita lagi, Khai merasa lega. Ternyata Anita barusan hanya pergi ke kamar kecil.

"Kenapa kau tak pergi dari rumahku malah memilih tidur di teras. Bodoh!"

Khai meletakan bubur buatannya di atas meja kamar Anita.

"Saya tak punya tempat tujuan. Mau pulang ke kampung halaman saya tapi saya tidak punya uang!"

Tentu saja apa yang di katakan Anita bohong. Dia masih mengantongi setengah dari uang pemberian Yusuf. Itu lebih dari cukup untuk mengontrak rumah setahun bahkan bisa dia gunakan untuk pulang ke kampungnya dan menganggur beberapa bulan di sana.

"Istirahatlah, kalau kamu sudah sembuh baru aku akan memberikan uang untuk ongkos kamu pulang kampung!"

Anita tersenyum, orang segalak Khai bisa juga berbicara lembut padanya. Dia akan memanfaatkan momen ini untuk membuat bosnya makin mengasihaninya.

"Tuan, saya tidak mau pulang kampung secepat ini. Tolong, Tuan. Jangan pecat saya!"

Anita pura-pura menangis lagi di depan Khai. Wanita itu pintar sekali bersandiwara.

"Ibu saya sakit kanker, dia hidup bergantung pada obat. Jika saya tidak bekerja, siapa yang akan mengiriminya uang untuk membeli obat?"

Khai menatap kasian ke arah Anita. Lelaki itu sebenarnya tak sejahat dan sekejam apa yang dipikirkan Anita.

"Kamu boleh bekerja lagi tapi ada syaratnya!" ucap Khai kemudian. Wajah pucat Anita langsung berseri-seri mendengar ucapan majikannya.

"Apa itu, Tuan. Saya berjanji akan menyetujui apapun syaratnya!"

Khai melirik ke arah koper milik pembantunya.

"Buang semua baju-bajumu. Lalu belilah baju yang sopan!"

Khai mengambil kartu kredit dari dompetnya lalu memberikannya pada Anita.

"Kamu bisa menggunakan kartu ini untuk membeli baju-bajumu!"

"Tuan, apa ini tidak berlebihan? Saya baru bekerja di rumah Anda tapi Anda sudah baik sekali membelikan baju-baju untuk saya!"

Anita tersipu malu melihat kebaikan Tuannya. Ini terlihat menggelikan bagi Khai.

"Kamu pikir ini geratis?"

"Huh? Maksud Anda?"

"Maksudku semua yang ku berikan ini bukan geratis. Semua akan ku potong dari gajimu jadi jangan salah mengartikan kebaikanku. Mengerti?"

Sumpah demi apapun, kali ini Anita merasa sangat malu. Dia terlalu baper pada kebaikan majikan lelakinya padahal dia tahu majikannya itu hanya merasa kasian padanya. Anita memukul-mukul mukanya sendiri setelah kepergian Tuannya.

Setelah merasa agak baikan, Anita mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Dia tak mau membuat mood Khai kembali buruk karena melihatnya hanya berbaring di atas tempat tidur meskipun lelaki itu tahu pembantunya tengah sakit.

Anita heran melihat majikannya hanya berada di ruang keluarga sambil sibuk memainkan ponselnya. Dia penasaran apa yang terjadi kemarin sore pada lelaki itu dan pacarnya hingga membuat Khai berada seorang diri di rumah. Kalau hubungan Khai dan pacarnya baik-baik saja, saat ini pasti Cheryl tengah berada di rumah itu bersama Khai.

"Tuan, maaf. Gara-gara saya Anda jadi tak masuk kerja!"

Sambil mengelap perabot yang ada di ruang keluarga, Anita meminta maaf. Sebenarnya dia tidak benar-benar menyesali perbuatannya. Dia meminta maaf hanya untuk memancing Tuannya agar bicara jujur tentang apa yang terjadi kemarin diantara Khai dan Cheyril.

Khai hanya menatap sekilas Anita tanpa menjawab ucapan wanita itu. Setelahnya, Khai kembali fokus menatap layar ponselnya.

"Tuan, apa saya harus minta maaf dan menjelaskankan apa yang sebenarnya terjadi pada kita kemarin pada Nona Cheryl agar dia memaafkan Anda?"

Raut wajah Khai berubah marah mendengar nama Cheryl disebut.

"Sekali lagi kamu ikut campur masalah pribadiku, aku akan benar-benar memecatmu!"

Khai meletakan ponselnya dalam saku celananya lalu berjalan keluar rumah. Mendengar jawaban Khai yang ketus, Anita makin yakin kalau hubungan tuannya dan pacarnya masih tak baik-baik saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status