Share

Bab 4

Jam menunjukan pukul sepuluh malam, Anita belum masuk kamarnya karena menunggu Khai. Masakan sudah terhidang sejak pukul delapan malam, tapi sampai sekarang tuannya belum juga pulang.

"Apa Tuan Khai sedang bersenang-senang dengan Nona Cheryl di luar?"

Anita terus menunggu tanpa kepastian kepulangan Tuannya sambil memainkan ponselnya. Dia berharap Tuannya cepat pulang agar dia bisa cepat-cepat membereskan ruang makan dan segera istirahat.

Jam 12 malam, karena terlalu lelah tak sadar Anita tertidur di atas sofa. Saat itulah Khai pulang. Melihat Anita tidur pulas, Khai tak berani membangunkannya. Diambilnya selimut dalam kamar Anita lalu dia tutupi tubuh seksi pembantunya dengan selimut itu.

Khai mengambil ponsel yang ada di tangan Anita. Melihat layar ponsel itu retak, Khai merasa cukup bersalah. Khai pun meletakan ponsel milik Anita ke atas meja lalu dia berjalan ke lantai atas menuju kamarnya.

Khai membanting tubuhnya ke atas ranjang. Ingatan saat wanita yang sangat dicintainya tengah memeluk lelaki lain kembali mengusiknya. Karena tak mau kembali dihantui rasa sakit hati, lelaki itu turun kembali berniat untuk mengambil beberapa kaleng beer dalam lemari es.

Saat turun, Khai tak mendapati Anita di atas sofa ruang tamu lagi. Lelaki itu justru menemukan Anita tengah berada di ruang makan membereskan makanan yang tak disentuh sama sekali olehnya.

"Kenapa jam segini kamu masih berada di sini, Anita?"

Anita menatap kesal ke arah Khai.

"Tuan, jika Anda memang tidak berniat makan malam di rumah, setidaknya Anda kabari saya. Dengan begitu saya tidak perlu repot-repot memasak untuk Anda!"

"Maaf, Anita. Saya lupa kasih tahu kamu!"

Dengan rendah hati Khai meminta maaf, namun Anita yang terlanjur kesal masih mengomelinya. Sungguh keadaan yang terbalik.

"Saya sedang sakit tapi saya paksa tubuh saya untuk tetap masak. Demi apa coba? Demi Anda, Tuan. Tolong hargai saya sedikit saja. Jangan mentang-mentang Anda punya uang Anda menjadi seenaknya pada saya!"

Khai yang tadinya merasa bersalah malah menjadi murka karena mendengar omelan pembantunya.

"Kamu pikir kamu siapa berani mengomeliku seperti itu. Huh?"

Anita baru menyadari kesalahannya. Dia tak sadar ucapannya barusan bisa membuatnya kembali dipecat majikannya. Kalau itu benar terjadi, habislah dia.

"Aku rasa kamu pembantu paling tidak tahu diri. Sudah diberi kesempatan untuk kerja lagi disini malah selalu buat aku marah. Kamu mau dipecat lagi?"

"Tidak, Tuan. Maaf, tadi saya hanya kecewa karena Anda tidak mau makan masakan saya. Saya janji tidak akan berbicara lancang lagi pada Anda. Tolong maafkan saya kali ini!"

Khai tidak merespon permintaan maaf Anita. Dia berjalan menuju lemari es kemudian mengambil beberapa kaleng beer di sana.

"Tuan, maaf bukannya saya lancang. Tapi besok Anda harus bekerja, jadi tolong malam ini jangan minum beer!"

Khai yang makin marah karena nasehat Anita mendekat ke arah wanita itu.

"Sudah kuperingati dari awal, jangan pernah ikut campur urusanku kalau tak mau ku pecat. Mengerti?"

Anita langsung mengangguk dan segera menjauhkan tubuhnya dari Tuannya yang sedang marah. Jarak mereka barusan terlalu dekat, entah kenapa tiba-tiba jantung Anita merasa tak aman berada terlalu dekat dengan majikannya.

"Kalau begitu saya permisi ke kamar. Saya tidak mau makin membuat Anda marah!" Anita bersiap kabur. Namun tiba-tiba Khai menghentikannya.

"Tunggu!"

Anita menghentikan langkah kakinya, dia pikir Tuannya akan kembali memarahinya.

"Apa kamu pernah minum ini?"

Pertanyaan dari majikan lelakinya dijawab cepat oleh Anita dengan gelengan kepala.

"Benarkah kamu tidak pernah mencoba sedikitpun minuman ini?"

"Benar, Tuan. Saya sama sekali tidak pernah."

"Lalu, apakah malam ini kamu mau mencobanya? Aku yakin kamu akan ketagihan jika sudah pernah mencobanya!"

Anita menggeleng cepat.

"Tidak. Saya tidak mau!"

"Ok, kalau kamu tidak mau mencobanya. Tapi malam ini saja bisakah kamu temani aku minum? Aku sedang benar-benar membutuhkan seorang teman sekarang."

"Maaf, Tuan. Ini sudah malam. Saya tidak bisa menemani Anda."

"Aku membayarmu mahal untuk bekerja di rumah ini. Kenapa kamu berani membantah perintahku?"

"Maaf, Tuan. Saya bukannya mau membangkang perintah Anda. Saya takut saja setelah Anda mabuk Anda akan berbuat sesuatu pada saya!"

Anita menjawab dengan jujur apa yang ditakutkannya. Tak peduli kejujurannya akan membuat Tuannya makin marah atau tidak.

"Jangan sok suci, Anita. Kamu datang kerja disini dengan pakaian ketat dan seksi bukannya tujuanmu untuk menggodaku?"

Plak!

Entah dapat kekuatan darimana tangan Anita berani menampar pipi majikan galaknya.

"Anda jangan menuduh saya yang bukan-bukan hanya karena melihat penampilan luar saja! Saya benar-benar kecewa dengan ucapan Anda barusan!"

Anita bersiap pergi, Khai yang sedikit merasa bersalah karena ucapannya langsung mencegah wanita itu pergi.

"Maaf, karena pikiranku sedang sangat kacau, aku jadi bicara ngawur."

Anita kembali menghentikan langkahnya. Mendengar nada bicara majikannya yang terdengar sangat frustasi membuat wanita itu berpikir kalau sebenarnya keadaan majikan lelakinya sedang tak baik-baik saja.

"Anda mau saya temani minum? Dimana?"

Akhirnya Anita memutuskan untuk menerima tawaran majikan lelakinya.

Di sofa balkon kamarku. Biasa kalau aku sedang banyak masalah aku selalu habiskan malamku disana!"

"Di sofa balkon kamar Anda? Kenapa tak di sini saja?"

Anita menolak, dia tak mau Tuannya berbuat macam-macam jika dia menuruti permintaan lelaki itu. Tak ada kesempatan melarikan diri jika Tuannya nekat mengunci pintu kamar.

"Kamu takut aku akan berbuat macam-macam padamu?" Khai terlihat geli membayangkan pikiran kotor Anita.

"Anita, kamu itu sama sekali bukan tipeku. Kamu pikir aku doyan sama wanita yang sangat biasa sepertimu?"

"Lelaki kalau sudah mabuk mana dia peduli dengan wanita yang ada di dekatnya cantik atau tidaknya. Saya tak mau kejadian yang buruk terjadi pada saya!"

"Aku bilang aman. Takan terjadi apa-apa padamu!"

Karena terus membantah, cepat-cepat Khai menarik tangan Anita ke lantai atas. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk memegang kaleng.

"Kamu lihat ini, aku bahkan tidak mengunci pintu kamarku. Jadi jangan takut aku ngapa-ngapain kamu!"

Tangan Khai melepaskan Anita. Dia membuka pintu balkon dan mengajak Anita duduk di atas sofa.

Setelah duduk bersama, Khai membuka kaleng dan mulai meminumnya.

"Tuan, sebenarnya apa yang terjadi pada Anda. Kenapa Anda terlihat menyedihkan sekali?"

Dengan hati-hati Anita bertanya. Dia takut dituduh mencampuri urusan Tuannya lagi.

Khai tak menjawab, dia terus fokus meminum alkohol yang ada di tangannya.

"Besok Anda harus kerja, Tuan. Jangan banyak minum!"

Jika sebelumnya Khai akan marah mendengar nasehat seperti itu, kali ini tidak. Dia menuruti ucapan Anita dan meletakan minumannya ke atas meja.

"Sebenarnya aku mengajakmu kesini untuk mengucapkan terimakasih padamu!"

Anita mengernyit bingung.

"Terimakasih untuk apa?"

Khai tak langsung menjawab, tatapannya beralih ke pemandangan luar rumahnya.

"Apa Anda sudah berbaikan dengan Nona Cheryl?"

Khai menggeleng.

"Lalu apa Anda butuh bantuan saya untuk membuat dia percaya kalau kita tidak ada hubungan apa-apa?"

Bukan bersandiwara, Anita benar-benar ingin membantu Khai menyelesaiakan masalah dengan Cheryl. Anita merasa bersalah melihat keadaan Khai yang kacau karena ulahnya.

"Tidak perlu. Justru aku ingin berterimakasih padamu. Karena kesalahpahaman kemarin itu, perselingkuhan Cheryl dan mantan pacarnya terbongkar. Aku tidak lagi menjadi lelaki bodoh yang dibohongi terus-menerus oleh wanita itu!"

Setelah bicara, Khai mengambil kembali minumannya. Dia menghabiskan minuman itu tanpa sisa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status