Masuk“Kamu ngapain di sini?”
Alexander begitu tenang berjalan melewati Seira. Tidak merasa canggung sedikitpun. Seira mendelik. “Harusnya aku yang tanya kenapa kamu di sini? Ini kan apartemen kakak aku?!” “Aku tamu yang sedang berkunjung,” balas Alexander. Pria itu melangkah ke dapur untuk mengambil air mineral. Seira membalikan badan, niatnya ingin menegur teman kakaknya ini yang seolah menganggap kedatangannya yang mengganggu. Tapi mulutnya langsung membisu, tatapannya terkunci melihat gerakan jakun Alexander, otot lengan yang seksi, turun ke bawah ada empat kotak di perutnya. Damn! Seira menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran kotornya. Alexander mengusap bibirnya yang terasa basah. Gerakannya terhenti, diikuti sebelah alisnya terangkat saat mendapati Seira diam mematung. “Mau minum?” “Eh?” Seira gelagapan. Memalukan sekali ketahuan memperhatikan Alexander. Seira melengos, kembali ke sofa. Duduk di sana bermain ponsel untuk menyibukkan diri. Cappucino hangat terlupakan begitu saja. Alexander berjalan mendekat, ikut duduk di sofa. Bersebrangan dengan Seira. “Kak Andrew masih lama?” tanya Seira gugup. Entah kenapa, Seira menjadi canggung begini berdekatan dengan Alexander. Terasa sangat panas. Padahal pendingin ruangan berfungsi dengan baik dan di luar hujan makin deras. “Mungkin.” Jawaban yang sangat singkat, keluar dari mulut sahabat kakaknya itu. Alexander menyalakan televisi di depan, mengenyahkan kesunyian. Memilih channel acak. “Masih patah hati?” Seira terkesiap mendengar pertanyaan dari Alexander. “Maksudnya?” “Andrew yang cerita,” ucap Alexander dengan wajah datar. Matanya tertuju pada tayangan berita yang tengah berlangsung. Bibir Seira mencebik. Kakaknya ini tidak bisa menjaga rahasia. Seenaknya saja mengumbar kisah tragisnya. Seira tidak berminat untuk menjawab pertanyaan Alexander. Ia memilih diam. Alexander melirik Seira sekilas. “Maaf ...” Diamnya Seira jelas menandakan kalau gadis itu tidak suka dengan pertanyaannya. Terlalu ikut campur. “Hm!” “Belajar dari masa lalu, kedepannya kamu bisa mendapatkan yang lebih baik,” ucap Alexander sembari beranjak. Merasa kehadirannya kurang berkenan, Alexander memutuskan kembali ke kamar. Meninggalkan Seira yang masih berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Seira mendengus kesal. Menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. ‘Dia lagi nasehatin aku ya?’ ‘Belajar dari masa lalu.’ Kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Seira. Salah satu alasan Jordy mengkhianatinya itu karena Seira tidak mau disentuh. “Apa iya semua cowok maunya gituan dulu?” gumam Seira. Karena bingung harus bertanya pada siapa, Seira memilih berselancar di internet. Ada banyak judul artikel di sana. ‘Tips agar pasangan kita setia.’ ‘Apa yang disukai para pria pada pasangannya.’ Dan masih banyak lagi. Seira menemukan satu jawaban yang muncul di setiap pertanyaannya. Laki-laki sangat menyukai dan membutuhkan seks. Seira menghela. Lalu jarinya kembali mengetik. Kali ini ia ingin tahu bagaimana kegiatan orang dewasa yang sangat disukai laki-laki. Tapi baru beberapa menit, Seira sudah mual duluan melihat adegan tak senonoh dalam video itu. “Iyuh! Jijik banget sih!” Seira menggerutu dan menyudahi. “Aneh! Kenapa mereka suka yang begitu, nggak jijik apa?!” Seira menyerah, ia memang tidak sanggup melihat adegan dewasa yang terlalu vulgar. Sampai malam, Andrew tidak kunjung pulang juga. Seira sampai bosan menunggu. Ingin pulang tapi di luar hujan masih deras, malas berkendara di cuaca yang buruk. Alexander keluar kamar saat jam makan malam tiba. Wajah pria itu sangat kusut. Terlihat seperti baru bangun tidur. “Lagi buat apa?” tanya Alexander pada Seira yang ada di dapur. Seira sempat terkejut mendengar suara Alexander yang tiba-tiba membelah kesunyian. “Oh, ini aku lagi bikin spaghetti.” Seira berusaha mengendalikan rasa gugupnya. Berdekatan dengan Alexander selalu saja membuatnya salah tingkah. Alexander mengangguk. “Oh ….” “Mau?” Seira berbaik hati menawari. Barangkali Alexander mau mencicipi masakan buatannya. “Boleh,” balas Alexander singkat. Pria itu lalu duduk di kursi meja makan, menunggu Seira selesai masak. Seira melirik sekilas. Alexander nampak tenang bermain ponsel, sesekali tersenyum tipis. Entah dengan siapa pria itu berkirim pesan. Mungkinkah pacarnya? Seira jadi penasaran. Mau bertanya tapi mereka tidak terlalu dekat untuk menanyakan urusan pribadi. Lima belas menit Seira sudah selesai membuat dua piring spaghetti. “Ini. Semoga kamu suka,” ucapnya sambil menaruh piring di depan Alexander. “Terima kasih!” balasnya. Seira ikut duduk di sana. Berhadapan dengan Alexander. Alexander meletakkan ponsel di atas meja, meraih garpu untuk mencicipi spaghetti buatan Seira. “Hem, lumayan.” “Stok keju di dapur tinggal sedikit. Mungkin kak Andrew lupa beli.” Alexander mengangguk saja. “Nggak masalah, masih enak kok.” Seira tersenyum tipis, lalu mulai menikmati makan malam buatan sendiri. Suasana begitu canggung lantaran Alexander banyak diam. Sedangkan Seira tidak berani memulai untuk bertanya. Suara pintu terbuka dan langkah kaki terdengar mendekat. Seira menoleh ke sumber suara. “Hei, Sei! Sorry telat. Ada pasienku yang melahirkan.” Andrew akhirnya pulang juga. Pakaian pria itu sedikit basah. “Aku mandi dulu,” ucapnya bergegas ke kamar. Rupanya Andrew pulang tidak sendirian, ia membawa pulang kekasihnya— Jessica. “Jes!” Seira senang, akhirnya bertemu juga dengan kekasih kakaknya ini. “Sei, apa kabar?” Jessica memeluk Seira. “Kamu ke mana saja? Sudah lama nggak ketemu,” tanya Seira. Jessica tertawa pelan. “Satu bulan yang lalu aku dan Andrew memutuskan untuk break, tapi, kita balikan lagi.” “Oh ya ampun! Kak Andrew nggak pernah cerita ke aku.” “Kakakmu nggak bisa jauh jauh dari aku.” Jessica sempat pusing saat Andrew merengek ingin kembali bersama. Perhatian Jessica beralih pada Alexander, lalu menyapa pria itu. “Eh, Alex! Apa kabar?” “Hem ... aku baik,” balas Alexander dengan wajah datar. “Jes, aku mau cerita. Ke kamar sebelah yuk?” Seira langsung menarik tangan Jessica, membawa wanita itu ke kamar. Ia ingin curhat mengenai masalah yang tengah melanda nya. Panjang kali lebar Seira bercerita apa yang telah ia alami. Dari pengkhianatan Jordy dan temannya, lalu tuduhan palsu yang mencoreng nama baiknya. Tidak lupa juga Seira bertanya tentang tips menyenangkan laki-laki. Jessica tertawa mendengar ocehan Seira. “Kalo kamu belum coba, mana tau rasanya, Sei!” “Tapi aku baru lihat saja jijik, apalagi melakukannya?!” Seira menggerutu. “Kalo ngelakuin itu sama orang yang kamu cinta, pasti terasa menyenangkan.” Jessica membagi pengalamannya. “Aku sih berencana mau cari cowok yang lebih dari Jordy! Pokoknya yang lebih ganteng, lebih kaya, lebih segala-galanya dari Jordy!” Seira sangat menggebu saat mengatakannya. Tapi sedetik kemudian, bahu Seira luruh. “Tapi aku bingung carinya di mana?” “Kenapa bingung? Tuh, cowok yang ada dapur. Dia lebih oke dari Jordy kan?” ucap Jessica sambil menaik turunkan alisnya. “Alexander?” Jessica mengangguk cepat. “Dia lebih ganteng dari Jordy, lebih kaya juga. Pas kan sama yang kamu cari?” “Memangnya dia single?” Jessica mengedikkan bahu. “Mana aku tahu! Tanya kakakmu lah, Andrew yang lebih kenal dia. Aku cuma sebatas kenal doang. Nggak dekat.” Seira terdiam sejenak. Iya juga, Alexander masuk dalam kriteria yang Seira inginkan. Jordy kalah jauh dari Alexander. “Tapi—” Seira justru ragu Alexander mau dengannya. “Coba, Sei! Kalo nggak mau pepet terus! Jangan pantang menyerah!” Jessica tertawa. Niatnya hanya bercanda, tidak sungguhan meminta Seira untuk mengejar Alexander. “Harus gitu ya?”“Kamu ngapain di sini?” Alexander begitu tenang berjalan melewati Seira. Tidak merasa canggung sedikitpun. Seira mendelik. “Harusnya aku yang tanya kenapa kamu di sini? Ini kan apartemen kakak aku?!” “Aku tamu yang sedang berkunjung,” balas Alexander. Pria itu melangkah ke dapur untuk mengambil air mineral. Seira membalikan badan, niatnya ingin menegur teman kakaknya ini yang seolah menganggap kedatangannya yang mengganggu. Tapi mulutnya langsung membisu, tatapannya terkunci melihat gerakan jakun Alexander, otot lengan yang seksi, turun ke bawah ada empat kotak di perutnya. Damn! Seira menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran kotornya. Alexander mengusap bibirnya yang terasa basah. Gerakannya terhenti, diikuti sebelah alisnya terangkat saat mendapati Seira diam mematung. “Mau minum?” “Eh?” Seira gelagapan. Memalukan sekali ketahuan memperhatikan Alexander. Seira melengos, kembali ke sofa. Duduk di sana bermain ponsel untuk menyibukkan diri. Cappucino hangat terlupakan b
“Kamu, Seira?” Alexander yang sedang duduk, berdiri ketika seorang gadis datang menghampiri. Ia bisa menebak kalau gadis yang datang ini adik dari temannya. “Hah?” Seira terkejut, tak menyangka kalau teman Andrew mengenalnya. Alexander tersenyum tipis. “Andrew sering cerita tentang adiknya. Kamu Seira kan, adiknya Andrew?” tanyanya sekali lagi untuk memastikan. Alexander dulu pernah beberapa kali main ke rumah Andrew tapi tidak begitu memperhatikan wajah Seira. Berpapasan hanya sekilas dan tanpa meninggalkan kesan. Seira mengangguk gugup. Tidak dipungkiri, Seira sedikit terpesona pada laki-laki gagah di depannya ini. Benar kata Bibi, dia sangat tampan. “Kopi tanpa gula.” Seira segera mengalihkan pandangan dan menaruh secangkir kopi di atas meja. “Terima kasih,” ucap Alexander sembari duduk kembali. “Kak Andrew sedang mandi, dia bilang suruh tunggu sebentar.” Seira bingung, ia harus duduk menemani atau beranjak pergi meninggalkan Alexander. Alexander hanya mengangguk tanpa ber
“Hutang? Hutang yang mana maksud kamu, Sei?” Suara Andrew terdengar sangat terkejut mendengar pertanyaan dari Seira. “Jordy bilang kalo selama ini papa pinjam modal sama om Darwin. Sekarang Jordy nagih semuanya untuk dikembalikan.” Seira mengadu. Penasaran juga Seira dengan seberapa banyak hutang keluarganya pada keluarga Jordy. “Aku menghubungi papa dan mama tapi mereka masih marah, nggak mau angkat telfon aku. Aku pikir kakak tahu tentang hutang itu,” lanjut Seira. “Nanti aku tanyain ke papa,” ucap Andrew. Sedikit banyak, Andrew memang tahu kalau Darwin pernah memberikan suntikan dana untuk bisnis Benjamin yang mengalami kesulitan, tapi ia pikir mereka melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Seira mengangguk. Ia harus tahu seberapa besar uang yang telah diberikan Darwin. Kalau memang Benjamin berhutang, Seira akan memikirkan cara untuk melunasinya. “Kapan Jordy bilang, Sei? Apa aja yang dia omong?” tanya Andrew mencoba mencari tahu. “Tadi aku ke kantor, ambil ba
“Oh?! Punya muka juga kamu datang ke sini lagi!” Pagi ini, Seira datang ke kantor untuk mengambil sebagian barang miliknya yang masih tertinggal. Sekalian berpamitan pada rekan kerja yang lumayan akrab. Baru saja ingin menekan tombol lift, suara seseorang yang sangat ia kenali terdengar. Seira membalikan badan. Luna. Mantan sahabatnya itu berdiri dengan pongah di hadapannya. “Kamu nggak malu datang ke sini, setelah apa yang kamu lakuin pada pak Jordy?” Luna berkata seolah semua yang terjadi bukan kesalahan wanita itu. “Memang apa yang aku lakuin?” Seira balik bertanya. “Seharusnya kamu yang malu karena sudah merebut tunanganku!” Luna terdiam. Pandangannya melirik ke sekitar takut ada yang mendengar. “Oh! Tapi aku nggak masalah kamu merebut Jordy. Aku nggak butuh cowok player macam Jordy!” Seira meralat ucapannya, sekarang ia sama sekali tidak peduli dengan si pengkhianat. “Aku nggak ngerebut! Kami saling cinta!” balas Luna tidak mau disalahkan. “Cih! Saling cinta!” Seira gel
“Mama sama papa nggak mau ketemu sama aku?” Seira berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuanya. Sedari tadi dia mengetuk pintu dan memanggil Benjamin tapi tidak ada jawaban. “Bapak sama ibu pergi, Non,” ucap ART yang datang menghampiri anak majikannya itu. Seira menghela pasrah. ‘Sepertinya mama papa tidak mau bertemu. Mereka lebih pilih pergi entah ke mana.’ “Ya sudah, Bik. Makasih.” Seira beranjak dari sana, memutuskan untuk kembali mengurung diri di kamar. Sejak tuduhan dari Jordy seminggu yang lalu, teman-temannya menganggap Seira wanita murahan. Seira yakin kalau Luna yang sudah menyebarkan gosip tentangnya. Sampai ponsel barunya penuh dengan pesan yang berisi hujatan. “Cih! Awas aja kamu, Luna!” berulang kali Seira mengumpati mantan sahabatnya. Tidak menyangka kalau orang yang dianggap sebagai sahabat oleh Seira, rupanya tega menusuk dari belakang. Padahal, selama ini ia sering membantu Luna jika sedang mendapat kesusahan. “Bodoh banget sih! Kenapa juga aku nggak
“Batal nikah?!”Seira mengangguk mantap di depan 4 pasang mata yang kini memandangnya dengan penasaran. Mereka adalah orang tua dan calon mertuanya.“Iya, Pa! Ma, Om, Tante. Aku mau mengakhiri pertunanganku dengan Jordy.”Seira menegaskan kembali bahwa keputusannya sudah bulat.Hati Seira sudah tidak karuan sejak beberapa hari lalu memergoki Jordy berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Sekarang, Seira memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya.“Ada apa, Nak? Apa alasannya?” tanya Diana dengan dahi berkerut. Bukan hanya calon ibu mertuanya yang penasaran dengan keputusan Seira. Semua yang ada di ruangan ini pun ingin mendengar penjelasan Seira.Seira memang sengaja mengundang mereka datang ke rumahnya, berniat membicarakan hubungan pertunangannya dengan Jordy.“Kalian akan menikah sebentar lagi. Kalau hanya masalah kecil, tolong bicarakan baik-baik,” tambah Irina— ibu Seira.Calon ibu mertuanya ikut mengangguk. “Satu bulan lagi, loh, Sei. Ada apa sebenarnya?”Seira tidak tahu har







