Share

Bab 9

"Permisi Pak, aku datang karena Rania menyuruhku ke sini. Kalau Bapak ingin menanyakan tentang pekerjaan yang kemarin, maaf belum selesai."

Akhirnya Diva memaksakan diri untuk masuk ke ruang Liam.

"Saya ingin selesai hari ini, jadi, kerjakan sekarang di sini." Ucap Liam, Diva terpaksa menganggukkan kepalanya.

Diva sadar pekerjaan ini hanya bisa selesai dengan dimentori Liam. Mereka melakukan pekerjaan dengan profesional, jika Liam berkata sesuatu. "Okeh." Hanya itu jawaban Diva tanpa melihat Liam. Diva tidak ingin terlihat sekali sangat terhina atas peninggalan Liam pada malam itu, dia terlihat biasa saja seakan ciuman itu hal lumrah.

Liam menegakkan kepalanya. "Kamu kalau bicara lihat muka saya. Saya bukan pengganggu."

Mereka bicara sangat profesional dengan menyembunyikan gejolak mereka masing-masing. Dengan cara saling bersikap ketus jika bicara.

"Mata aku ke laptop, aku gak bisa ngetik kalau gak lihat layarnya." Jawab Diva santai, "Apa waktunya sangat mepet sampai harus selesai sekarang?"

"Kamu lupa? Saya pernah ngasih tau hal ini jauh hari, periksa lagi sebelum kamu email biar gak kerja dua kali." Liam mengingatkan dengan suara berwibawa.

"Baik, Pak." Lagi-lagi Diva tidak melihat wajah Liam.

"Kenapa kamu bersikap dingin kepada saya? Sangat menjengkelkan sekali. Saya gak pernah diperlakukan seperti ini oleh staf lain," Liam mengeluh, terganggu dengan cara Diva berkomunikasi dengannya. Mereka saling menatap beberapa saat.

"Kamu gak bertanya kenapa aku bersikap seperti ini?" Diva tidak tahan lagi, dia sengaja bicara kasar. Sorot mata Liam menjadi serius. "Gaya perfeksionis kamu dengan kepribadian kamu, jauh banget." Diva menghinanya.

"Kamu lagi ngebahas kejadian malam itu? Saat saya-kamu." Liam mengingat malam itu yang membuat mereka berdua mabuk kepayang.

"Aku gak bahas ciuman bapak yang hambar itu." Tukas Diva, dia tidak boleh terlihat menyukai saat Liam menciumnya. Saat dia menyukai aroma maskulin pria itu saat memeluknya.

Liam tertawa sinis, "Terus kenapa yang dicium diem aja? Jangan-jangan kamu sudah biasa diciumin, iya?" Ujar Liam kekanak-kanakan. Diva menatapnya tajam.

"Ternyata Bapak lebih membosankan dari dugaanku!" Diva memukul meja, Liam menahan senyumnya, "untuk apa aku terpengaruh sama pencium amatiran." Lalu kembali melihat layar laptop sambil menggerakkan giginya. Dia berjanji pada dirinya untuk tidak lagi berurusan dengan pria brengsek, playboy yang punya istri ini.

"Dan kamu wanita yang gak pernah salah." Ujar Liam merasa terhina, dia tidak akan salah menilai... Diva pernah sengaja menggodanya, kalau dia ingat. "Saya amat menghargai malam itu kamu ngasi saya akses untuk menyentuh kamu." Tambah Liam. Diva ingin menggigit bibirnya, dia benar-benar menggigitnya.

Sebenarnya pekerjaan Diva telah selesai, tapi dia menunggu Liam menjelaskan kenapa ciuman itu terjadi dan permintaan maaf pria itu atas ucapannya. Dan sampai akhirnya Diva yang kalah, Liam sama sekali tidak membahas lagi tentang adegan panas mereka yang pindah-pindah tempat itu. Bahkan jika Liam bilang itu karena pengaruh alkohol, itu jauh lebih baik.

Diva membuka mulutnya dengan kesal. "Aku single, bebas ciuman dengan siapa aja. Nah, Bapak gimana? Apa kabar istri kamu kalau tahu suaminya grepek-grepek wanita lain."

"Kamu ngancem saya?" Liam meliriknya tajam dengan wajah datarnya.

Diva cekikikan. "Menurut kamu?" Wajahnya kembali serius.

"Jangan macem-macem, Diva." Liam nyaris membentaknya, "Kamu akan menyesal bawa-bawa istri saya dalam hal ini. Saya gak akan tanggung jawab." Ditambah satu fakta lagi, keadaan waktu itu tidak akan terjadi kalau Diva tidak meresponnya.

Diva menatap kesal laki-laki angkuh itu dengan mata berkaca-kaca, karena sikap Liam seolah Diva ingin mengambil keuntungan padahal, dia ingin mengubur perasaannya pada laki-laki itu. Diva sadar perkara ciuman tidak perlu di besar-besarkan.

"Saya minta maaf," gumam Liam. Diva menajamkan pendengarannya, seolah tidak percaya Liam berkata itu, "Kamu gak denger saya minta maaf?" Mata mereka bertemu beberapa menit. Lalu Liam kembali bersuara, "Malam itu keadaan kita lagi gak waras. Terutama saya." Bagusnya dia mengakui. Liam ingin berkata banyak lagi tapi dia mengurungkan niatnya. Jika dia bersuara lagi Diva akan tahu keadaan rumah tangganya sedang dalam zona merah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status