Share

Terjerat Hasrat Suami Kontrak
Terjerat Hasrat Suami Kontrak
Author: Inura Lubyanka

1. Pelecehan Seksual?

“Sebentar lagi obatnya pasti akan bekerja!” tukas Ludwig yang seketika membuat gelas wine di cengkeraman Adeline terlepas.

Bunyi pekak beling yang berhamburan, sontak menarik perhatian banyak orang yang tengah berada di acara lelang lukisan I&S Hotel.

Dengan manik terbelalak, Adeline segera menyahut, “apa yang kau lakukan, Kak Ludwig?!”

Bukannya menjelaskan, Ludwig Daniester malah mendekati adik tirinya. Dengan tatapan penuh hasrat berbahaya, pria itu menyeringai seolah mengejek Adeline.

“Berhenti memanggilku Kakak, Adeline. Wanita ular sepertimu, hanya pantas untuk pria bernafsu binatang sepertiku.” Pria itu berbisik dengan sinisnya. “Jadi, mari kita nikmati malam ini bersama!”

Adeline yang tahu rencana bejat Ludwig untuk menidurinya, sekejap panik bukan main. ‘Sialan! Ludwig telah menjebakku. Tidak bisa, aku tidak boleh diam saja!’

“Benarkah? Kalau begitu lihat, apa Kakak bisa menghadapiku?!” sungut wanita itu yang lantas membuat Ludwig mengernyit.

Belum sempat sang pria bertanya maksud Adeline, wanita itu lebih dulu memekik, “tolong! Pria ini telah melakukan pelecahan seksual pada saya!”

Sontak, semua pasang mata terkejut mendengar pernyataan Adeline. Termasuk Ludwig yang saat ini berubah cemas, karena rencananya menjebak Adeline malah menjadi boomerang baginya.

“Hei! Apa yang kau katakan, Adeline?!” Ludwig memberang sembari mencekal kedua bahu adik tirinya.

Adeline pun kembali berteriak dengan wajah gemetar ketakutan. “Tidak … to-tolong menjauhlah! Siapapun, tolong saya! Tolong selamatkan saya!”

Mendapati Adeline semakin kesulitan, para pengunjung pun mulai geram dengan tingkah Ludwig. Hingga seorang wanita paruh baya mendengus kencang. “Lepaskan Nona itu, Tuan! Anda benar-benar tidak tahu malu!”

“Tolong, penjaga! Bawa pergi pria yang tidak punya sopan santun itu dan masukan dia ke penjara!” Pengunjung lain pun ikut memberi suara.

Ludwig yang tersudut, kini berpaling dengan sorot tatapan tajamnya. “Aku tidak melakukan apapun! Wanita ini—”

“Mari ikut kami, Tuan!” Seorang penjaga keamanan tiba-tiba menyeret Ludwig, sebelum pria itu merampungkan katanya.

“Sialan! Singkirkan tangan kalian! Aku tidak melakukan apapun pada wanita itu. Dia hanya berbohong, jadi lepaskan aku sekarang!” sambar Ludwig coba memberontak.

“Wanita itu tidak akan berteriak, jika Anda tidak berulah. Jadi, katakan semua omong kosong Anda di kantor Polisi!”

Penjaga keamanan tadi tak menggubris ucapan Ludwig. Dia dan satu rekan lainnya terus menarik putra sulung keluarga Daniester tersebut secara paksa.

Melihat Ludwig diseret pergi, Adeline pun merasa lega. Akan tetapi, senyum sinisnya yang samar seperti memberi salam ejekan pada Ludwig.

Kakak tirinya yang melihatnya pun kembali memberang, “berengsek! Aku tidak akan melepaskan jalang sialan sepertimu, Adeline!”

Beberapa orang kini menghampiri Adeline. Mereka tampak khawatir dengan keadaan wanita yang malang tersebut.

“A-apa Anda baik-baik saja, Nona? Wajah Anda terlihat sangat pucat.” Seorang perempuan muda bertanya.

Mereka semua bersimpati, tapi sialnya obat perangsang yang dicampur Ludwig dalam minuman Adeline, kini mulai beraksi. Adeline merasakan sensasi aneh menyerang tubuhnya, dan tentunya dia tidak bisa terus berada di tempat ini.

‘A-aku harus segera pergi,’ batinnya dalam hati.

“Ya, saya baik-baik saja. Sa-saya sangat terkejut dengan tindakan pria itu, jadi … sepertinya saya harus pulang sekarang. Terima kasih karena Anda semua sudah membantu saya.”

Akhirnya Adeline pun mangkir usai memberikan salam hormat. Dia berjalan sempoyongan menuju lift, bahkan dahi dan tengkuknya penuh keringat dingin karena sensasi panas terus menyiksa.

Adeline tak bisa terus berjalan dengan keadaan seperti ini, hingga tanpa ragu dirinya masuk ke salah satu kamar lantai tersebut. Dengan tangan gemetar, dirinya mengunci pintu itu agar tak ada orang yang masuk. Namun, agaknya kesialan tak berhenti di sana.

“Apa yang Anda lakukan, Nona?!” tukas suara baritone seorang pria.

Adeline segera berpaling, maniknya berubah selebar cakram kala melihat seorang pria tengah memegang pistol ke arah lelaki yang ini terkapar di lantai.

Dalam hati, wanita itu pun membatin tegang. ‘D-dia … dia membunuhnya?!’

“Bagaimana bisa kucing kecil sampai ke tempat ini, hah?” tukas River-pria yang membawa pistol tadi dengan sengitnya.

Adeline yang masih membeku, tak bisa menjawab apapun. Bahkan, ketegangan kini menjalari leher wanita itu saat River melangkah ke arahnya.

‘Aish, sial! A-apa yang harus aku lakukan?’ geming sang wanita buncah dalam hatinya.

Adeline terjebak. Dia tak bisa keluar sebab tak ingin mengacau di depan umum karena pengaruh obat, tapi jika tetap di sini, dirinya mungkin bisa kehilangan nyawa!

“T-tuan … saya tidak melihat apapun!” tukas Adeline terbata.

Kakinya perlahan mundur ketika River semakin dekat padanya. Namun, sorot tajam netra pria itu seperti menekan dirinya, hingga Adeline kesulitan bernapas.

“Sungguh, saya akan menganggap tidak melihat apa-apa. Jadi tolong biarkan saya pergi!” Wanita itu berbalik, dan dengan cepat meraih kenop pintu.

Akan tetapi, River segera mendorong ambang tersebut sampai Adeline tak bisa membukanya.

Pria tersebut menghimpit Adeline ke pintu, lantas berbisik di belakang telinganya. “Siapa yang akan percaya omong kosong itu, Nona? Anda melihat semuanya, itu berarti … Anda juga harus mati!”

Seketika, asupan oksigen di sekitar Adeline seperti lenyap. Dirinya sesak bukan main mendengar pernyataan mengerikan tersebut. Namun, dia tak bisa diam begitu saja, karena pasrah bukanlah gayanya.

“Saya akan melakukan apapun, asal Anda melepaskan saya!” sahut Adeline yang lantas berpaling menatap River. “Berapa yang Anda inginkan? Saya akan membayar semuanya. Biarkan saya pergi, maka Anda akan mendapatkan uang. Bukankah itu lebih menguntungkan?!”

Sang pria menyeringai sinis mendengar tawaran wanita itu. “Sepertinya Anda tidak mengerti situasinya, Nona. Saya tidak butuh uang receh Anda, yang saya inginkan adalah nyawa Anda. Itulah cara membayarnya!”

Sontak, wajah pucat Adeline berubah kian pasi. Otaknya tak bisa berpikir jernih lagi, karena tekanan dan pengaruh obat yang diberikan Ludwig. Terlebih saat deru napas River yang menghangatkan tengkuknya, juga tangan kasar pria itu yang mencengkeram lehernya, sungguh membangkitkan sensasi panas yang memecah kewarasan Adeline.

‘T-tidak! Tidak boleh dengan pria ini!’ Adeline memperingati diri sendiri dalam hati.

Akan tetapi, hasrat tak sopan karena pengaruh obat perangsang, kian lama kian mendominasi. Tubuh Adeline menginginkan River!

Bahkan tanpa sadar, tangan wanita itu merengkuh wajah River. Membelainya dengan lembut hingga ke dada, yang tentunya merangsang gairah River sebagai pria. Namun, River tak bisa hanyut dalam situasi ini begitu saja.

Dia mencekal tangan Adeline agar menyingkir dari dadanya seraya mendecak, “Anda sadar dengan apa yang Anda lakukan sekarang?!”

“To-tolong … saya mohon, tolong saya, Tuan,” balas sang wanita disertai bulu matanya yang gemetar.

Alis tebal River saling bertaut, tapi dia tak mengatakan apapun karena memang tidak mengerti maksud Adeline. Akan tetapi, bagi wanita itu, diam artinya setuju. Hingga tanpa berpikir panjang lagi, Adeline langsung mengecup bibir River dengan berani.

‘Sialan! Apa yang sedang dilakukan wanita ini?’

Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Inura Lubyanka
Hai hai Welcome new readers Semoga suka sama cerita River-Adeline yah Selamat membaca ♡
goodnovel comment avatar
Inura Lubyanka
Thank you, Kakak. Semoga suka yah ❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛
goodnovel comment avatar
Desi laras hemi Hemi
untuk permulaan yg seru
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status