Share

Bab 13

Penulis: Mita Yoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-07 05:00:39

Usai makan siang bersama itu, Shara mengajak Reve menuju butik untuk memilih gaun pernikahan mereka. Butik pernikahan yang eksklusif terasa sunyi meski dipenuhi gaun-gaun mewah yang berkilauan di bawah lampu kristal. Shara dengan semangat memilih-milih koleksi gaun pengantin, sementara Reve berdiri di dekat pintu, tangannya berada di saku celana.

“Reve, Sayang, lihat yang ini!” seru Shara sambil mengangkat gaun berenda payet yang memantulkan cahaya. “Desainer gaun ini khusus terbang dari Paris kemarin. Apa menurutmu ini cocok untukku?”

Reve mengangguk tanpa antusiasme, matanya kosong. “Ya, bagus. Pakai itu saja.” 

Shara mengerutkan kening, meletakkan gaun itu dengan sedikit kesal. “Kau bahkan tidak melihatnya, Reve. Ini penting bagiku. Bagi kita. Karena ini untuk pernikahan kita.”

Dia mendekati Reve, tangannya yang halus meraih lengan Reve. Shara mencoba menenangkan dengan bertanya dalam nada lembut. “Ada apa? Kau sudah aneh sejak makan siang tadi.”

Reve menarik napas dalam, mencoba menyusun kata-kata. “Aku hanya lelah, Shara. Urusan merger dan persiapan pernikahan ini—”

“Kita semua lelah, Reve,” potong Shara, suaranya sedikit meninggi. “Tapi ini sekali seumur hidup. Aku ingin semuanya sempurna.”

Dia menarik Reve ke deretan gaun lain. “Sekarang, tolong fokus. Pilih yang mana? A atau B?” Shara menunjuk dua gaun di manekin. 

Reve memandangi kedua gaun itu, tetapi yang dilihatnya justru bayangan Laura. Bagaimana gadis itu akan terlihat cantik dengan gaun sederhana, dengan senyum polos yang tulus, bukan senyum anggun dengan aura mahal seperti Shara.

“Yang B,” jawab Reve akhirnya, asal memilih.  

Shara tersenyum puas. “Bagus! Aku juga suka yang B. Sekarang giliranmu memilih. Setelan jas mana yang kau suka?”  

Reve membiarkan Shara memilihkan setelan jas untuknya, ia hanya mengangguk pada setiap pilihan Shara untuknya. Di tengah-tengah proses mengambil ukuran jas itu, matanya tanpa sengaja menangkap pantulan dirinya di cermin besar. Seorang lelaki dalam setelan mahal, dikelilingi kemewahan, tetapi terlihat lebih hampa dari boneka yang dipajang di etalase butik itu.

“Kita akan menjadi pasangan tercantik dan tertampan di pesta nanti,” bisik Shara di telinganya, tangannya merapikan dasi Reve.

Reve memaksakan senyum, tetapi di dalam saku jasnya, jarinya membelai foto Laura yang tersimpan di sana.

“Ya,” jawabnya hampa. “Kau benar.”

Dan saat ia mengatakan itu, ia menyadari jika pertunangan dengan Shara dan pernikahan mereka adalah pertunjukan terbesar dalam hidupnya. Sementara Laura adalah satu-satunya tamu yang tidak akan pernah ia undang.

Reve menggenggam tangan Shara, mengecupnya dengan lembut. “Boleh aku menunggu sambil duduk di sana?”

Ia menunjuk sofa di dekat jendela. Shara mengangguk. “Baiklah.”

Usai menghabiskan waktu beberapa jam dan langit telah menjadi gelap, Shara sepakat untuk memilih gaun yang menurutnya paling cantik. Ia melangkah mendekati Reve.

“Sayang, ayo kita pulang. Aku sudah selesai,” ujarnya, suaranya manis dan penuh kepuasan. 

Reve berdiri dari sofa. Shara menggamit lengan Reve dengan lembut, senyum bahagia masih merekah di bibirnya. Cahaya lampu yang keemasan menerpa wajahnya, membuatnya terlihat begitu memesona dan sempurna, seperti putri dalam dongeng yang tak pernah mengenal nestapa.

Reve membiarkan Shara menggandengnya. Matanya tanpa sadar melirik ke arah kamar mandi butik, ingatannya seketika terlempar pada Laura. Gadis itu mungkin sedang membersihkan sisa-sisa kehancuran dirinya. Namun Shara tak menyadari apa pun, dia terlalu sibuk dengan dunianya yang indah.

“Aku sudah memesan gaun yang tadi kita pilih, Reve. Harganya cukup mahal, tapi aku yakin akan terlihat sempurna di acara pertunangan kita,” celoteh Shara sambil menggamit lengan Reve keluar dari butik.

Reve hanya mengangguk, mulutnya terkunci rapat. Di dalam saku jasnya, tangannya mengepal erat.  

Mobil sudah menunggu di luar. Argo membukakan pintu untuk mereka, wajahnya tetap profesional meski matanya sesekali melirik Reve dengan penuh tanda tanya.  

“Ke rumah Nona Shara, Tuan?” tanya Argo.  

“Tidak,” jawab Reve tiba-tiba. “Antar aku ke kantor dulu. Ada urusan yang harus diselesaikan.”  

Shara memandangnya dengan sedikit kecewa. “Tapi aku pikir kita bisa makan malam bersama, Sayang.”  

“Lain kali, Shara,” ucap Reve pendek, lalu masuk ke dalam mobil tanpa menatap gadis itu. 

Shara hanya bisa menghela napas, lalu ikut masuk dengan wajah yang sedikit murung. Namun dia dengan cepat mengubah suasana hatinya, kembali tersenyum. Dia meyakinkan diri jika semua itu hanya karena Reve memang sedang sangat sibuk dengan merger perusahaan dan persiapan pernikahan mereka.

Di dalam mobil, Reve menatap keluar jendela, lampu jalanan kota yang berlalu lalang terlihat buram di matanya.

  

Mobil mewah yang dikemudikan Argo meluncur pelan menuju rumah keluarga Shara. Suasana di dalamnya tegang, dipenuhi oleh keheningan yang menyesakkan. Shara duduk menyender dengan pose elegan, tetapi matanya menyipit menatap Reve yang tampak berkutat dengan pikirannya sendiri.

“Aku ingin tahu, Reve,” ucap Shara tiba-tiba, memecah kesunyian.

“Kita akan segera bertunangan. Menurutku tidak ada yang salah jika kau menginap di tempatku malam ini.”

Reve masih menatap keluar jendela, wajahnya terlihat kaku di bawah lampu jalan yang sesekali menerangi bagian dalam mobil. “Aku mencintaimu, Shara. Justru karena itulah aku ingin menghormatimu. Kita bisa menunggu sampai malam pertama pernikahan.”

Shara tertawa kecil, tetapi Reve menangkap nada sinis terselip di dalam suaranya. “Kau terdengar seperti pria zaman dulu. Ini bukan tentang kehormatan, Reve. Ini tentang kenyamanan kita. Aku khawatir karena hari sudah larut,” katanya.

Namun Reve tak mengubah keputusan. “Aku hanya akan mengantarmu pulang,” katanya dengan suara tegas, tak bisa ditawar.

Saat mobil berhenti di depan gerbang megah rumah Shara, Reve turun dan membukakan pintu untuknya. Shara melangkah keluar, wajahnya dingin.

“Kadang-kadang, Reve,” bisiknya sebelum berbalik, “kau membuatku merasa seperti sebuah benda yang harus dijaga kesuciannya, bukan seorang wanita yang sangat dicintai.”  

Reve hanya diam, menahan pintu mobil tetap terbuka. “Selamat malam, Shara. Aku akan menjemputmu untuk makan siang besok.” 

Shara menghela napas, akhirnya berbalik dan masuk ke dalam rumah tanpa kata-kata lagi. Reve kembali ke mobil, tubuhnya terlihat lebih lelah dari sebelumnya.

“Ke hotel atau kantor, Tuan?” tanya Argo sambil menatap Reve melalui kaca spion tengah. 

“Tidak,” jawab Reve pelan. “Putar arah. Aku ingin pulang.”

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 14

    Argo terkejut, tetapi segera mengubah rute laju mobilnya. Reve menutup matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam kelelahan dan konflik batin. Alasan yang ia berikan pada Shara memang mulia. Namun alasan sebenarnya adalah, d ia tidak bisa membayangkan berbagi ranjang dengan siapapun saat pikiran dan hatinya masih dipenuhi oleh Laura.Mobil yang dikemudian Argo berbelok ke rumah megah itu, berhenti di garasi. Reve buru-buru keluar dari mobil. Tanpa mengucapkan kata-kata apa pun, ia meninggalkan Argo yang masih kebingungan dengan sikap tuannya yang tampak berbeda.Lorong yang sunyi itu terasa begitu panjang dan dingin. Reve berdiri di depan kamar Laura. Kamar di sisi dapur. Kamarnya yang sederhana, terlihat tanpa cahaya.Reve bertanya dalam hati bagaimana Laura akan menatapnya setelah malam itu. Namun, aroma sabun cuci yang biasa melekat pada Laura masih tersisa, membuatnya yakin jika Laura berada di dalam kamarnya.Dengan tubuh

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 13

    Usai makan siang bersama itu, Shara mengajak Reve menuju butik untuk memilih gaun pernikahan mereka. Butik pernikahan yang eksklusif terasa sunyi meski dipenuhi gaun-gaun mewah yang berkilauan di bawah lampu kristal. Shara dengan semangat memilih-milih koleksi gaun pengantin, sementara Reve berdiri di dekat pintu, tangannya berada di saku celana.“Reve, Sayang, lihat yang ini!” seru Shara sambil mengangkat gaun berenda payet yang memantulkan cahaya. “Desainer gaun ini khusus terbang dari Paris kemarin. Apa menurutmu ini cocok untukku?”Reve mengangguk tanpa antusiasme, matanya kosong. “Ya, bagus. Pakai itu saja.” Shara mengerutkan kening, meletakkan gaun itu dengan sedikit kesal. “Kau bahkan tidak melihatnya, Reve. Ini penting bagiku. Bagi kita. Karena ini untuk pernikahan kita.”Dia mendekati Reve, tangannya yang halus meraih lengan Reve. Shara mencoba menenangkan dengan bertanya dalam nada lembut. “Ada apa? Kau sudah aneh se

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 12

    Reve memasang dasinya sedangkan Laura masih sibuk mendandani anak perempuan mereka.“Sudah selesai belum? Ayah harus segera ke kantor,” kata Reve.“Tunggu, Ayah. Ibu sedang membuat kepang di rambutku,” gadis kecil yang usianya empat tahun lima bulan itu protes.Laura tertawa. “Tunggu sebentar lagi, Ayah. Michelle tidak akan lama.”°°°Senyum masih mengembang di bibir Reve saat matanya terbuka. Untuk beberapa detik, ia masih merasakan kehangatan imajiner dari adegan mimpi yang baru saja dialaminya itu. Tawa Laura yang jernih, tangan kecil anak perempuan mereka yang memegangi jarinya, dan perasaan menjadi keluarga yang utuh.Namun kemudian, realitas kembali menghentakkan mimpinya ke dasar.Kamar hotelnya yang mewah terasa sunyi dan dingin. Tidak ada Laura yang sedang mengepang rambut putri mereka. Tidak ada Michelle—putri mereka yang cerewet memprotes. Hanya kesendirian yang menusuk, dan

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 11

    Kamar Laura diselimuti kegelapan yang pekat, hanya diterangi lampu tidur. Ia sengaja membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan sinar bulan pucat yang menyelinap melalui celah dari tirai dan ventilasi jendela di sana. Laura baru saja memejamkan mata, berusaha melupakan kekerasan yang berhasil dilewatinya malam kemarin.Ketika pintu kamarnya terbuka dengan perlahan, Reve muncul seperti bayangan. Siluetnya menutupi cahaya lampu kamar yang remang-remang.Laura ingin berteriak, tetapi Reve sudah berada di atas tempat tidurnya dengan gerakan cepat yang membuat Laura semakin gemetar. Tangan Reve yang besar menutup mulut Laura, menekan dengan kuat hingga napasnya tersendat.“Jangan bersuara,” desis Reve.Suaranya serak dan gelap, seperti orang asing yang tidak dikenalnya.Dengan gerakan kasar, Reve merobek baju tidur Laura, kain flanel sederhana itu terkoyak dengan suara yang memekakkan telinga di kesunyian malam. Laura

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 10

    Malam itu, setelah melewati pekerjaan yang sama, Laura membersihkan diri lalu mengganti seragam kerjanya dengan kaus dan celana yang nyaman. Ia berbaring, menyalakan televisi untuk menunggu kantuk.Layar kecil televisi tua di kamar Laura menyala, memancarkan cahaya biru yang menyinari wajahnya yang pucat. Berita pertunangan Reve dan Shara ditayangkan dengan gemerlap, foto mereka berdua tersenyum bahagia, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman yang setara. Laura menatap tanpa berkedip, jantungnya berdetak pelan namun terasa berat.“Mereka sangat cocok,” bisiknya pada diri sendiri. “Aku yakin dia akan membawa Reve pada kebahagiaan yang layak didapatkannya.”Tiba-tiba, ketukan keras di pintu membuatnya terkejut. Suara ketukan itu tidak seperti biasanya. Berat, tidak teratur, dan disertai suara gesekan di pintu kayu. Laura membeku sesaat, tangannya masih menggenggam remote televisi erat-erat.“Siapa, ya?” Ia bertanya pada diri s

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 9

    “Laura.”Suara Reve yang dalam dan familiar itu memotong kesunyian dapur, membuat Laura menegakkan punggungnya seketika. Sendok kayu di tangannya berhenti mengaduk sup, seolah dunia berhenti berputar selama beberapa detik. Dengan jantung berdebar, ia menoleh perlahan, menemukan Reve berdiri di ambang pintu dapur, ekspresi wajahnya tak terbaca seperti biasa.“Ya, Tuan?” sahut Laura, suaranya lembut namun bergetar halus, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang mendadak menyergap.Reve tak langsung menjawab. Matanya yang keabuan menyapu ruang dapur sejenak, seolah memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka, sebelum akhirnya berfokus kembali pada Laura.“Siapkan air untukku berendam. Setelah aku selesai berendam, antarkan teh chamomile ke ruang kerjaku.” “Baik, Tuan.” Laura mengangguk patuh, menundukkan pandangannya ke lantai, menghindari kontak mata yang bisa membuatnya semakin gugup sekaligus takut. 

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status