Share

Kemenangan Pahit

Author: Strawberry
last update Last Updated: 2025-07-09 16:00:36

Setelah melihat Leonardo keluar dari kamarnya, Matteo yang sudah menunggu dengan tidak sabar masuk ke dalam kamar, dia ingin segera melihat istrinya.

Pintu kamar terbuka perlahan, mengungkapkan sosok Matteo berdiri di ambang dengan wajah yang sulit terbaca. Pandangannya menyapu tubuh Isabella yang masih terbaring tak berbaju di atas sprei yang berantakan, kulitnya masih memerah oleh bekas ciuman dan sentuhan Leonardo.

Dia melangkah mendekat, duduk di tepi ranjang. Dia menatap bekas ciuman Leonardo di tubuh Isabella seolah meninggalkan tanda kepemilikan. Padahal, mereka sepakat kalau Leonardo hanya perlu memberikan benih-nya bukan bercinta dengan segenap hati juga nafsu seperti ini. ‘Brengsek!’ dia mengumpat dalam hati.

"Kenapa kamu belum membersihkan dirimu?" suara Matteo datar, tapi matanya gelap. "Cepat mandi, lalu kita tidur, Belle sayang..."

Tangannya meraih rambut Isabella, membelainya dengan gerakan mekanis—seperti merawat kuda kesayangan yang baru saja dipinjamkan.

Isabella mengangkat alis, bibirnya melengkung dalam senyum seduktif yang tak pernah Matteo lihat sebelumnya.

"Sebentar..." Dia meregangkan tubuh seperti kucing, sengaja memperlihatkan bekas gigitan Leonardo di lehernya. "Aku masih menikmati sisa-sisa orgasme yang diberikan kakakmu, sayang."

Matteo membeku.

"Aku pikir kamu harus belajar darinya," Isabella melanjutkan, jarinya memainkan ujung selimut sutra. "Dia sangat... pintar menyenangkanku. Mungkin kalau kau bisa seperti dia, aku akan cepat hamil." 

Terlihat lengkungan di sudut bibir Isabella. Matteo menurunkan tangannya dari kepala Isabella yang tadi membelai rambut istrinya dengan sayang. ‘Bajingan, kau Leo!’ dia mengumpat lagi.

Udara di kamar berubah menjadi dingin.

Matteo mengepalkan tangan sampai buku-bukunya memutih. "Kau sengaja melakukan ini?"

"Apa?" Isabella berpura-pura tak mengerti, duduk di tepi ranjang dengan gerakan sengaja lambat. "Aku hanya mengatakan kebenaran. Kau sendiri yang memintanya melakukannya, bukan? Daripada aku menolak dan merasa tersakiti, lebih baik aku sekarang menikmatinya."

Dia berdiri, telanjang bulat di hadapan suaminya—tubuh yang baru saja dinikmati lelaki lain.

"Leonardo bahkan tidak butuh obat untuk membuatku menjerit namanya," bisik Isabella, sekarang berdiri begitu dekat hingga napasnya menyentuh bibir Matteo. "Tubuhku meresponsnya seperti bunga mekar di musim semi. Kau tahu kenapa?"

Matteo menatapnya dengan mata berapi. "Mengapa?"

"Karena dia memperlakukan aku seperti wanita, bukan seperti kandang bayi."

Tamparan itu datang begitu cepat.

Isabella terjatuh ke kasur, pipanya terbakar oleh pukulan Matteo yang pertama dalam tiga tahun pernikahan mereka. Darah mengalir di sudut bibirnya, tapi dia... tersenyum.

"Akhirnya kau menunjukkan emosi," desisnya, menjilat darah itu. "Sayang sekali baru sekarang."

“Apa maksudmu, Belle?”

“Seharusnya, Kau pikirkan ini dari dulu sayang…” jawab Isabella sambil tersenyum mengejek dan tanpa emosi.

Matteo menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. "Kau gila. Aku melakukan semua ini untuk kita."

Matteo berdiri, menarik tangan Isabella dengan kasar saat wanita itu berjalan hampir melewatinya.

“Kamu pikir aku mau membagikan tubuhmu dengan si brengsek, Leo! Aku melakukannya ini karena terpaksa! Demi kita, Belle!”

"Tidak." Isabella tertawa, suaranya pecah. "Kau melakukannya untuk warisan, untuk jabatan, untuk menyenangkan ayahmu. Yang mana yang untuk kita, Matt?."

“Aku sudah mengatakan padamu, Belle. Kalau kamu gak hamil, Papa akan mengirim wanita lain untuk aku nikahi dan aku tidak mau itu terjadi, karena aku mencintaimu! Kamu tahu betapa besar pengorbananku demi pernikahan ini?!” tanyanya dengan sangat emosional.

Isabelle menarik nafas panjang, menahan emosi yang hampir meledak.

“Dan aku? Kamu pikir menyerahkan tubuhku pada lelaki yang bukan suamiku itu bukan pengorbanan? Apa aku ini hanya candaan bagimu, Matt?”

“Aku mencintaimu, Belle! Aku mencintaimu!” Ucap Matteo dengan tangan tetap di pergelangan tangan Isabella.

“Bohong! Kalau kamu cinta, kamu gak akan biarkan aku disentuh laki-laki lain!” suara Isabelle mulai meninggi.

“Aku juga ga mau itu terjadi, Belle! Lagipula itu Leo, dia kakakku!”

“Kamu percaya sama dia? Kamu ga takut kehilangan aku?” tanya Isabella, menarik tangannya.

Dia mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi, tapi berhenti di depan cermin tubuh penuh.

"Oh ya," dia menoleh, sengaja menunjukkan bekas cinta Leonardo di pahanya. "Leonardo bilang besok malam dia akan datang lagi. Katanya... dia belum selesai."

Matteo menghancurkan vas bunga kedua di kamar itu.

Tapi Isabella sudah masuk ke kamar mandi, menyalakan air pancuran untuk menyamarkan suara tangisnya—tangis kemenangan yang pahit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Inseminasi Buatan

    Setelah menjalani pemeriksaan, benih Matteo yang dinyatakan sehat. Dokter Bianchi menyarankan untuk segera melaksanakan proses inseminasi buatan itu. Isabella menjalani prosesnya ditemani Ivy, sang Mama mertua bukan suaminya seperti pasangan kebanyakan.Klinik kesuburan keluarga Ruzzo lebih mirip suite hotel bintang lima daripada fasilitas medis. Tapi Isabella tetap gemetar di atas meja pemeriksaan, lututnya terbungkus kertas steril yang berdesir setiap kali ia bergerak."Sperma Matteo sangat sehat," Dokter Bianchi mengangguk puas pada Ivy, mengacuhkan Isabella yang berbaring telentang dengan kaki terangkat. "Kami sudah menyiapkan sampel terbaik untuk inseminasi hari ini."Ivy meremas tangan Isabella. "Dengar itu, Bella? Kita punya peluang besar!""Kita." Seolah ini proyek keluarga, bukan rahim Isabella yang akan jadi medan perang.Alat logam dingin menyentuh kulitnya. Isabella menatap langit-langit, membayangkan Leonardo—bagaimana reaksinya jika tahu calon anaknya digantikan oleh beni

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Aku Istri Matteo, Aku Mencintainya

    Mobil hitam milik Leonardo berhenti di depan rumah Isabella. Leonardo tidak turun—hanya menatapnya lewat kaca spion, matanya hijau seperti kucing hutan yang mengawasi mangsanya."Jam 8 besok," bisiknya sebelum pintu mobil tertutup.Isabella menarik napas dalam-dalam, merapikan gaunnya yang masih berbau kayu sandalwood. Tuhan, apa yang baru saja kulakukan?“Sebaiknya kita tidak terlalu sering bertemu, Leo!” jawab Isabella logis, dia masih memiliki batasan moral untuk menahan dirinya agar tidak terlalu nyaman dengan perselingkuhan mereka.“Belle….kamu butuh aku dan aku membutuhkanmu!” Bisik Leonardo lirih.Isabella menampik tangan Leonardo yang mulai bergerak menggodanya.”Aku tahu, tapi aku tetap istri Matteo. Aku mencintainya.”Leonardo tersenyum smirk, “cinta? Kamu pikirkan lagi, Belle! Benarkah kamu mencintainya?”Tangan Isabella mengambang di udara saat ingin menampik kembali tangan Leonardo yang sudah menguasai tengkuknya. Dia mulai memikirkan kebenaran yang baru saja Leonardo tanya

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Kau Ingin Ini, Kau Ingin Aku

    Isabella datang ke alamat yang di maksud oleh Leonardo, sebuah Villa mewah di pinggir kota. Di sana Leonardo menyambut Isabella seperti seorang suami yang menyambut istrinya setelah tidak bertemu beberapa tahun. Isabella tidak bisa menebak, sebenarnya permainan apa yang sudah disiapkan oleh Leonardo.Pilar-pilar marmer putih menyambut Isabella ketika Mercedes hitam Leonardo berhenti di halaman villa bergaya Mediterania. Lampu taman menyala keemasan, memantulkan bayangan air mancur di kolam tengah.Leonardo sudah membuka pintu mobil sebelum Isabella sempat menyentuh gagangnya."Selamat datang di rumah kita," bisiknya, tangan besar meraih jari-jari Isabella yang dingin.Rumah kita. Kata-kata itu menggema di kepalanya.Dia tidak sempat protes ketika Leonardo menuntunnya melewati taman mawar, setiap langkah dihiasi lilin yang mengambang di kolam kecil. Bau lavender dan anggur merah memenuhi udara.Bohong jika Isabella tidak terprovokasi untuk kagum dengan apa yang dilihatnya. Hal-hal roma

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Cinta Yang Membuat Lapar

    "Bella? Dokter Bianchi ingin bicara."Suara Ivy dari balik pintu seperti air dingin.Leonardo menyeringai, menarik diri dengan malas. "Lain kali," bisiknya sambil menyelipkan kertas ke dalam bra Isabella. "Alamat baru. Aku tunggu sampai jam 8 malam. Kamu akan datang kali ini, Belle! Harus!"Tatapan mata Leonardo seperti pemangsa, tapi herannya Isabella sama sekali tidak keberatan dilihat dengan tatapan itu, Dua puluh empat tahun memiliki kehidupan seperti orang-orang pada umumnya.Dia dibesarkan di panti asuhan tanpa tahu anak siapa, mendapatkan nama keluarga dari pengurus panti. Remaja beberapa kali dekat dekat cowok, semua normal seperti cowok pada umumnya. Saat menyelesaikan study di college dipertemukan dengan Matteo si putra mahkota keluarga Ruzzo di sebuah pameran seni di Milan lalu saling jatuh cinta.Bertemu lelaki seperti Leonardo seperti memberikan tantangan tersendiri.Leonardo tersenyum, kini senyum dan tatapannya berubah penuh cinta. Lelaki seperti ini membuat adrenalin te

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Seharusnya Kamu Hamil

    Kamar tidur utama di Villa Ruzzo telah disulap menjadi ruang pemeriksaan sementara. Cahaya matahari menyelinap melalui tirai beludru, menerangi tempat tidur dengan seprai putih bersih yang terasa dingin di bawah punggung Isabella.Dokter Bianchi—seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek keperakan—memandangnya dengan mata analitis sambil mengenakan sarung tangan lateks."Relaks, Nyonya Ruzzo," suaranya datar saat alat USG dingin menyentuh perut Isabella. "Ini hanya pemeriksaan rutin."Tapi rasanya seperti interogasi. Ah, bukan! Tapi, meja eksekusi!Dokter Bianchi adalah dokter senior, dia pasti sudah sangat hafal dengan berbagai macam reaksi pasiennya.Setiap sentuhan dokter, setiap tatapan Ivy Ruzzo yang duduk di sudut ruangan—semuanya berteriak: "Kami sedang menilai apakah kau layak.""Ovarium sehat," gumam Dokter Bianchi, menggeser alat. "Tapi endometrium agak tipis. Apakah menstruasi teratur?"Isabella menggigit bibir. "Ya... teratur."Ivy menyilangkan kaki, sepatu hak tingginy

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Hati Yang Berkhianat

    Mobil Mercedes hitam yang membawa Matteo dan Isabella melaju kencang menyusuri jalan berliku. Isabella menatap jendela, bayangan wajahnya yang pucat terpantul di kaca. Bibirnya masih terasa bengkak—bekas ciuman Leonardo yang tak bisa disembunyikan.Di kursi pengemudi, Matteo menggenggam kemudi dengan kekuatan yang membuat buku-buku jarinya memutih. Napasnya berat, tapi mulutnya terkunci rapat.Lima belas menit.Lima belas menit kebisahan mematikan.Pintu depan rumah terbanting. Matteo menyeret Isabella ke dalam, melemparkan tasnya ke sofa."Kamu selingkuh di belakangku?" suaranya pecah. "Apa aku bisa percaya sama kamu sekarang?"Isabella menggeleng pelan, matanya tak berkedip. "Kenapa marah? Katanya ingin segera punya anak?"Datar.Tanpa emosi.Matteo menghancurkan vas bunga di meja dengan satu pukulan. "Diam! Bukan seperti ini yang aku mau!" Tangannya menunjuk ke atas—ke arah kamar dimana Leonardo pernah meniduri istrinya. "Aku minta kamu berkorban, bukan bersenang-senang! Kamu tahu b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status