Home / Romansa / Terjerat Obsesi Kakak Ipar / Membuat Isabella Menjerit

Share

Membuat Isabella Menjerit

Author: Strawberry
last update Last Updated: 2025-07-09 16:01:17

Pancuran air masih mengalir deras ketika Isabella menekan tangan ke dinding kamar mandi, tubuhnya berguncang oleh isak tangis yang tertahan. 

Di balik suara air, tercium sisa aroma kayu sandalwood dan seks yang masih menempel di kulitnya—bau Leonardo. Tangannya menggosok kulit dengan kasar, mencoba menghilangkan jejak lelaki itu, tapi yang terhapus hanya lapisan permukaan. Kenangan tentang bagaimana tubuhnya merespons setiap sentuhan Leonardo tetap membara di bawah sadarnya.

"Bajingan," Isabella mendesis, meninju dinding marmer hingga buku-buku jarinya memar.

“Aku benci diriku sendiri! Aku benci diriku sendiri!” tangisnya pecah di antara guyuran air shower yang membasahi tubuhnya.

Di luar, suara benda pecah berdentang dari ruang kerja lantai bawah. Suara Matteo yang mengamuk.

Dentuman keras mengguncang rumah. Suara kristal pecah berhamburan dari ruang kerja lantai bawah, diikuti teriakan Matteo yang melengking penuh amarah. Isabella membeku, air dingin mengalir di punggungnya yang merinding. Suara itu—suara yang sama yang dulu membuatnya jatuh cinta, suara hangat yang selalu memanggilnya "principessa"—kini berubah menjadi cemoohan menyakitkan yang menghancurkan sisa-sisa harga dirinya.

Dengan nafas tersengal dan pandangan berkunang-kunang oleh amarah, Matteo menghantamkan pintu mobil Mercedes hitamnya. Rasa cemburu yang membara bercampur dengan getir kekalahan menggerogoti dadanya.

Tangannya yang gemetar memutar kunci kontak dengan kasar. Mesin V8 meraung keras ketika ia menginjak gas dalam-dalam, ban berdecit di aspal sebelum mobil melesat seperti anak panah di kegelapan malam.

Kecepatan terus ia tingkatkan - 80 km/jam... 100... 120 - melebihi semua batas yang wajar. Jalanan yang sepi menjadi samar dalam pandangannya yang kabur oleh air mata. Setiap tikungan ia sergap dengan brutal, hampir kehilangan kendali beberapa kali.

Dalam kabin yang pengap, bayangan Isabella dan Leonardo terus menghantuinya. Tangannya mencengkeram kemudi sampai buku-buku jari memutih. "Bangsat!" teriaknya, menghantam kemudi dengan telapak tangan yang gemetar.

Tidak sampai sepuluh menit - rekor waktu yang mustahil untuk jarak yang biasanya ditempuh 30 menit - Mercedes hitamnya berhenti mendadak di depan rumah Leonardo, ban mengeluarkan suara jeritan panjang di jalanan. Matteo melompat keluar, wajahnya merah padam, dengan langkah-langkah besar menuju pintu rumah yang ia kenal terlalu baik.

Dengan satu tendangan keras, pintu kayu mahoni itu terbanting terbuka. "LEONARDO!" raungnya, suaranya pecah antara amarah dan kepedihan. Di rumah mewah itu, hanya gema yang menjawabnya pertama kali, sebelum akhirnya langkah kaki terburu-buru terdengar dari lantai atas.

Matteo mendatangi rumah Leo setelah adu mulut dengan Isabella, dia merasa menyesal telah menuduh dan memarahi Isabella. Bagaimanapun juga wanita itu Matteo sangat mencintai Isabella. Itu alasan dia dulu menentang orang tuanya untuk menolak perjodohan dengan salah satu anak bangsawan dagang di Venice demi menikahi Isabella, seorang mahasiswi lulusan terbaik dari Instituto Marangoni, yang merupakan salah satu sekolah fashion tertua dan bergengsi di Florence.

Dalam kasus ini yang patut disalahkan adalah Leonardo, karena dia sudah melenceng dari perjanjian awal mereka. ‘Menyumbangkan Benih’ bukan bercinta dalam arti yang sesungguhnya.

Matteo mendapati Saudara angkatnya di ruang kerja yang sedang duduk santai sambil menikmati Whiskey di tangannya.

“Kenapa teriak-teriak, Matt?” Tanya Leonardo dengan nada suara yang rendah.

“Karena aku ingin membunuh dan memukuli bajingan seperti kamu, Leo!” gertaknya yang kemudian diikuti dengan Matteo menghancurkan segelas whiskey di dinding ruang kerjanya ketika Leonardo masuk dengan santai, seolah sudah menunggu untuk dihadang.

"Kau pikir Isabella pelacur?!" Matteo menyerang, meninju Leonardo yang dengan gesit menghindar.

“Hey…kenapa kau marah-marah begini, Matt? Seharusnya Kau berterima kasih padaku. Kau ini benar-benar tak tahu terima kasih!” tuduh Leonardo kesal.

“Terima kasih, katamu? Apa aku harus berterima kasih padamu yang sudah menikmati tubuh istriku dengan seenaknya? Kau pikir Isabella pelacur?”

"Tentu saja bukan," Leonardo menyeka pecahan kaca dari bahunya. "Dia wanita yang patut dirayakan—dan itu yang kulakukan." Senyumnya lebar, sengaja memamerkan bekas gigitan Isabella di lehernya.

Matteo menghempaskan dokumen ke meja. "Kita sepakat kau hanya memberikan sperma, bukan bercinta seperti binatang!"

"Aku lelaki normal, Matt," Leonardo duduk di kursi kulit, kaki disilangkan. "Sangat bodoh kalau aku tidak menikmati tubuhnya."

Terlihat kobaran emosi dari sorot mata Matteo mendengar jawaban Leonardo.

“Dia sangat indah, Matt! Kamu gila membiarkan lelaki lain menikmati tubuh istrimu yang sangat indah itu! Sepertinya aku mulai kecanduhan terus menginginkannya!”

“BIADAB!!”

“BUG”

Umpatan beserta pukulan mendarat di wajah tampan Leonardo, lumayan sakit karena Matteo melakukannya segenap tenaga. Tapi, Leonardo hanya menggosoknya pelan.

“Cari wanita di luar sana, beli jalang untuk memuaskanmu, jangan sentuh istriku!”

“Nggak, Matt! Kamu tahu aku tidak sembarangan tidur dengan wanita. Aku ini termasuk lelaki yang melankonlis, hanya bisa tidur dengan wanita yang aku cintai”

"Jangan pernah dekati Isabella lagi!" Matteo meninju meja.

Leonardo tak menjawab langsung dia tersenyum, senyum yang tak dapat Matteo artikan. Tangan kanannya menepuk bahu kanan Matteo pelan.

"Ayahmu yang memintaku 'memberi contoh' padamu," bisik Leonardo. 

“Tapi bukan meniduri istriku, bangsat!” Matteo masih berbicara penuh emosi.

"Kau berpikir ingin menjadikan aku alat, Matt. Kamu lupa, Matt. Di kartu keluarga aku ini Kakakmu walau kita tidak sedarah, dan pengalamanku lebih banyak darimu. Jadi kamu sekarang harus hati-hati!!"

“Kamu……” Matteo mau melayangkan satu pukulan lagi ke wajah Leonardo tapi urung.

“Ayahmu belum tahu tentang hal ini, bukan? Jadi rahasiamu aman di tanganku, asal aku masih bisa bertemu Isabella!”

Matteo pucat.

“Tidak! Aku gak biarin kamu ketemu dia lagi!”

"Bagaimana kalau dia belum hamil?" tanya Leonardo dingin.

"Berarti benihmu sampah!"

Leonardo tertawa. "Lalu? Mau cari donor lain? Riskan rahasia keluarga terbongkar?" Dia berdiri, menatap Matteo dari atas. "Kau butuh aku, Matt. Dan Isabella... dia butuh seseorang yang membuatnya menjerit."

"Besok malam aku akan datang lagi, naik ke ranjangmu," kata Leonardo berbisik. "Dan kau akan biarkan kami berkreasi semau kami—untuk kepentingan keluarga."

Tangan Matteo mengepal kuat. Egonya benar-benar dipermainkan oleh Leonardo.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Apakah Cinta Kita Bisa Selamat?

    Panggilan itu masih terngiang-ngiang di telinganya, menghantui setiap langkahnya. Suara Leonardo yang parau, sarat dengan kerinduan yang begitu dalam, seakan mencengkeram jiwanya. "Aku sangat merindukanmu, Isabella. Pulanglah." Kalimat itu yang membuatnya meninggalkan segalanya dan memacu mobilnya dengan cepat menuju Villa.Jantungnya berdebar penuh harap, membayangkan senyum lemahnya, pelukan hangatnya yang selama ini menjadi pelabuhan teramannya. Namun, saat dia membuka pintu Villa, sunyi yang menusuk menyambutnya. Rumah itu terasa kosong, hampa, dan dingin bagai kuburan."Leo?" panggilnya, suaranya gemetar menggema di lorong-lorong megah. "Leonardo?"Tidak ada jawaban. Hanya detak jam dinding yang berdetak keras bagai genderang peringatan di kepalanya. Rasa takut yang irasional mulai merayap, menyelimuti hatinya dengan es. Pikirannya langsung melesat ke skenario terburuk—kesehatannya yang masih rapuh, kecelakaan yang mungkin terjadi, atau... atau sesuatu yang lebih mengerikan.Tiba

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Bold

    Hari ini Isabella meninggalkan Leonardo di villa. Pertemuannya dengan Contessa, yang datang mewakili suaminya, terasa berbeda dari biasanya. Ada sesuatu yang mengambang di udara—sesuatu yang tidak sepenuhnya nyaman. Perempuan bangsawan itu kini tampak lebih sibuk, matanya lebih awas, seolah setiap gerak Isabella pantas dicermati. Mungkin karena Contessa tahu, diam-diam suaminya masih menyimpan perasaan pada Isabella. Dan jika orang cukup jeli, mereka akan melihat bahwa Contessa seperti berusaha meniru gaya Isabella, sedikit demi sedikit.Semua karena Damiano. Suaminya itu masih menyimpan gambar Isabella di tempat yang hanya dia sendiri yang tahu. Dan Leonardo, lelaki yang pernah dia cintai, ternyata juga tergila-gila pada Isabella. Contessa masih belum mengerti—mengapa kedua lelaki penting dalam hidupnya itu sama-sama terpikat olehnya? Apa istimewanya Isabella? Kalau dipikir-pikir, dia sendiri tidak kalah cantik. Tapi mungkin bukan soal cantik saja.Isabella datang dengan setelan hit

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Destroy The Enemi

    Udara pagi di Tuscany terasa berat bagi Isabella. Dinding-dinding rumah sakit dan bayangan Matteo yang masih berkeliaran terasa seperti sangkar. Setelah beberapa hari memastikan kondisi Leonardo stabil, ia mendesak dokter untuk mengizinkan mereka pulang. Argumennya logis: udara segar Danau Como akan lebih mempercepat penyembuhan Leonardo. Dokter akhirnya luluh, dan izin pun diberikan.Luca, yang setia mengawal, melaporkan bahwa persiapan jet pribadi dan dokumen kepulangan sudah lengkap. "Matteo masih menghilang bagai ditelan bumi," lapor Luca, "Tapi beberapa polisi yang disuapnya sudah kami amankan. Mereka akan menjadi saksi kunci."Leonardo, yang sudah mampu duduk tegak, menghela napas. "Dia akan terus bersembunyi. Dia tidak akan berani muncul selama ayahnya, Riccardo, masih terpojok. Ayah dan anak itu sama saja: pemberani hanya ketika berkuasa, pengecut ketika jatuh."Isabella menyimpan dokumen terakhir ke dalam koper dengan gerakan mantap. "Justru itulah keuntungan kita, Leo. Denga

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Berita Bahagia Di Tengah Kekacauan

    Isabella membeku, darahnya seakan berhenti mengalir. Matteo, mantan suaminya yang seharusnya masih mendekam di penjara, sekarang berdiri di hadapannya dengan senyum getir dan mata penuh kebencian."Luar biasa, bukan?" Matteo melangkah mendekat, tangannya dengan lihai memainkan pisau yang berkilat di cahaya redup. "Uang dapat membeli banyak hal, Isabella—termasuk kebebasan diam-diam dan rekayasa berita yang meyakinkan semua orang bahwa aku masih berada di balik jeruji."Leonardo mendesis kesakitan saat mencoba bergerak melindungi Isabella. "Kau membayar sipir penjara," ujarnya dengan suara terengah, menyadari betapa liciknya musuhnya."Tepat sekali," sahut Matteo dengan bangga. "Dan sekarang, aku akan mengambil segala sesuatu yang telah kau curi dariku."Isabella masih tidak percaya. "Kami tidak mencuri apa pun darimu, Matteo! Hubungan kita telah berakhir—""Tambang marmer ini seharusnya menjadi milikku!" Matteo membentak, wajahnya memerah. "Villa, bisnis, dan kau—semuanya adalah milik

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Petunjuk Di Tuscany

    Andrea menatap Luca lagi, mencari konfirmasi. Luca mengangguk mantap. "Dia bisa dipercaya, Andrea. Leo sendiri yang akan memastikan itu jika dia ada di sini."Setelah beberapa detik merenung, Andrea akhirnya menghela napas. "Baiklah. Ikuti saya."Dia mengeluarkan kartu akses dari saku dalam jaketnya dan memimpin mereka menuju lift khusus di ujung koridor. Saat lift turun ke kedalaman tambang, Isabella bisa merasakan tekanan udara yang berubah. Dinginnya mulai merambat melalui lapisan pakaiannya."Gudang ini," jelas Andrea sambil menunjuk ke lorong yang terang benderang di depan mereka, "menyimpan marmer kualitas tertinggi dan beberapa... aset penting lainnya."Isabella memperhatikan kamera keamanan di setiap sudut dan sensor gerak di sepanjang langit-langit. "Sepertinya

  • Terjerat Obsesi Kakak Ipar   Perjalanan Di Tuscany

    Isabella menjalani hari-harinya dengan ketegaran yang membuat banyak orang terpana. Di balik senyum tenangnya, ada api yang terus menyala—keyakinan tak tergoyahkan bahwa Leonardo masih hidup.Suatu pagi, di apartemen mewahnya yang kini dijaga ketat, Isabella berbicara serius dengan Luca."Aku butuh bodyguard terlatih," ujarnya, jemarinya mengetuk-ngetuk meja marmer.Luca menghela napas, lalu tersenyum kecil. "Kalau begitu, izinkan aku yang menjagamu."Isabella mengerutkan kening. "Aku tidak enak hati. Kau sahabat Leonardo, bukan pengawal bayaran.""Keselamatanmu sekarang menjadi tanggung jawabku," jawab Luca tegas. "Jika Leo tahu aku tidak peduli, aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status