Share

Bab. 89

Author: Layli Dinata
last update Huling Na-update: 2025-12-05 08:36:27

“Pa! Buka pintunya, Pa! Aku mau keluar… Papa!”

Yara memukul pintu berkali-kali, kenop diputar berulang seperti berharap keajaiban membuatnya terbuka. Suaranya pecah, tenggorokan perih, tetapi ia terus berteriak. “Papa! Tolong!”

Dari luar, pintu itu tak bergeming.

Hanya suara napas Yara yang tersengal, bercampur isakan yang tak kunjung reda.

Deva berdiri di bawah tangga, kedua tangannya saling menggenggam erat. Jantungnya berdegup keras setiap kali teriakan Yara menggema di seluruh rumah. Jujur… ia takut. Takut Yara melakukan sesuatu. Takut Shandy semakin meledak. Takut semuanya bertambah buruk.

“Ma… Kak Yara kasihan, Ma,” rengek Meysa, matanya berkaca-kaca melihat sang kakak dikurung seperti itu.

Deva meraih pipi putrinya yang masih berusia empat belas tahun itu. “Sayang, Mama tahu. Mama juga kasihan.” Suaranya lirih, hampir pecah. “Tapi kita nggak bisa apa-apa sekarang. Papa kamu lagi marah banget. Kalau kamu bilang apa pun, nanti tensinya naik. Kamu temani papa di kamar, ya?”

Meysa
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 99

    Begitu pintu terbuka, semua orang langsung terperangah. Kamar Yara kosong. Tempat tidur berantakan, gorden masih bergoyang tipis seperti baru tersentuh angin.“Ya… ya ampun… Yara?” Arunika langsung masuk lebih dulu, suaranya pecah memanggil-manggil.Devapun ikut menyusul, panik. Mereka berdua membuka pintu toilet kamar.“Yara?! Yara sayang, kamu di dalam?!” panggil Deva bergetar.Tak ada jawaban.Elvaro berlari ke walk-in closet, mendobrak pintunya. “Yara! Yara, kamu di mana?!”Kosong. Hening. Hanya suara napas panik mereka masing-masing.Sementara itu, Shandy dan Kaivan bergegas ke balkon. Shandy menepi gordennya dengan gerakan cepat, Kaivan langsung keluar.Seketika wajah Kaivan pucat.“Om Shandy.” Kaivan menunjuk sesuatu. Tangannya gemetar.Tali seprai menjuntai di dinding balkon. Masih terikat rapi pada besi bangunan.“YA Tuhan… YARA kabur!” seru Kaivan lantang.Dalam hitungan detik, semua orang sudah berdiri di balkon menatap tali itu.Arunika langsung menutup mulut, menahan jeri

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 98

    Mereka berhenti tepat di depan rumah besar milik Shandy. Mesin mobil bahkan belum sepenuhnya mati ketika Kaivan sudah turun dan mendesak satpam untuk membuka pagar.“Pak, tolong! Buka pagarnya!” serunya, terburu-buru.Namun satpam itu menggeleng kuat, wajahnya terlihat cemas.“Maaf, Pak Kaivan, Pak Shandy sudah memberi perintah. Pak Elvaro tidak diperbolehkan masuk.”Elvaro yang sejak tadi menahan diri langsung meledak. Ia maju, memegangi jeruji pagar besi itu seolah itu satu-satunya hal yang menahannya untuk sampai ke Yara.“Yara! YARA!” teriaknya, suara parau dan penuh frustasi.Arunika tak kalah panik. Ia berusaha keras mengimbangi suara Elvaro.“Yara! Yara, keluar sebentar, Yar! Tolong dengar aku!”Satpam semakin gelisah. “Pak, Mbak, jangan membuat gaduh. Tolong, tetangga nanti kompl—”“BIARKAN SAJA!” Elvaro membentak tanpa menoleh. Dia kembali mengguncang pagar itu, napasnya terengah, mata berkaca-kaca. “Yara, aku butuh bicara! Tolong keluar!”Arunika memijit dadanya yang terasa

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 97

    Suara roda koper yang diseret di lantai marmer terdengar nyaring di tengah keheningan rumah. Kaivan dan Elvaro yang sejak tadi mondar-mandir gelisah langsung menoleh bersamaan.Di ujung tangga, Arunika berdiri dengan wajah dingin dan mata bengkak. Dua koper besar menemaninya, seolah seluruh hidupnya sudah ia putuskan untuk dibawa pergi.“Runi… kamu mau ke mana?” suara Elvaro terdengar serak, hampir tidak berdaya.Arunika tak menatap keduanya. “Aku mau pergi dari rumah ini. Aku nggak tahan, Pa. Aku nggak bisa napas di sini.”Kaivan segera menghampiri, refleks menahan pegangan koper Arunika. “Run, jangan gini. Kamu lagi emosi. Kita bisa ngomongin baik-baik.”“Lepasin, Kai,” Arunika menepis kasar. Suaranya pecah, matanya kembali berkaca-kaca. “Kamu juga udah ngebohongin aku, kalian semua sama aja.”Elvaro melangkah mendekat, tubuhnya limbung seakan kehilangan seluruh tenaganya. Dan tanpa aba-aba, pria itu tersungkur berlutut, kedua telapak tangannya menempel ke lantai.“Runi.”Elvaro mend

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 96

    “Aku… di mana?” Yara mendesis pelan, memegangi kepalanya yang masih berdenyut hebat. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya fokus.Ruangan itu serba putih, tirai hijau rumah sakit bergerak lembut terkena angin AC, dan suara bising pasien di ranjang sebelah membuat kepalanya makin pening. Tangan kirinya ngilu—tertusuk jarum infus.“Nak, kamu sudah sadar?”Yara menoleh cepat. Seorang perempuan paruh baya berambut pendek berdiri di samping ranjangnya, menatapnya dengan cemas sekaligus lembut.“Ibu siapa?” suara Yara bergetar.Wanita itu tersenyum menenangkan. “Saya Bu Nurma. Saya yang bawa kamu ke rumah sakit. Kamu tadi pingsan waktu naik ojek.”Yara membeku. Ingatan terakhir kini muncul—ia terjatuh, perutnya sakit, orang-orang berteriak.Refleks, Yara meraba perutnya. “B-bayi saya.”“Tenang,” Bu Nurma meraih tangannya. “Kandungan kamu baik-baik saja. Dokter sudah periksa.”Barulah Yara menarik napas, meski masih goyah.“Sekarang kamu cerita, Nak. Kamu siapa? Suamimu di mana?” tanya

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 95

    Yara tidak lagi menangis. Sekarang yang tersisa di wajahnya hanyalah ketakutan yang sudah berubah menjadi tekad nekat.Ia tidak ingin merepotkan siapapun.Ia tidak ingin membuat masalah lebih besar.Dan yang paling ia takuti, sang papa akan memaksanya menggugurkan kandungannya.Memaksa ia memilih, padahal ia bahkan belum siap kehilangan apa pun. Ia menyiapkan barang bawaannya, tas ransel dan tas selempang yang ia masukkan sekalian me dalam tas tersebut.Dengan napas terengah, Yara menghapus air matanya, lalu berdiri sambil memegangi dinding agar tidak jatuh. Perutnya masih terasa kram, tetapi ia paksakan diri.Ia mengambil seprai dari lemari, menggulungnya panjang-panjang, lalu mengikat ujungnya menjadi simpul.Tangan gemetarnya bekerja cepat—putus asa membuatnya berani.“Maaf, Pa, Tante, Runi, Mas El, aku harus pergi menjauh dari kalian.”Ia berbisik sambil menyeret seprai menuju pintu ke teras balkon kamar.Balkon itu tidak terlalu tinggi—sekitar empat meter. Di samping rumah ada be

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 94

    Ada apa, Kai?” Elvaro akhirnya bersuara, nada resah sangat kentara.Kaivan berjalan mendekat, wajahnya tegang.“Arunika sudah tahu, Om… Kalau selama ini aku juga bantu tutupin rahasia.”Elvaro meraup wajahnya kasar, kedua bahunya turun seperti kehilangan tenaga.“Aku udah bilang ke Yara, Om,” Kaivan melanjutkan lirih. “Aku minta dia ngomong ke Runi. Tapi dia… selalu nunda.”Elvaro terduduk di sofa, kepalanya menunduk dalam. Sungguh, tubuhnya tampak seperti pria yang sudah kehilangan seluruh semangat hidupnya.Ruangan itu sunyi untuk beberapa detik. Sampai akhirnya Kaivan kembali bicara, suaranya mendesak.“Jadi gimana, Om? Kita harus yakinkan Runi. Dia harus siap. Kasihan Yara… dan anaknya.”Elvaro langsung mengangkat wajah, pandangannya terpaku, seolah tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar.“Anak?”Kaivan membeku. Ia menatap Elvaro, bingung.“Yara… gak bilang kalau dia hamil?”Elvaro mengulang lirih, seperti tersengat sesuatu.“Hamil?”Tubuh Elvaro menegang. Wajahnya memucat d

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status