Share

Insiden

"Putri, tolong kamu letakkan tas ini di display utama."

Putri cepat-cepat mengiyakan perintah atasan barunya sambil mengangkat tas yang dimaksud dalam sebuah tray khusus.

Sudah sebulan sejak peristiwa pahit kemarin, dia mulai belajar menerima kenyataan. Selain pindah tempat tinggal, atas rekomendasi atasannya yang lama, dia juga bekerja di salah satu cabang resmi brand ternama di dunia.

Bentuk fisik dan pembawaannya yang menarik, membuat Putri diterima langsung oleh atasannya sekarang.

"Selamat siang bu Putri, ada yang bisa kami bantu?"

Telinga Putri yang awas menangkap suara rekan kerjanya saat dia tengah sibuk memajang tas limited edition itu pada display.

"Ya, saya mau tas keluaran terbaru. Hari ini kekasih saya sedang senang dan mau membelikan saya hadiah, iya kan Beb?"

Sahutan pria yang dipanggil 'beb' itu tak terlalu jelas di pendengaran Putri namun mendengar klien baru ini punya nama yang sama namun kehidupan yang jauh berbeda dengannya, jadi memantik rasa penasaran.

Putri pura-pura menoleh ke samping seolah mau mengambil kotak tas, tetapi matanya melirik cepat ke arah wanita muda yang tampak menawan itu.

Deg!

Jantungnya nyaris berhenti. Ternyata klien mereka adalah artis papan atas yang tengah naik daun bernama Putri Marion sedangkan yang dipanggilnya 'beb' tadi adalah pria yang sudah menghabiskan malam kelam dengannya di Bharata Tower.

Tak mau terlibat masalah, Putri buru-buru menundukkan kepala agar tak menarik perhatian. Tapi rupanya, petaka selalu datang beriringan. Tiba-tiba saja suara sedingin malam itu memecah keheningan.

"Sayang, mengapa kau tak mencoba tas yang itu saja? Kurasa modelnya cocok untukmu."

Seharusnya, kalau yang bicara ini bukan laki-laki pemilik cek yang uangnya sudah dia pakai untuk membayar biaya operasi sang nenek, sudah pasti Putri bakal girang. Komisi penjualan dari tas yang dipegangnya setara dengan gaji setengah bulan.

Malangnya, pria berkaos polo tersebut adalah makhluk yang paling tak ingin ditemuinya di bumi.

"Hmm, baiklah. Biasanya pengamatanmu tak pernah salah," sahut si cantik menyanggupi permintaan sang kekasih.

Detak jantung Putri makin mengencang seiring dengan langkah mereka yang makin dekat. Namun sebagai pramuniaga dia tak punya pilihan selain bersikap profesional.

Setelah mengatur ekspresi mukanya, Putri menyapa klien VIP mereka dengan senyum paten khas pramuniaga.

"Selamat siang, Bu Putri. Ada yang bisa saya bantu?"

Tanpa menatap wajah pramuniaga yang melayaninya, Putri Marion menunjuk salah satu tas yang barusan dipajang Putri.

"Aku mau lihat tas yang itu."

Sesuai posisinya sebagai putri konglomerat sekaligus pesohor tanah air, tak dinyana nada bicara sang aktris selalu terkesan memerintah.

Masih dengan senyum yang melekat di bibir, Putri mengambil tas itu. Dengan tangan yang masih tertutup sarung, dia membuka resletingnya serta menunjukkan kompartemennya satu-persatu.

Tentu saja tak banyak yang bisa dilihat. Seperti tas mewah kebanyakan, barang yang mereka jual punya desain sederhana yang lebih fokus pada kemewahan dibandingkan fungsi.

"Hmmm, saya paham. Saya mau yang warna Ivory saja," sahut Marion sambil menatap sekeliling. Kali ini matanya tertumbuk pada salah satu card holder yang dipajang berdekatan dengan tas yang baru diambil Putri. "Saya juga mau card holder itu," ujarnya datar.

Putri kembali mengiyakan walaupun pipinya sudah memanas.

Meski sejak tadi dia sibuk memandang muka Marion namun alam mendesain periferal vision wanita jauh lebih luas dari laki-laki, akibatnya mau atau tidak, tatapan mata pria yang berdiri di sisi Marion masih bisa dideteksi Putri.

"Ini Bu. Card holder terbaru kami dibuat dari lamb skin sehingga teksturnya lembut tetapi... ."

"Iya, aku tahu. Tak usah banyak bicara kalau tak ditanya." Marion langsung memotong ucapan Putri yang bersemangat.

Hampir saja Putri kehilangan senyum patennya namun dia menahan diri sekuat tenaga. Ternyata, aktris yang selalu ditampilkan berperangai lembut di layar kaca, tak sebaik yang terlihat.

Sejak tadi Putri bisa melihat keangkuhan yang tersirat dari bahasa tubuhnya.

"Bagaimana Sayang, sudah siap?" Laki-laki berparas dewa itu bertanya pada kekasihnya yang sejak tadi begitu hanyut dalam dunia belanja.

"Sebentar Arya sayang, aku masih mau beli kosmetik. Lipstik aku udah habis... ." rengeknya kecil seraya menggamit lengan sang kekasih.

Putri mengamati interaksi keduanya dalam diam dan pura-pura menyibukkan diri dengan tas-tas yang sempat diminta Marion untuk diturunkan dari display namun tak jadi dibeli.

Dari sudut pandangnya, Putri melihat laki-laki yang ternyata bernama Arya itu agak risih diperlakukan berlebihan oleh sang kekasih.

Tanpa sadar seulas seringai sinis terbit di bibir Putri. Rasa tak nyaman Arya adalah berkah baginya. Bila perlu, dia lebih suka kalau aktris kelas A itu memeluk Arya sampai laki-laki itu pingsan lantaran kesal.

"Putri..."

Tiba-tiba Putri yang tengah sibuk bekerja langsung mendongak sementara Marion pun tak kalah kaget. Dia menatap sang kekasih, lalu berkata lirih, "Ada apa sayang, tumben kamu panggil namaku."

"Nggak ada, cuma mau bilang kamu itu cantik waktu tersenyum."

Penuturan sang kekasih langsung membuat Marion tersenyum sumringah sementara Putri jadi salah tingkah. Pasalnya waktu mengucapkan kata-kata tadi, mata Arya terarah sepenuhnya pada dirinya.

Tak mau larut dalam perasaan yang menghanyutkan, Putri kembali melanjutkan kesibukannya.

Namun laki-laki bernama Arya seolah tak mau melihatnya hidup tenang. Seraya menggamit lengan Marion, dia kembali berujar, "Putri, antarkan tasnya ke ruang tunggu kami."

Pada saat inilah bencana yang tak terduga terjadi.

Demi mendengar namanya sama dengan pramuniaga yang melayani mereka, Marion langsung balik badan. Bibirnya yang disulam penuh itu berkata lirih, "Jadi... namamu Putri juga?"

"Iya, Bu." Putri menyahut kalem dengan senyum yang masih tercetak di bibirnya.

"Panggilkan manajer toko, aku mau bicara," ujarnya dengan mata yang masih melekat pada nametag Putri. Sejak masuk hingga tadi, baru sekaranglah dia betul-betul memperhatikan wajah pramuniaga yang melayaninya.

Putri yang tak menaruh curiga dengan permintaan sang klien segera memanggil atasannya lalu mereka bersama-sama menemui Marion dan Arya yang sudah duduk di ruang tunggu khusus pelanggan VIP.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu Putri?" ujar manajer toko begitu mereka sudah di depan Marion.

Aktris berwajah blasteran itu menatap sang manajer sekilas sebelum mengarahkan pandangan pada nametag yang tersemat di dada Putri. Nama Putri M tertulis dengan jelas di sana.

"Bahkan inisial nama belakang pun sama," desisnya lirih dalam suara yang tersaput oleh murka yang kentara.

Saat tiga orang dewasa lain bingung menerka-nerka kemana arah pembicaraan Marion, perempuan berambut ikal coklat itu langsung berkata lugas, "Mulai detik ini, jangan pakai nama Putri M pada nametag-mu, aku tak suka."

Sontak seisi ruangan hening mendengar permintaan konyol ini. Apa hak Marion mengganti nama orang lain sesuka hati?

"Sayang, cukup. Jangan membesar-besarkan hal yang tak perlu," ujar Arya dingin.

"Tapi bagiku ini sangat perlu," sahut Putri sebelum kembali menatap wajah manajer toko dan Putri bergantian. Sejurus kemudian, dia mengeluarkan ultimatum yang jadi andalan pelanggan istimewa di seluruh penjuru, "Pakailah nama lain atau aku ... tak akan belanja di sini lain kali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status