Share

BAB 7. NUMPANG MANDI

Auteur: Rich Mama
last update Dernière mise à jour: 2025-07-24 23:53:19

Laura tak menyangka jika suaminya pulang dalam keadaan mabuk berat dan yang lebih menyakitkan adalah Chris pulang bersama seorang gadis.

Gadis itu adalah Kirana. Sahabat dekatnya.

“Kirana...?” suara Laura tercekat. Tatapannya bergantian antara wajah pucat Kirana dan tubuh lemas Chris yang setengah bersandar di bahunya.

Kirana terlihat gugup, namun tetap berusaha tenang. “Aku nemuin dia di jalan, Lau. Dia... dia mabuk berat. Nggak tega kalau dibiarkan begitu saja, jadi aku bawa pulang ke sini.”

Laura mematung. Matanya menatap tajam ke arah Kirana, mencoba mencari kebenaran di balik ucapannya. “Kamu nemuin dia di jalan? Di mana?”

“Di dekat bar itu... yang di ujung jalan. Aku nggak sengaja lewat, terus lihat dia lagi duduk di pinggir trotoar, sendirian. Dia kelihatan kacau banget. Sumpah, Lau, aku cuma nolongin,” ucap Kirana tergesa.

Chris menggeram pelan, tak sadar, lalu menggumamkan sesuatu yang tak jelas. Bau alkohol tercium tajam.

Laura menahan napasnya. Rasa curiga mencuat begitu saja, tapi ia mencoba menguburnya dalam-dalam. Bukan sekarang. Chris lebih dulu harus dibawa masuk.

“Bantu aku bawa dia ke kamar,” ucap Laura akhirnya, mengambil alih salah satu sisi tubuh Chris.

Kirana mengangguk dan ikut menopang Chris masuk ke rumah.

Dengan susah payah, mereka membawa Chris ke kamar dan merebahkannya ke atas ranjang. Lelaki itu langsung tertidur pulas, mendengkur dengan suara pelan.

Laura berdiri mematung di pinggir ranjang. Tangannya mengepal.

“Aku nggak tahu harus gimana tadi. Dia kayak orang hilang arah, Lau. Aku cuma kasihan,” ujar Kirana dengan suara pelan, seolah membaca isi hati Laura.

Laura berbalik menatapnya. Ada sesuatu di wajah Kirana yang membuat hatinya tak nyaman. Namun, ia tak mungkin mengatakannya secara terang-terangan kepada sahabatnya tersebut.

“Ya, baiklah. Aku percaya sama kamu. Sekarang, sudah malam. Kamu sendiri gimana?” tanya Laura, mencoba mengalihkan kegelisahannya.

“Aku pulang aja, deh,” ucap Kirana buru-buru. “Rumahku juga nggak jauh.”

“Jangan. Tidur di sini aja. Nggak enak kalau kamu pulang sendirian malam-malam begini. Aku khawatir sama kamu, Rana.”

“Nggak usah, Lau. Serius. Aku bakalan baik-baik saja, kok.”

“Tolong, ya? Aku nggak akan tenang kalau kamu pulang sendiri. Aku siapin kamar tamu. Kamu istirahat aja di sana malam ini,” ucap Laura dengan tegas, tanpa memberi ruang penolakan.

Kirana terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Oke... makasih, Lau.”

Laura tersenyum kaku. “Aku ke kamar tamu dulu, nyalain lampunya.”

Ia berjalan keluar kamar Chris, berusaha mengatur napasnya. Saat melewati ruang tamu, matanya sempat tertuju pada sepatu hak tinggi milik Kirana yang tampak masih sangat bersih, seolah tidak pernah berjalan di trotoar malam-malam begini.

“Apakah mungkin Kirana berbohong?”

Laura segera menggelengkan kepalanya. Tidak seharusnya ia berprasangka buruk terhadap sahabatnya.

Setelah merapikan selimut dan mengganti seprai bersih untuk kamar tamu, Laura bersegera untuk mencari keberadaan Kirana.

Sudah lewat tengah malam, tubuh Laura terasa letih tapi pikirannya justru semakin gelisah. Ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan sejak membuka pintu tadi dan melihat Kirana datang bersama Chris. Entah perasaan apa itu ia tak tahu.

Laura menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir prasangka buruk. Bagaimanapun, Kirana adalah sahabatnya. Teman lama yang sering ia percaya, bahkan tahu rahasia rumah tangganya.

Langkah kaki Laura menyusuri rumah menuju dapur, niatnya ingin membuat teh hangat untuk Kirana terlebih dahulu.

Laura menoleh ke arah kamar mandi di dekat dapur, tapi tak ada tanda-tanda sahabat sedang di dalam.

Laura kembali ke kamar utama dan langkahnya terhenti ketika mendengar suara air mengalir dari arah dalam kamar mandi.

Alis Laura langsung bertaut.

Ia cepat-cepat menghampiri pintu kamar yang setengah terbuka dan benar saja dari dalam kamar mandi terdengar suara air pancuran.

Jantung Laura berdegup cepat. Tubuhnya menegang.

Ia menoleh cepat ke arah sisi ranjang. Laura menghela napas lega.

Chris masih tertidur lelap di sana, bahkan belum berganti pakaian. Tubuhnya masih miring ke kiri, napasnya berat dan teratur.

Laura menatapnya beberapa detik, mencoba menenangkan diri. Tapi dadanya masih sesak.

Beberapa detik kemudian, suara air berhenti. Tak lama, pintu kamar mandi terbuka dan muncullah Kirana dalam balutan handuk putih, rambutnya masih basah meneteskan air, dan wajahnya tampak sangat segar seolah tidak terjadi apa-apa.

“Oh, hey,” ucap Kirana ringan, seperti tak ada yang aneh. “Maaf ya, Lau. Aku numpang mandi di kamar kamu. Soalnya kamar mandi dekat dapur airnya kecil banget.”

Laura berdiri mematung di ambang pintu, menatap Kirana tanpa bicara.

Butuh beberapa detik bagi Laura untuk mengumpulkan suara.

“Kirana, itu kamar pribadiku dan Chris,” ujarnya pelan, menahan emosi. “Kamar mandinya bukan untuk tamu.”

Rich Mama

Hai, selamat membaca novel terbaru aku. Tinggalkan komentarnya yuk, dan jangan lupa dukung cerita ini dengan memberikan gem sebanyak-banyaknya ya :-*

| 2
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (2)
goodnovel comment avatar
Sari Aldia
kkk lau km komen di jawab donk kk apa mungkin chris sm kirana selingkuh
goodnovel comment avatar
Mawar
lanjut kk...
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 114. Di Bawah Langit Senja

    Setelah Laura dan Max menghabiskan beberapa minggu yang ajaib di villa terpencil di tepi Danau Como, Italia. Kini akhirnya mereka kembali ke Valmerra, tapi bukan ke penthouse mewah mereka, melainkan ke rumah yang jauh lebih besar dan hangat yaitu kediaman keluarga besar Max, yang dipimpin oleh Kakek Max—ayah dari Papanya. Ini adalah langkah yang disengaja Max, menempatkan Laura di bawah perlindungan benteng keluarga terkuat mereka, di mana siapapun itu tidak akan berani mendekat. Pagi itu di rumah keluarga besar terasa damai. Max sudah bangun lebih dulu, bersiap untuk hari pertamanya kembali di kantor setelah honeymoon panjang. Ia mengenakan kemeja dan dasi, lalu kembali ke ranjang untuk membangunkan Laura. Max membungkuk, mencium kening Laura lembut. “Bangun, Sweet Heart. Sudah pagi. Hari ini adalah hari pertama kembalinya Max si Raja Bisnis.” Laura mengerang, menarik selimut menutupi kepalanya. “Lima menit lagi, Max. Aku merasa sedikit pusing.” “Pusing?” Max menarik selimut i

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 113. MENANAM BENIH

    Dengan perlahan ia menunduk, bibirnya menyapu garis rahang Laura, turun ke leher, lalu berhenti tepat di bahu. Ia tidak terburu-buru. Justru kesabaran itu yang membuat Laura hampir kehilangan akal. Tiap gigitan lembut, tiap kecupan yang dibiarkan berlama-lama, membuatnya bergetar tak karuan. Lalu, dengan gerakan tak terduga, Max menggulingkan tubuh Laura hingga kini ia berada di atas, namun tetap menahan tangannya di sisi kepala. Laura menatapnya dengan mata terbelalak sebentar, lalu tersenyum malu, tubuhnya memanas karena posisi baru itu membuatnya benar-benar tak berdaya. “Max ….” Suaranya nyaris berupa erangan pelan, bergetar di antara rasa ingin dan rasa malu. Max hanya menunduk, bibirnya kembali melahap bibir Laura, kali ini dengan ciuman yang lebih dalam, lebih menuntut. Lidah mereka bertemu lagi, saling menekan, saling mengisi, hingga Laura merasa paru-parunya seolah kehilangan udara. Namun Max belum puas. Tangannya yang bebas menyusuri sisi tubuh Laura, turun perlaha

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 112. MAU GAYA LAIN?

    Hari ketiga di Paris, saat mereka berjalan di taman yang tenang di dekat Jardin du Luxembourg, di tengah hamparan bunga tulip yang bermekaran, Laura dan Max berhenti sejenak di dekat sebuah air mancur. Keduanya memperhatikan sekelompok anak kecil bermain kejar-kejaran. Tiba-tiba, seorang anak laki-laki kecil, mungkin berusia sekitar lima tahun menangis tersedu-sedu. Balon heliumnya, berbentuk astronot biru, tersangkut tinggi di dahan pohon yang rindang. “Astaga, kasihan sekali,” bisik Laura. Insting keibuannya langsung muncul. Ia bergegas mendekat, menenangkan si anak laki-laki. “Tidak apa-apa, Mon Chérie. Bibi akan ambilkan,” kata Laura dengan senyum lembut, meski ia harus berjinjit dan melompat sedikit. Laura berhasil meraih ujung tali balon itu, menariknya turun, dan memberikannya kembali kepada si anak. Wajah anak itu seketika bersinar. Ia memeluk balonnya erat-erat. “Merci, Madame! Merci!” seru anak tersebut riang. Tepat saat itu, datang anak laki-laki lain yang p

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 111. RONDE BERIKUTNYA

    Max kemudian mengangkat Laura. Kali ini ia membaringkan sang istri perlahan di atas meja marmer panjang di kamar mandi. Meja itu dingin, memberikan kontras yang sensasional pada kulit Laura yang kini terasa semakin panas. Max berdiri di antara kaki Laura, menatapnya dengan hasrat yang membakar. “Aku ingin kau mengingat setiap sentuhanku,” bisik Max, suaranya pelan dan mengancam. “Aku ingin kau tahu bahwa tubuhmu hanya merespons padaku.” “Hanya padamu, Max. Selalu padamu,” desah Laura, tangannya meraih rambut Max, menariknya ke bawah untuk sebuah ciuman yang dalam. Max menerima ciuman itu dengan rakus. Ciuman mereka adalah ledakan dari penahanan diri sepanjang hari, penuh hasrat, dan gairah yang jujur. Max tidak lagi ragu. Ia menggerakkan tangannya dengan berani dan penuh kepemilikan. Laura melengkung di atas meja marmer yang dingin. Ia bisa merasakan Max mengambil alih segalanya. Desahannya kini bukan lagi godaan, tetapi pelepasan murni. Max mengangkat kepala sedikit, memu

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 110. LEBIH DALAM

    Max tersenyum nakal. “Tidak ada. Ciumanmu adalah macaron paling manis yang pernah ada dan aku selalu ingin lebih.” Max menunduk dan di tengah hamparan rumput yang ramai itu, ia mencium Laura dengan lembut dan penuh cinta. Itu adalah ciuman yang menjanjikan, ciuman yang menolak segala bentuk ketakutan dan ancaman. Di bawah Menara Eiffel yang baru saja berkilauan, mereka merayakan kemenangan cinta mereka. Mereka menghabiskan waktu hingga sore, berdua saja, tanpa ponsel, tanpa berita, hanya mereka dan Paris. Langit berubah menjadi oranye, merah muda, dan ungu, melukis pemandangan Paris yang membentang. Di saat senja itu, Max berjanji akan selalu menjadi fondasi yang kokoh, tempat Laura bisa berlindung dari badai apa pun. Akhirnya Max memutuskan untuk membawa Laura kembali. “Sudah cukup, Chérie. Kita harus kembali ke hotel.” Max dan Laura kembali ke suite mereka setelah hari yang indah di Paris. Pintu kaca kamar mandi telah menjadi pemisah singkat yang memicu kerinduan baru.

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 109. DI RUMPUT

    Setelah siap, Max dan Laura meninggalkan suite. Mereka siap menaklukkan Paris. Pria itu menggandeng tangan Laura erat. Laura tampak memukau dalam gaun sundress sederhana yang ia kenakan dan kalung cameo vintage yang dibelikan Max bersinar lembut di lehernya. Tujuan pertama mereka adalah Montmartre. Saat tiba di bukit ikonik itu, mereka langsung disambut oleh keramaian dan aroma cat minyak yang khas. Para seniman jalanan sibuk melukis, musisi memainkan akordeon, dan turis berdesakan di tangga menuju Basilika Sacré-Cœur. Max dan Laura berjalan perlahan, menikmati suasana. Pria itu sengaja membiarkan Laura menentukan arah, ingin melihat apa yang menarik perhatian istrinya. “Aku suka tempat ini, Max,” bisik Laura, matanya berbinar melihat seorang pelukis tua yang fokus pada kanvasnya. “Semuanya terasa jujur di sini. Tidak ada kepalsuan.” “Seperti yang aku lihat di matamu,” balas Max, berhenti sejenak, membalikkan tubuh Laura, dan mengecupnya di dahi. “Kau adalah keindahan pali

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status