Share

BAB 6

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2025-07-15 00:21:49

Laura langsung menegakkan tubuhnya, seolah tersengat aliran listrik. Suara itu begitu familiar, tajam, dan sekarang penuh nada cemas.

Laura berdiri tergesa. Tangannya sedikit gemetar saat ia meraih gagang kursi di sampingnya untuk menenangkan diri.

Max sudah kembali ke posisi berdirinya yang tegak dan penuh kontrol, seolah tidak terjadi apa-apa barusan.

Chris melangkah ke arah mereka, sorot matanya langsung menyapu dua orang di hadapannya. Ada ketegangan yang jelas dalam atmosfer itu, meskipun tidak ada yang berbicara terlebih dahulu.

Laura yang akhirnya memecah keheningan. “Maaf, Chris. Ponselku tertinggal di meja kerja. Aku hanya ingin sendirian di sini, ternyata tak sengaja berjumpa Max.”

Nada suaranya berusaha terdengar normal. Tapi Chris tidak langsung menjawab. Tatapannya berganti-ganti antara Laura dan Max.

“Aku mengerti,” ujar Chris kemudian. “Tapi tolong, kalau tidak enak badan, kau seharusnya istirahat. Aku khawatir.”

Max menoleh ke arah lain, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya, memberikan ruang bagi Laura dan Chris.

“Aku baik-baik saja. Hanya butuh udara segar. Kau tahu sendiri, akhir-akhir ini terlalu banyak yang kupikirkan,” jelas Laura sambil tersenyum tipis.

Chris menatap istrinya sejenak. Lalu meraih tangan Laura. “Ayo, makan siang sudah hampir habis. Aku sudah pilihkan tempat duduk untukmu.”

Laura mengangguk dan melirik sekilas ke arah Max, yang masih berdiri membelakanginya. Ada sesuatu dalam bayangan tubuh lelaki itu yang membuat dadanya mencelos.

Sepanjang makan siang, Laura seperti tak benar-benar hadir. Di meja kantin perusahaan, beberapa rekan kerja membicarakan proyek dan tenggat waktu, namun telinganya hanya menangkap suara-suara sayup.

Chris duduk di sampingnya, sekali-sekali menyentuh tangannya dengan lembut, menunjukkan perhatiannya.

Tapi Laura merasa hampa.

“Maaf, aku harus kembali ke ruanganku. Ada beberapa laporan yang harus aku periksa,” ujar Laura pelan.

Chris menatapnya, namun mengangguk. “Jangan terlalu memaksakan diri.”

Laura berdiri dan kembali menuju ruangannya. Tapi bukannya langsung bekerja, ia berjalan ke jendela besar yang menghadap ke taman belakang kantor. Matanya menerawang jauh.

‘Apakah ini semua salahku? Apakah aku sudah terlalu jauh?’

Bayangan wajah Max dan Chris berkelebat dalam benaknya. Dua pria yang memiliki tempat masing-masing di hidupnya.

Satu adalah suami yang dulu ia coba cintai tanpa syarat, dan satu lagi adalah cinta yang sempat dikubur namun kini bangkit lebih liar dari sebelumnya.

Ponselnya bergetar.

[Kau baik-baik saja?]

Lagi-lagi pesan dari Max.

Laura menggigit bibirnya. Jemarinya ragu mengetik balasan.

“Ya. Aku sangat baik.”

Detik berikutnya, balasan langsung masuk.

[Aku tak akan memaksamu. Tapi aku akan selalu menunggumu.]

Laura menatap layar ponselnya lama, sebelum akhirnya mematikannya dan menyembunyikannya di dalam laci.

Hari itu berjalan lambat. Laura menyelesaikan beberapa laporan, menata ulang dokumen, dan bahkan membantu bagian marketing menyusun proposal presentasi. Ia mencoba menyibukkan diri agar pikirannya tak terus-menerus kembali ke percakapan di rooftop.

Tapi saat sore menjelang, rasa sesak itu kembali. Pundaknya terasa berat. Ia menyandarkan tubuh di kursi, menutup mata sesaat.

Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk.

Laura membuka mata dan menjawab, “Masuk.”

Seorang office boy masuk dan meletakkan sesuatu di mejanya.

“Seseorang menitipkan ini untuk Ibu Laura.”

Laura mengerutkan kening. Sebuah kotak makan malam dan secarik kertas.

“Untuk wanita yang keras kepala. Jangan lupa makan.”

Laura menatap makanan itu. Aromanya menggoda. Isinya nasi ayam panggang lengkap dengan sup dan buah potong.

Senyum tipis muncul di wajahnya. Ada rasa bersalah yang menyusup bersama rasa terharu.

Tapi sebelum sempat ia menyentuh sendok, ponselnya bergetar lagi.

Kali ini pesan dari Chris.

[Aku akan pulang agak malam. Ada pertemuan dengan salah satu klien penting.]

Laura hanya membalas singkat.

“Baik. Hati-hati di jalan.”

Perut Laura akhirnya menuntut untuk diperhatikan. Ia mulai makan perlahan, membiarkan rasa asin manis dari ayam panggang itu mengisi kekosongan hatinya.

Malam menjelang, Laura memutuskan untuk pulang lebih dulu. Ia turun ke lobby kantor dengan langkah lambat, membawa tas kerjanya dan jaket yang ia selipkan di lengan.

Saat tiba di depan, mobil Max sudah ada di sana. Sopirnya keluar, membukakan pintu.

“Tuan Max yang menyuruh saya mengantarkan Nyonya Laura pulang.”

Laura hanya bisa diam. Ia masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan.

Di perjalanan, pikirannya kembali kacau. Tapi entah mengapa, ia merasa sedikit aman. Setidaknya, untuk malam ini.

Saat ia tiba di rumah yang terasa kosong, tak ada suara tawa Chris, tak ada pelukan hangat, hanya sunyi.

Laura menyadari bahwa hatinya mungkin sudah mulai berubah arah.

Malam hari sebelum Laura memejamkan kedua matanya, terdengar suara mobil berhenti.

“Itu pasti Chris.”

Laura buru-buru memakai jaket dan keluar dari kamar untuk membukakan pintu utama.

Namun saat membuka pintu, dadanya terasa sesak tiba-tiba. Pemandangan di depannya sungguh membuat Laura hampir tak percaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 12

    Laura menarik tangannya kasar dan bergegas ke luar.Begitu ia menutup pintu, napasnya sesak. Lututnya lemas. Begitu Laura kembali ke mejanya, matanya bertemu dengan Chris.Suaminya berdiri tidak jauh. Wajahnya datar. Tidak marah. Tidak heran. Tapi tatapannya tajam.“Kau dari ruangan Max?” tanya Chris pelan.Laura tersenyum kaku. “Ya. Aku serahkan laporan barusan.”Chris menatap Laura lama. “Kenapa wajahmu tegang?”Laura terdiam sesaat. “Cuma ... banyak kerjaan.”Chris tidak menjawab. Ia mengangguk pelan, lalu pergi ke ruangannya.Laura nyaris menangis.Siang hari, di kantin perusahaan, Laura duduk bersama Kirana dan dua staf lain. Wanita itu tak banyak bicara. Ia hanya memainkan sendok, menatap makanan tanpa nafsu.Kirana menyikutnya. “Ada apa sih kamu hari ini, Lau? Dari tadi kayak dikejar tagihan kartu kredit.”Laura tertawa hambar. “Enggak kok.”“Chris marah sama kamu, ya?”Laura menoleh cepat. “Hah? Nggak. Kenapa nanya gitu?”“Ya tadi aku sempat lihat dia keluar dari ruangannya sa

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 11

    Max mengangkat bahu dengan sikap santai, tapi sorot matanya menusuk seperti pisau.“Ini kantorku, bukan?” ucapnya tenang. “Aku bebas melakukan apapun. Termasuk ... berdiri di depan calon sekretarisku yang bahkan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihatku.”Laura membuang wajah, tapi Max mencondongkan tubuh ke arahnya. Nafas hangatnya menyentuh pipi Laura yang pucat.“Apa kau selalu gemetar seperti ini tiap kali lihat wajahku, atau... kau memang belum bisa melupakan peristiwa malam itu?”Laura mendongak. “Jangan main-main, Max!”“Siapa yang main-main?” bisik Max, semakin dekat.Tangannya hampir menyentuh ujung rambut Laura. Tapi Laura menepisnya cepat, meski tangannya sendiri bergetar.Suara notifikasi tiba-tiba memecah suasana. Ponsel Max bergetar keras di sakunya.Refleks, ia menyentuh sakunya dan mengangkat ponsel ke telinga setelah melihat nama di layar.Sementara Laura, dengan cepat mengambil kesempatan itu untuk kabur. Ia mundur beberapa langkah, lalu membalikkan ba

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 10

    Kirana tampak kaget. “Eh, enggak ... waktu kita jalan bareng bulan lalu itu, kan, aku sempat pakai mobil ini. Kamu nggak ikut waktu itu, Lau.”“Bulan lalu?” Laura mencoba mengingat. “Aku nggak ingat kamu pernah pakai mobil ini.”“Waktu kamu ke luar kota, Sayang,” timpal Chris cepat. “Aku antar dia ke bandara. Dadakan.”“Oh.” Laura kembali diam.Tapi sekarang pikirannya mulai berlari. Bulan lalu. Saat ia ke luar kota untuk kunjungan kantor selama dua hari. Ia ingat hari itu Chris bilang tak ada urusan penting. Lalu malamnya, ia menelepon mengajak video call, tapi Chris menolak dengan alasan “lagi capek.”Sesampainya di kantor, Laura keluar lebih dulu. Ia menunggu di samping pintu gedung. Chris masih di dalam mobil, menunggu Kirana yang sedang membereskan tasnya di kursi depan.“Kamu yakin pulang nanti sendiri?” tanya Chris kepada Kirana, dengan suara yang terlalu lembut untuk sekadar rekan kerja.“Iya. Aku sudah pesan ojek online kok. Tenang aja.”“Kalau ada apa-apa, kabari aku.”“Sia

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 9

    Chris memegangi perutnya. “Tadi mau ambil air minum dari kulkas. Terus perutku sakit banget. Nggak sempat naik ke atas.”Laura mengangguk pelan. Wajahnya datar.“Oh begitu,” gumam Laura. “Sekarang kamu siap-siap ya, kita punya hidangan spesial pagi ini dari Kirana.” “Jadi semua ini masakan Kirana?” tanya Chris. “Sorry, Chris. Aku terlambat bangun tidur tadi,” balas Laura merasa bersalah.Chris mendekat. Mencium kening Laura. “It's ok. Pasti kamu kecapekan semalam. Untung saja ada Kirana di sini.”“Ayo kita makan, sebelum makanan ini dingin,” ucap Laura mencoba mengalihkan suasana. Ia merasa malu karena Chris menciumnya di hadapan Kirana.Ketiganya pun duduk di meja makan. Suasana sedikit canggung. Laura duduk di antara Chris dan Kirana. Sesekali, Kirana dan Chris bertukar pandang.Laura diam. Ia memerhatikan tiap gerakan mereka. Gerakan mata. Senyum. Bahkan cara Kirana memotong sosis dan menyuapkannya ke mulutnya sendiri terasa seperti sedang memancing reaksi seseorang.“Gimana ras

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 8

    Kirana tampak sedikit terkejut, tapi ia tetap tersenyum sambil menyibak rambutnya ke belakang. “Maaf banget, Lau. Aku nggak bermaksud lancang. Tadi udah nunggu lama, tapi airnya benar-benar kecil banget. Kupikir kamu nggak keberatan.” Laura menatapnya dalam diam. Matanya bergerak dari handuk yang Kirana kenakan, lalu ke ranjangnya sendiri, tempat dia dan Chris biasanya tidur. Semua terasa begitu salah. “Kamu bisa bilang padaku dulu,” ujar Laura, suaranya sedikit melunak. Kirana berjalan pelan menuju kursi rias, mengambil sisir dari tas kecilnya, dan mulai menyisir rambutnya. Seolah rumah itu adalah miliknya sendiri. “Ya, aku tahu. Tapi kamu kelihatan repot banget tadi. Udah pusing urus Chris, masih beberes kamar tamu. Aku kasihan lihat kamu,” jelas Kirana tanpa menoleh. “Lagian bajuku juga kotor kena muntahan Chris waktu di jalan.” Laura terdiam. Ia merasa bersalah karena terlalu curiga kepada sahabatnya sendiri. Bukankah Kirana satu-satunya yang selalu ada buatnya? Harusnya L

  • Terjerat Pesona Sahabat Suamiku   BAB 7

    Laura tak menyangka jika suaminya pulang dalam keadaan mabuk berat dan yang lebih menyakitkan adalah Chris pulang bersama seorang gadis. Gadis itu adalah Kirana. Sahabat dekatnya. “Kirana...?” suara Laura tercekat. Tatapannya bergantian antara wajah pucat Kirana dan tubuh lemas Chris yang setengah bersandar di bahunya. Kirana terlihat gugup, namun tetap berusaha tenang. “Aku nemuin dia di jalan, Lau. Dia... dia mabuk berat. Nggak tega kalau dibiarkan begitu saja, jadi aku bawa pulang ke sini.” Laura mematung. Matanya menatap tajam ke arah Kirana, mencoba mencari kebenaran di balik ucapannya. “Kamu nemuin dia di jalan? Di mana?” “Di dekat bar itu... yang di ujung jalan. Aku nggak sengaja lewat, terus lihat dia lagi duduk di pinggir trotoar, sendirian. Dia kelihatan kacau banget. Sumpah, Lau, aku cuma nolongin,” ucap Kirana tergesa. Chris menggeram pelan, tak sadar, lalu menggumamkan sesuatu yang tak jelas. Bau alkohol tercium tajam. Laura menahan napasnya. Rasa curiga mencuat beg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status