Share

Part 2 ~

Penulis: seblakcoet
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 11:34:15

"Hasilnya normal ya, Bunda. Sel telurnya masya Allah bagus-bagus, udah siap dibuahi. Jangan terlalu stress, jaga pola hidup sehat, makan makanan yang bergizi dan yang paling penting, doanya lebih dikencengin lagi." Terang Dokter Nadia menjelaskan dengan lembut dan tenang, senyum ramahnya tak pernah luntur dari bibirnya.

"Alhamdulillah. Terima kasih ya, Dok. Semoga saya bisa secepatnya punya momongan." Balas Anna sembari tersenyum, namun menahan getir dihatinya.

Ini adalah ke sekian kalinya Anna mendatangi dokter obgyn. Tak terhitung berapa banyak dokter yang ia dan suaminya kunjungi, sejak tahun pertama pernikahannya. Tak jarang pula Anna pergi berkonsultasi seorang diri saat suaminya sedang bekerja, sepertti saat ini.

Sepulang dari dokter, Anna terus melamun memikirkan nasibnya yang tak kunjung hamil. Selama melakukan pemeriksaan, dokter selalu mengatakan bahwa ia dan suaminya tidak bermasalah. Tapi mengapa rasanya sulit sekali untuk memiliki momongan? Begitulah yang selalu terbesit dalam pikiran Anna.

Sudah tiga kali mereka melakukan proses bayi tabung, berbagai macam pengobatan tradisional sudah ia jalani, bahkan Anna dan Rangga sudah melaksanakan umroh dan meminta langsung pada sang pemilik kehidupan. Sudah tak terhitung berapa jumlah uang yang mereka keluarkan, namun hasilnya selalu tak sesuai harapan.

"Apa jangan-jangan Mas Rangga yang bermasalah ya? Tapi kan tiap periksa, dokter bilang dia baik-baik aja? Aku harus gimana lagi?" Batin Anna dalam hati, sembari termenung di balkon kamarnya.

Sementara di kantor, Rangga pun tengah termenung memikirkan ancaman ibunya. Ia tahu betul bagaimana watak ibunya. Sepertinya kali ini ia tak bisa menunggu keajaiban lagi, Rangga jadi merasa bersalah pada istrinya.

Rangga sangat mencintai Anna, ia tak mungkin mengikuti perintah ibunya, apalagi perjuangannya untuk memiliki Anna bukanlah hal mudah. Tapi ia juga bingung jalan mana lagi yang harus ia tempuh, demi menyelamatkan rumah tangganya. Saat tengah melamun, tiba-tiba terbesit ide gila dalam pikiran Rangga.

"Apa gue harus ngelakuin itu? Tapi gue gak tega sama Anna." Lirih Rangga sembari memijit pelipisnya.

"Andaikan dulu gue nggak sebodoh itu." Batin Rangga dalam hati, menyesali perbuatannya di masa lalu.

Malam harinya saat makan bersama, Rangga terus melirik Anna yang sedang fokus pada makanannya. Ia ragu untuk menyampaikan idenya pada sang istri.

"Aku tadi periksa ke Dokter Nadia, direkomendasiin Bella, temen kuliah aku dulu." Ucap Anna dengan pandangan kosong, ia sudah menyelesaikan aktivitasnya diatas meja makan.

"T--terus? Gimana hasilnya?" Tanya Rangga sedikit gugup, ia sampai tak berkedip menatap Anna.

"Dokter bilang semuanya normal, sel telur aku lagi bagus, gimana kalo kita...." ucap Anna menggantung ucapannya.

Anna melirik Rangga yang sudah tersenyum lebar seolah mendapatkan angin dari surga.

"Gasss!" Sahut Rangga langsung berdiri menarik tangan istrinya, menaiki tangga menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Rangga langsung merebahkan tubuh Anna. Tak ingin menunggu lama, ia menautkan 'permen jelly' mereka dengan lembut. Kedua tangannya pun bergerak lincah berpetualang menyusuri pegunungan hingga puncaknya.

"Mas--sh...." lirih Anna dengan suara yang sangat menggoda di telinga Rangga, membuat jiwa lelaki Rangga berkobar seperti api unggun. Cukup lama Rangga menjajah area pegunungan Anna, hingga akhirnya ia mulai turun ke lembah yang gundul.

"Akh!" Pekik Anna kala Rangga mendaratkan mulut nakalnya di lembah miliknya.

Rangga melahap bukit kecil yang berada di lembah itu dengan rakus. Aroma khas yang menguar dari sana membuat Rangga semakin brutal. Anna yang sudah tak bisa menahan gejolak air terjun yang sebentar lagi akan terjun, menjadi tegang di sekujur tubuh sembari mengapit kepala suaminya.

3... 2... 1.

Anna menegang lalu detik berikutnya ia terkulai lemas, wajah Rangga menjadi basah terkena cipratan air terjun yang keluar dari lembah itu. Ia tersenyum senang melihat istrinya yang sudah mencapai puncak kenikmatan.

Setelah beristirahat sejenak, Rangga meminta Anna agar bergantian memanjakan 'ular cobra' miliknya. Dengan lihai Anna langsung menuruti keinginan suaminya. Anna tampak menghayati tugasnya seperti sedang menikmati es krim. Rangga yang semakin tak tahan, menarik tubuh Anna agar 'duduk' di atasnya. Secara perlahan, Anna memasukan 'ular cobra' suaminya ke dalam lembah miliknya.

Perlahan tapi pasti, Anna meliukkan tubuhnya bak penari striptis. Tak ingin melihat gunung kembar istrinya menganggur, Rangga mere-masnya dengan gemas. Hal itu membuat Anna semakin melayang, sehingga tanpa sadar, gerakan pinggulnya semakin cepat dan brutal. Namun baru lima menit dirinya 'mengurut' kejantanan suaminya, Rangga sudah menegang dan menahan pa-ha Anna dengan kuat.

"Ck! Baru juga sebentar!" Decak Anna sembari merebahkan tubuh di samping suaminya.

"Maaf ya, Sayang. Aku nggak tahan, abis kamu enak banget." Rayu Rangga sembari memeluk tubuh polos istrinya.

"Nanggung tau." Gerutu Anna yang merasa kesal.

Namun dengan jurus mautnya, Rangga kembali memainkan lembah Anna menggunakan tangan dan mulutnya, membuat Anna kembali mengeluarkan suara eksotisnya.

Ya, seperti itulah hubungan ranjang pasangan suami istri ini. Rangga jarang bertahan lama di atas ranjang, ia sering membuat Anna 'nanggung' karena belum mencapai klimaksnya. Tapi dengan peka, Rangga langsung menuntaskan dahaga Anna yang belum terpenuhi. Hal itulah yang membuat mereka tetap bertahan dalam rumah tangganya. Komunikasi yang baik serta sama-sama saling mengerti kondisi masing-masing, membuat keduanya saling mencintai meski sering mendapat hantaman dari orang luar.

Setelah sepuluh menit dikerjai oleh suaminya, akhirnya Anna mencapai klimaks keduanya.

"Aku kepikiran omongan ibu." Lirih Rangga setelah keduanya berbaring bersebelahan dan saling senyap.

"Aku juga." Balas Anna lemah, sembari membuang napas kasar.

"Emm..., Sayang?" Panggil Rangga sedikit ragu.

"Iya?" Sahut Anna sembari menatap langit-langit.

"Aku..., ada ide..., biar kamu..., bisa hamil. Tapi...," ucap Rangga terbata karena gugup.

"Apa? Tapi kenapa?" Timpal Anna antusias, namun bingung melihat raut wajah suaminya.

"Tapi janji kamu jangan marah ya? Kita diskusiin ide aku baik-baik, oke?" Pinta Rangga memberanikan diri.

"Iya," ucap Anna cepat.

Rangga membuang napas kasar karena merasa sangat gugup.

"Aku..., eee..., jadi gini, Sayang. Aku yakin ucapan ibu kali ini nggak main-main. Aku takut banget kehilangan kamu, aku nggak mau kita berpisah, tapi aku juga nggak mau durhaka sama ibu. Aku ada ide, tapi mungkin ide aku ini agak diluar nalar. Tapi apa salahnya kan kalo kita nyoba dulu?" Ucap Rangga secara perlahan.

"Iya jadi idenya apa, Mas? Panjang banget pembukaannya udah kayak pidato. Aku juga ngerti apa yang kamu omongin barusan, gak perlu kamu omongin lagi. Jadi idenya apa?" Balas Anna sudah tak sabar, namun juga gelisah.

"Gimana kalo kita minta bantuan Mas Raka? Kamu tau kan anak-anak Mas Raka hampir mirip sama aku? Kayaknya nggak akan ada masalah kalo misalnya kamu hamil anak Mas Raka, karena pada dasarnya aku sama Mas Raka emang agak mirip. Kamu..., mau kan?" ucap Rangga dengan sangat hati-hati.

"APA? Maksudnya kamu nyuruh kakak kamu buat hamilin aku? Iya? Gila kamu, Mas! Kamu rela istri kamu sendiri disentuh cowok lain?" Pekik Anna sembari duduk tegak disusul Rangga.

"Nggak gitu, Sayang. Dengerin penjelasan aku dulu." Bujuk Rangga menyentuh lengan Anna, namun ditepis olehnya.

.

.

.

To be continue ~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Epilog — Empat tahun telah berlalu.

    Waktu berjalan tanpa suara, menghapus sedikit demi sedikit bekas luka yang dulu terasa mustahil sembuh. Rumah bercat putih gading di pinggir kota itu kini tampak hangat. Di halamannya, suara tawa anak-anak berpadu dengan aroma kopi dan roti pandan yang keluar dari dapur kecil di teras. Papan kayu bertuliskan “Kopi Kybi – Homemade & Family Taste” bergoyang lembut tertiup angin sore. Itulah tempat baru yang dibangun Raka dan Aulia. Sebuah usaha kecil yang menjadi simbol rekonsiliasi — bukan hanya antara suami dan istri, tapi juga antara mereka dan masa lalu. Aulia menata toples-toples berisi kue kering buatan tangannya. Pipi dan tubuhnya kini berisi, matanya lembut, jauh dari pandangan dingin dan kelelahan dulu. Ia tersenyum ketika Raka datang membawa sekeranjang bahan belanjaan dari pasar. “Capek, Mas?” tanyanya sambil membantu menurunkan barang. “Lumayan,” jawab Raka sambil tertawa kecil. “Tapi seneng lihat kamu semangat terus. Kopinya laku keras ya hari ini?” “Alhamdulillah.”

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 37 Ending

    Matahari sore menembus tirai ruang tamu rumah kecil itu, menebar cahaya keemasan yang lembut. Suara tawa anak-anak terdengar dari halaman depan — Iki sedang mengejar adiknya yang baru belajar jalan, sementara Bu Rahma duduk di kursi rotan, menonton sambil tersenyum.Sudah hampir setahun sejak malam kelam itu. Luka di tubuh Aulia sudah lama sembuh, tapi luka di hatinya baru benar-benar reda beberapa bulan terakhir. Kini, ia bisa tertawa lagi, meski kadang masih ada gurat getir di ujung matanya. Namun senyum yang ia miliki sekarang bukan senyum palsu — itu senyum seseorang yang telah berdamai dengan masa lalunya.Raka keluar dari dapur sambil membawa dua gelas jus jambu. Ia duduk di sebelah istrinya. “Capek?” tanyanya lembut.Aulia menggeleng, “Nggak. Aku suka lihat mereka main kayak gitu. Rasanya… damai.”Raka ikut tersenyum. “Aku juga.”Sejenak keduanya terdiam, menikmati pemandangan sederhana yang dulu tak mereka hargai. Dulu rumah ini terasa sempit, pengap oleh amarah dan saling cur

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 36 Membuka lembaran baru

    Sisa Luka dan Awal yang Baru.Hari-hari setelah kejadian di hotel itu berjalan pelan, seperti waktu sengaja memperlambat langkahnya agar semua luka punya kesempatan untuk bernapas. Rumah Bu Rahma yang dulu dipenuhi teriakan dan amarah kini lebih sering sunyi. Hanya suara tangis Bian di malam hari, atau tawa kecil Iki saat menonton kartun di ruang tamu, yang memecah kesunyian itu.Aulia masih dalam masa pemulihan. Tubuhnya penuh memar, jiwanya lebih parah lagi. Ia jarang bicara. Setiap kali seseorang menyentuh pundaknya dari belakang, tubuhnya langsung menegang, matanya memejam seolah masih berada di kamar hotel itu. Raka melihat semua itu dengan hati remuk, merasa bersalah, merasa gagal. Tapi kali ini ia tidak menyerah seperti dulu. Ia memilih tetap di sisi Aulia, meski kadang hanya dalam diam.Bu Rahma setiap hari selalu membantu. Ia menyiapkan makanan, mencuci pakaian, menemani cucunya bermain. Kadang ia duduk di ruang tamu bersama Raka, keduanya berbicara pelan agar Aulia yang sed

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 35 Ketakutan

    Hari-hari setelah kepergian Anna berjalan dengan lambat dan dingin. Rumah yang dulu riuh oleh suara Fikri dan tawa kecil Bian kini terasa seperti ruang kosong.Raka duduk di meja makan setiap pagi hanya menatap piringnya tanpa selera. Aulia sibuk mengurus anak-anak, tapi wajahnya selalu tanpa ekspresi.“Mas nggak berangkat kerja?” tanya Aulia satu pagi.Raka mengangguk pelan. “Berangkat, sebentar lagi.”Aulia mendengus. “Kalau masih kepikiran perempuan itu, mending terus terang aja. Aku capek pura-pura nggak lihat.”Raka menatap istrinya lelah. “Aku cuma capek, Bun.”“Capek? Aku juga capek, Mas. Tapi bedanya, aku nggak pernah mikirin orang lain waktu capek,” balas Aulia tajam sebelum masuk kamar dan menutup pintu.Raka memijat pelipisnya. Sejak Anna pergi, hidupnya seperti kehilangan arah. Ia pernah mencoba mengirim pesan — tapi pesannya tak pernah terkirim. Nomornya diblokir. Ia bahkan memberanikan diri datang ke rumah Anna seminggu kemudian, hanya untuk mendapati papan ‘DIJUAL’ sud

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 34 Pamit dan datang

    Keputusan yang Mengikat LukaTiga hari sudah berlalu sejak kejadian di rumah sakit, tapi bayangan Aulia yang menatapnya dingin di lorong itu masih terus mengganggu pikiran Anna. Tatapan tanpa sapa, tanpa pengakuan, seolah ia hanyalah angin lalu yang tak berarti.Malam itu, setelah menidurkan bayinya, Anna duduk di teras rumah dengan selimut tipis menutupi bahunya. Angin lembut membawa aroma tanah basah. Di meja kecil di sampingnya, secangkir teh sudah dingin. Ia menatapnya kosong, sebelum akhirnya menekan nama Raka di layar ponselnya.Panggilan berdering cukup lama sebelum suara itu muncul di seberang sana.“Halo, Na?” suara Raka terdengar pelan, lelah.Anna menelan ludah. “Mas Raka, aku mau tanya sesuatu… soal Mbak Aul.”Raka terdiam sejenak. “Kenapa?”“Aku ketemu dia di rumah sakit, waktu aku mau pulang. Dia sama laki-laki. Aku coba sapa, tapi dia malah marah dan buang muka.” Nada suara Anna bergetar. “Aku jadi makin ngerasa bersalah, Mas. Waktu lihat Mbak Aul kayak gitu, rasanya s

  • Terjerat Skandal Akibat Ambisi Mertua   Part 33 Rahasia Aulia

    Raka duduk di ruang tamu, menatap jam dinding yang berdetak lambat. Sudah hampir pukul dua belas malam, tapi Aulia belum juga kembali.Anak-anaknya sudah menangis berbarengan sejak tadi, sementara Bu Rahma mondar-mandir di ruang tengah sambil menggendong Bian yang terus rewel mencari ibunya.“Raka… coba telpon lagi, Nak. Mungkin kali ini diangkat,” suara Bu Rahma serak, matanya sembab karena tangis yang tak berhenti sejak pertengkaran anak dan menantunya.Raka mengusap wajahnya kasar. “Udah, Bu. Udah sepuluh kali. Tapi nomornya nggak aktif.”Nada suaranya berat, campuran antara marah dan khawatir. Ia tak tahu lagi harus bagaimana.Fikri, anak sulungnya tiba-tiba menatap ayahnya dengan mata penuh air.“Itu salah Ayah! Bunda pergi gara-gara Ayah! Kenapa Ayah marahin Bunda? Kenapa Ayah biarin Bunda keluar sendiri!” Teriak Fikri sembari menangis.Ucapan polos itu menghantam dada Raka seperti batu besar. Ia terdiam, tidak bisa membalas.Bu Rahma memeluk Fikri, berusaha menenangkannya. “Jan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status