"Hasilnya normal ya, Bunda. Sel telurnya masya Allah bagus-bagus, udah siap dibuahi. Jangan terlalu stress, jaga pola hidup sehat, makan makanan yang bergizi dan yang paling penting, doanya lebih dikencengin lagi." Terang Dokter Nadia menjelaskan dengan lembut dan tenang, senyum ramahnya tak pernah luntur dari bibirnya.
"Alhamdulillah. Terima kasih ya, Dok. Semoga saya bisa secepatnya punya momongan." Balas Anna sembari tersenyum, namun menahan getir dihatinya. Ini adalah ke sekian kalinya Anna mendatangi dokter obgyn. Tak terhitung berapa banyak dokter yang ia dan suaminya kunjungi, sejak tahun pertama pernikahannya. Tak jarang pula Anna pergi berkonsultasi seorang diri saat suaminya sedang bekerja, sepertti saat ini. Sepulang dari dokter, Anna terus melamun memikirkan nasibnya yang tak kunjung hamil. Selama melakukan pemeriksaan, dokter selalu mengatakan bahwa ia dan suaminya tidak bermasalah. Tapi mengapa rasanya sulit sekali untuk memiliki momongan? Begitulah yang selalu terbesit dalam pikiran Anna. Sudah tiga kali mereka melakukan proses bayi tabung, berbagai macam pengobatan tradisional sudah ia jalani, bahkan Anna dan Rangga sudah melaksanakan umroh dan meminta langsung pada sang pemilik kehidupan. Sudah tak terhitung berapa jumlah uang yang mereka keluarkan, namun hasilnya selalu tak sesuai harapan. "Apa jangan-jangan Mas Rangga yang bermasalah ya? Tapi kan tiap periksa, dokter bilang dia baik-baik aja? Aku harus gimana lagi?" Batin Anna dalam hati, sembari termenung di balkon kamarnya. Sementara di kantor, Rangga pun tengah termenung memikirkan ancaman ibunya. Ia tahu betul bagaimana watak ibunya. Sepertinya kali ini ia tak bisa menunggu keajaiban lagi, Rangga jadi merasa bersalah pada istrinya. Rangga sangat mencintai Anna, ia tak mungkin mengikuti perintah ibunya, apalagi perjuangannya untuk memiliki Anna bukanlah hal mudah. Tapi ia juga bingung jalan mana lagi yang harus ia tempuh, demi menyelamatkan rumah tangganya. Saat tengah melamun, tiba-tiba terbesit ide gila dalam pikiran Rangga. "Apa gue harus ngelakuin itu? Tapi gue gak tega sama Anna." Lirih Rangga sembari memijit pelipisnya. "Andaikan dulu gue nggak sebodoh itu." Batin Rangga dalam hati, menyesali perbuatannya di masa lalu. Malam harinya saat makan bersama, Rangga terus melirik Anna yang sedang fokus pada makanannya. Ia ragu untuk menyampaikan idenya pada sang istri. "Aku tadi periksa ke Dokter Nadia, direkomendasiin Bella, temen kuliah aku dulu." Ucap Anna dengan pandangan kosong, ia sudah menyelesaikan aktivitasnya diatas meja makan. "T--terus? Gimana hasilnya?" Tanya Rangga sedikit gugup, ia sampai tak berkedip menatap Anna. "Dokter bilang semuanya normal, sel telur aku lagi bagus, gimana kalo kita...." ucap Anna menggantung ucapannya. Anna melirik Rangga yang sudah tersenyum lebar seolah mendapatkan angin dari surga. "Gasss!" Sahut Rangga langsung berdiri menarik tangan istrinya, menaiki tangga menuju kamar. Sesampainya di kamar, Rangga langsung merebahkan tubuh Anna. Tak ingin menunggu lama, ia menautkan 'permen jelly' mereka dengan lembut. Kedua tangannya pun bergerak lincah berpetualang menyusuri pegunungan hingga puncaknya. "Mas--sh...." lirih Anna dengan suara yang sangat menggoda di telinga Rangga, membuat jiwa lelaki Rangga berkobar seperti api unggun. Cukup lama Rangga menjajah area pegunungan Anna, hingga akhirnya ia mulai turun ke lembah yang gundul. "Akh!" Pekik Anna kala Rangga mendaratkan mulut nakalnya di lembah miliknya. Rangga melahap bukit kecil yang berada di lembah itu dengan rakus. Aroma khas yang menguar dari sana membuat Rangga semakin brutal. Anna yang sudah tak bisa menahan gejolak air terjun yang sebentar lagi akan terjun, menjadi tegang di sekujur tubuh sembari mengapit kepala suaminya. 3... 2... 1. Anna menegang lalu detik berikutnya ia terkulai lemas, wajah Rangga menjadi basah terkena cipratan air terjun yang keluar dari lembah itu. Ia tersenyum senang melihat istrinya yang sudah mencapai puncak kenikmatan. Setelah beristirahat sejenak, Rangga meminta Anna agar bergantian memanjakan 'ular cobra' miliknya. Dengan lihai Anna langsung menuruti keinginan suaminya. Anna tampak menghayati tugasnya seperti sedang menikmati es krim. Rangga yang semakin tak tahan, menarik tubuh Anna agar 'duduk' di atasnya. Secara perlahan, Anna memasukan 'ular cobra' suaminya ke dalam lembah miliknya. Perlahan tapi pasti, Anna meliukkan tubuhnya bak penari striptis. Tak ingin melihat gunung kembar istrinya menganggur, Rangga mere-masnya dengan gemas. Hal itu membuat Anna semakin melayang, sehingga tanpa sadar, gerakan pinggulnya semakin cepat dan brutal. Namun baru lima menit dirinya 'mengurut' kejantanan suaminya, Rangga sudah menegang dan menahan pa-ha Anna dengan kuat. "Ck! Baru juga sebentar!" Decak Anna sembari merebahkan tubuh di samping suaminya. "Maaf ya, Sayang. Aku nggak tahan, abis kamu enak banget." Rayu Rangga sembari memeluk tubuh polos istrinya. "Nanggung tau." Gerutu Anna yang merasa kesal. Namun dengan jurus mautnya, Rangga kembali memainkan lembah Anna menggunakan tangan dan mulutnya, membuat Anna kembali mengeluarkan suara eksotisnya. Ya, seperti itulah hubungan ranjang pasangan suami istri ini. Rangga jarang bertahan lama di atas ranjang, ia sering membuat Anna 'nanggung' karena belum mencapai klimaksnya. Tapi dengan peka, Rangga langsung menuntaskan dahaga Anna yang belum terpenuhi. Hal itulah yang membuat mereka tetap bertahan dalam rumah tangganya. Komunikasi yang baik serta sama-sama saling mengerti kondisi masing-masing, membuat keduanya saling mencintai meski sering mendapat hantaman dari orang luar. Setelah sepuluh menit dikerjai oleh suaminya, akhirnya Anna mencapai klimaks keduanya. "Aku kepikiran omongan ibu." Lirih Rangga setelah keduanya berbaring bersebelahan dan saling senyap. "Aku juga." Balas Anna lemah, sembari membuang napas kasar. "Emm..., Sayang?" Panggil Rangga sedikit ragu. "Iya?" Sahut Anna sembari menatap langit-langit. "Aku..., ada ide..., biar kamu..., bisa hamil. Tapi...," ucap Rangga terbata karena gugup. "Apa? Tapi kenapa?" Timpal Anna antusias, namun bingung melihat raut wajah suaminya. "Tapi janji kamu jangan marah ya? Kita diskusiin ide aku baik-baik, oke?" Pinta Rangga memberanikan diri. "Iya," ucap Anna cepat. Rangga membuang napas kasar karena merasa sangat gugup. "Aku..., eee..., jadi gini, Sayang. Aku yakin ucapan ibu kali ini nggak main-main. Aku takut banget kehilangan kamu, aku nggak mau kita berpisah, tapi aku juga nggak mau durhaka sama ibu. Aku ada ide, tapi mungkin ide aku ini agak diluar nalar. Tapi apa salahnya kan kalo kita nyoba dulu?" Ucap Rangga secara perlahan. "Iya jadi idenya apa, Mas? Panjang banget pembukaannya udah kayak pidato. Aku juga ngerti apa yang kamu omongin barusan, gak perlu kamu omongin lagi. Jadi idenya apa?" Balas Anna sudah tak sabar, namun juga gelisah. "Gimana kalo kita minta bantuan Mas Raka? Kamu tau kan anak-anak Mas Raka hampir mirip sama aku? Kayaknya nggak akan ada masalah kalo misalnya kamu hamil anak Mas Raka, karena pada dasarnya aku sama Mas Raka emang agak mirip. Kamu..., mau kan?" ucap Rangga dengan sangat hati-hati. "APA? Maksudnya kamu nyuruh kakak kamu buat hamilin aku? Iya? Gila kamu, Mas! Kamu rela istri kamu sendiri disentuh cowok lain?" Pekik Anna sembari duduk tegak disusul Rangga. "Nggak gitu, Sayang. Dengerin penjelasan aku dulu." Bujuk Rangga menyentuh lengan Anna, namun ditepis olehnya. . . . To be continue ~Eksekusi pun dimulai.Raka berjalan mendekati sepasang suami istri itu. Wajah Anna memerah menahan malu karena bagian tubuh yang sangat ia jaga dilihat lelaki lain selain suaminya.Anna duduk dibagian ujung ranjang sebelah kiri, sembari bersandar ditubuh suaminya. Ia merapatkan kakinya kala Raka berdiri dihadapannya, tanda sudah siap menjalankan tugasnya."Bentar, Mas." Tolak Anna saat Raka hendak mendekatkan miliknya pada milik Anna, membuat Raka menghentikan niatnya."Kenapa sayang? Sebentar doang kok." Desak Rangga memeluk tubuh Anna yang bersandar padanya.Dengan sedikit paksaan dibalut rayuan, Anna pun tak bisa menghindar lagi.Rangga menyuruh kakaknya meneruskan rencana mereka, lebih tepatnya rencana Rangga.Raka meneguk salivanya menahan gejolak aneh dalam dirinya. Sesegera mungkin ia menuntaskan tugasnya. Anna meringis karena menahan perih di area intimnya, disusul rasa hangat memenuhi bagian itu."Udah." Ucap Raka menarik miliknya kemudian bergegas keluar dari kamar.Anna aga
Rangga menjeda ucapannya, membuat hati Raka berdebar tak karuan. "Kalo nggak kenapa?" Tanya Raka tak sabar. "Kalo nggak, Mas akan tau akibatnya." Jawab Rangga dingin. Setelah selesai berbincang via telepon dengan adiknya, Raka kembali termenung memikirkan kerumitan dalam hidupnya. Semenjak ayah mereka meninggal, Raka yang saat itu masih duduk di bangku SMA terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, membiayai ibu dan adik satu-satunya. Ia bekerja menjadi kuli panggul di pasar setelah pulang sekolah. Ekonomi mereka mulai membaik saat Rangga sudah lulus SMA. Saat itu Raka pun sudah bekerja di sebuah delaer mobil. Melihat Rangga yang bingung tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Raka berinisiatif memasukan adiknya ke tempatnya bekerja. Rangga diterima sebagai staff karena kemampuannya dibidang komputer cukup mumpuni, sedangkan Raka sebagai mekanik. Saat Raka dan Aulia baru tiga bulan me
[Besok masuk siang. Kenapa, Ga?] -Raka- Jemari Rangga bergetar kala mengetik balasan pesan untuk kakaknya. Pesan yang sudah ia ketik cukup panjang, kembali ia hapus karena ragu. "Gimana cara ngomongnya ya?" Batin Rangga menggigit bibir bawahnya. Saat Rangga tengah berpikir, Raka kembali mengirimkan pesan. [Ada apa sih? Cepetan ngomong jangan bikin penasaran!] -Raka- Tanpa pikir panjang, akhirnya Rangga mengajak kakaknya untuk bertemu besok. . Keesokan harinya sikap Anna masih saja dingin pada Rangga. Rangga yang merasa bersalah pun memeluk istrinya yang sedang mencuci piring. "Maafin aku, sayang." Bisik Rangga menyembunyikan wajahnya di leher Anna, Anna pun menghentikan gerakannya. "Maaf karena udah bikin kamu ada disituasi kayak gini. Maaf karena aku gak bisa apa-apa lagi. Maaf karena aku udah ngorbanin kamu buat mengatasi masalah kita."
Sejak percakapan mereka malam itu, hubungan Anna dan Rangga menjadi renggang, lebih tepatnya Anna lah yang menghindar dari suaminya. Ia tak habis pikir dengan ide gila sang suami. Suami macam apa yang menyuruh istrinya dinikmati oleh laki-laki lain? Sekali pun itu kakak iparnya, tetap saja rasanya tak pantas jika suaminya menyuruhnya untuk melakukan hal itu. "Sayang? Kamu masih marah sama aku?" Tanya Rangga seraya duduk di samping istrinya yang sedang sarapan."Sarapan kamu udah aku siapin, aku berangkat duluan soalnya hari ini banyak pesanan yang harus dikirim." Jawab Anna tak menanggapi pertanyaan Rangga.Ya, selain menjadi ibu rumah tangga, Anna juga memiliki bisnis online shop yang lumayan menghasilkan. Hitung-hitung mengisi waktu luang, karena di rumah saja pun rasanya sangat membosankan.Anna meneguk segelas air lalu bangkit dari duduknya. Sebelum ia benar-benar melangkah, Rangga menahan pergelangan tangan Anna, membuat Anna mau tak mau berhenti."Udah tiga hari kamu diemin aku
"Hasilnya normal ya, Bunda. Sel telurnya masya Allah bagus-bagus, udah siap dibuahi. Jangan terlalu stress, jaga pola hidup sehat, makan makanan yang bergizi dan yang paling penting, doanya lebih dikencengin lagi." Terang Dokter Nadia menjelaskan dengan lembut dan tenang, senyum ramahnya tak pernah luntur dari bibirnya."Alhamdulillah. Terima kasih ya, Dok. Semoga saya bisa secepatnya punya momongan." Balas Anna sembari tersenyum, namun menahan getir dihatinya.Ini adalah ke sekian kalinya Anna mendatangi dokter obgyn. Tak terhitung berapa banyak dokter yang ia dan suaminya kunjungi, sejak tahun pertama pernikahannya. Tak jarang pula Anna pergi berkonsultasi seorang diri saat suaminya sedang bekerja, sepertti saat ini.Sepulang dari dokter, Anna terus melamun memikirkan nasibnya yang tak kunjung hamil. Selama melakukan pemeriksaan, dokter selalu mengatakan bahwa ia dan suaminya tidak bermasalah. Tapi mengapa rasanya sulit sekali untuk memiliki momongan? Begitulah yang selalu terbesit
"Gemes banget sih!" Ucap seorang wanita cantik yang sedang menciumi keponakannya."Makanya cepet punya anak, biar gak ngunyel-ngunyel anak orang terus! Nikah udah 5 tahun kok gak hamil-hamil, si Siti aja baru nikah 2 bulan langsung isi. Kaka Iparmu juga udah punya dua anak, masa kamu kalah sih, Na!" Celetuk wanita paruh baya yang menatap sinis pada menantunya.Sontak hati Anna berdenyut nyeri mendengar ucapan mertuanya. Setiap kali ia dan suaminya berkunjung ke rumah ini, selalu kata-kata pedas yang terjun bebas dari mulut ibu kandung suaminya."Kita kan lagi usaha, Bu. Ibu jangan ngomong gitu terus dong, yang ada Anna makin tertekan kalo terus-terusan ibu desak kayak gini. Anak itu kan anugerah dari Allah, bukan kita yang menentukan." Sela Rangga membela Anna, sembari duduk disamping istrinya."Usaha? Usaha apa? Mau sampe kapan kamu gak punya anak, Ga? Umur kamu itu udah 30 tahun, keburu mati gak punya anak! Siapa nanti yang doain kamu di alam kubur?" Bentak Bu Rahma dengan suara men