Compartir

7. Menolong

Autor: Yu.Az.
last update Última actualización: 2025-10-14 17:29:25

Sudah seminggu Elena tinggal di paviliun Selatan dan tak pernah keluar, hanya Cani yang membawakan makanan untuknya.

Elena duduk di kursi dekat jendela, menatap buku tebal bertuliskan huruf kuno tentang sihir dasar dan aliran spiritual. Ia membaca dengan seksama, namun semakin lama, ekspresinya berubah frustrasi. Tangannya mengepal, dan buku itu terhempas ke lantai.

“Kenapa belum juga bangkit?” gumamnya pelan, seraya menatap kosong ke arah luar jendela.

Sudah seminggu penuh ia mencoba memusatkan kekuatan spiritualnya, namun tak ada satu pun percikan sihir muncul.

Elena menutup matanya, mengatur napas panjang, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.

Sebuah kenangan dari kehidupan lalunya berkelebat, saat Kanaya, si putri asli tanpa sengaja menolong seorang pengemis tua di pasar. Tak lama setelah itu, Kanaya memiliki guru rahasia yang membuat kekuatannya melonjak pesat.

Elena segera berdiri, seolah mendapat pencerahan.

“Cani!” panggilnya cepat.

Pelayan muda itu segera masuk, menunduk sopan. “Ya, Nona?”

“Aku akan keluar sekarang. Jika ada yang mencariku, katakan aku tidak ingin diganggu,” ucap Elena dengan nada tergesa-gesa.

Cani menatap bingung. “Tapi, Nona ke mana Anda akan pergi? Sekarang masih pagi dan—”

Elena mengangkat tangan, memotong ucapannya. “Nanti aku jelaskan. Sekarang aku harus segera keluar.”

Cani tahu, saat Elena berbicara dengan cara itu, tak ada gunanya membantah.

Ia hanya menunduk. “Baiklah hati-hati, Nona.”

Elena mengenakan jubah hitam panjang, tudungnya menutupi sebagian wajah. Tanpa suara, ia melangkah keluar melalui pintu belakang paviliun Selatan. Tempat itu satu-satunya area yang tidak dijaga pengawal, jadi aman untuk keluar tanpa diketahui siapa pun. Ada untungnya Adipati tidak menyayanginya, jadi keamanannya tidak ketat.

Elena berjalan cepat melewati kebun kecil dan pohon bambu yang rimbun, lalu menembus hutan di belakang kediaman Adipati Dirgantara.

Setelah berjalan cukup jauh, ia menuruni jalan setapak yang menuju ke kota bawah.

Butuh waktu hampir satu batang dupa hingga akhirnya suara hiruk pikuk pasar terdengar.

Elena menurunkan tudungnya sedikit, agar wajahnya tak mudah dikenali, lalu melangkah di antara kerumunan. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar keributan di depan.

“Pencuri tua busuk! Berani-beraninya kau mencuri kue bulan milikku!” teriak seorang wanita gemuk, pemilik toko kue.

Seorang pengemis tua berlutut di tanah, tubuhnya kurus kering, pakaiannya compang-camping. Di depannya, beberapa kue bulan hancur berserakan.

Seorang pemuda toko menendangnya hingga jatuh. “Dasar sampah! Sudah miskin, masih mencuri!”

“Tidak! Aku hanya lapar ….” suara pengemis itu parau dan lemah.

Elena segera melangkah cepat dan berdiri di antara mereka. “Berhenti!”

Pemilik toko menatapnya heran. “Siapa kau, hah? Ini bukan urusanmu!”

Elena mengangkat kepalanya sedikit, matanya tajam menatap pemilik toko. “Aku akan mengganti semua yang dia ambil.”

Wanita itu mengangkat alis. “Kau pikir aku akan semudah itu memaafkan pencuri?”

“Berapa harga kue bulan itu?”

“Sepuluh koin perunggu! Apa kau sanggup?!” jawab si wanita dengan nada menantang.

Elena mengeluarkan kantung kecil dari balik jubahnya, menghitung cepat, lalu menyerahkan sepuluh koin perunggu. “Ini. Dan satu lagi untuk kerugiannya.” Ia menambahkan satu koin tambahan, membuat wanita itu sedikit terdiam.

Pemilik toko mendengus. “Baiklah, kali ini aku berbaik hati. Kalau bukan karena uangmu, pengemis ini sudah kubawa ke pengadilan kekaisaran.” Ia melangkah pergi sambil mengomel.

Elena menatap pengemis itu yang masih duduk di tanah, gemetar. “Bangunlah, Paman. Mari ikut aku.”

Pengemis tua itu mendongak, matanya berkaca-kaca. “Nona ... kau ... menolongku?”

Elena hanya tersenyum kecil di balik tudungnya. “Ayo, aku akan membelikanmu makanan. Kau butuh makan, bukan belas kasihan.”

Elena membantu lelaki tua itu berdiri, dan mereka berjalan menuju kedai kecil di sudut pasar.

Elena memesan dua mangkuk bubur ayam hangat dan dua potong roti gandum. Saat makanan datang, pengemis itu menatapnya tak percaya.

“Nona, ini terlalu banyak. Saya tak pantas menerima—”

Elena menggeleng. “Sudah. Makan saja. Uangku tidak banyak, tapi cukup untuk hari ini.”

Pengemis itu menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum hangat. “Terima kasih, Nona baik hati. Jarang ada orang yang memandang pengemis seperti saya dengan mata manusia.”

Elena menatapnya sebentar, lalu berkata, “Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya merasa, kita tidak pernah tahu siapa yang Dewa kirim untuk menolong kita kembali.”

Pengemis itu terdiam, pandangan matanya berubah dalam, “Kau berbeda dari kebanyakan orang, Nona,” ujarnya. “Aku berhutang nyawa padamu. Jika suatu hari kau membutuhkan sesuatu datanglah ke kuil tua di kaki Gunung Lohan. Tanyalah tentang Orion.”

Elena mengerutkan alis mendengar nama itu. “Orion?”

“Ya.” lelaki tua itu tersenyum samar. “Itu nama yang dulu pernah membuat dunia takut.”

Elena tertegun. Dalam hidup sebelumnya, nama Orion itu yang disebut-sebut Kanaya saat ia bercerita tentang gurunya.

Jadi benar lelaki tua ini orangnya.

Elena menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Baik, Paman Orion. Aku akan mengingatnya.”

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Comentarios (1)
goodnovel comment avatar
Elis Sulistianty
ceritanya jd terbalik elena yg menolong Orion bkn kanaya
VER TODOS LOS COMENTARIOS

Último capítulo

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 101

    Di dalam paviliun Selatan. Elena duduk di tepi ranjang, sementara Cani berdiri di depannya dengan wajah cemberut dan tangan yang bekerja cepat mengoleskan krim herbal ke lengan Elena yang memerah.Cani terus menggerutu tanpa berhenti.“Mereka benar-benar jahat, nona. Apa hati mereka sudah jadi batu? Saya benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Kanaya meracuni pikiran mereka semua sampai seperti itu.”Elena menghela napas panjang, lelah, lalu menatap Cani dengan senyum menggoda.“Sudahlah, Cani. Kau akan cepat tua kalau marah-marah seperti itu.”Cani langsung mempout bibirnya, wajahnya penuh protes. “Nona! Saya serius ini!”Elena tidak bisa menahan tawa kecil. Ia meraih tangan Cani dan menggenggamnya lembut.“Aku tahu kau serius. Tapi kau tidak perlu membuang energimu hanya untuk mereka.”Bibirnya melengkung sinis kecil. “Lagipula, kenapa kau mengoleskan krim ini padaku? Aku bisa menyembuhkannya pakai elemen cahaya. Sembuh dalam sekejap.”Cani buru-buru menatap Elena, lalu memuk

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 100

    Elena akhirnya tidak tahan lagi. Suara yang sejak tadi ditahan meledak begitu saja.“Hentikan!”Teriakan itu membuat Rangga dan Ringga refleks berhenti. Elena menyentakkan tangannya dengan kekuatan penuh. Cekalan kasar itu terlepas, meninggalkan bekas kemerahan di kulitnya.Elena menatap mereka berdua dengan tatapan tajam, penuh luka, dan penuh kemarahan yang selama ini ia pendam.“Aku tidak melarikan diri,” suaranya pecah tapi tegas. “Karena aku tidak bersalah.”Rangga hendak membalas, tapi Elena lebih dulu melanjutkan, suara yang keluar kini bukan sekadar marah melainkan pilu yang menohok. “Kalian .…” Elena menarik napas gemetar, “kedua kakakku yang dulu selalu melindungi dan menyayangiku sejak kecil. Kita tinggal bersama selama belasan tahun. Apa kalian tidak mengenalku sedikit pun?”Air matanya mengalir setetes. Dingin salju yang turun tak bisa mengalahkan dinginnya kata-katanya. “Sedangkan Kanaya … orang yang baru tinggal bersama kita beberapa bulan … kalian langsung percaya pa

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 99

    Setelah makan bersama di kedai. Elena baru saja melangkah melewati gerbang taman bunga ketika suara lembut tapi terkejut memanggilnya.“Elena … kau sudah bebas?”Nyonya Andini berdiri di bawah naungan pohon plum, wajahnya pucat dan matanya membesar melihat Elena benar-benar ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu tampak seperti baru saja kehilangan kekuatan untuk berdiri.Elena tersenyum tipis, senyum yang tidak lagi hangat seperti dulu. “Tentu saja nyonya. Aku sudah berada di depan Anda sekarang.” Elena menatap langsung ke mata wanita itu. “Atau … apa nyonya Andini berharap aku tetap berada di penjara?”Nyonya Andini cepat-cepat menggeleng. “Bukan seperti itu … bukan, Nak .…”Suara itu pecah, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Bagaimanapun, dialah yang menggendong Elena sejak bayi, yang menimang, menyuapi, mengajari berjalan. Dan sekarang, dia merasa seperti seseorang yang telah menusuk anaknya sendiri.Cani di sisi Elena menunduk, tak berani menatap siapapun.Nyonya Andini me

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 98 Bebas

    Elena melangkah keluar dari aula Kekaisaran Solaria dengan napas lega. Udara luar terasa jauh lebih ringan daripada atmosfer penuh intrik di dalam sana. Cani yang berjalan di sampingnya langsung memekik kecil sambil tersenyum lebar."Nona! Syukurlah nona tidak apa-apa. Saya benar-benar takut tadi."Elena tersenyum tipis lalu menepuk punggung tangan Cani dengan lembut."Terima kasih, Cani. Tanpa kau semua mungkin akan berjalan berbeda."Cani menggeleng cepat, wajahnya memerah bangga. "Saya hanya melakukan kewajiban saya."Elena lalu menoleh pada pemuda di sisi kirinya Caspian, dengan tatapan tajam namun hangat yang selalu membuat orang lain susah menebak isi pikirannya."Dan kau, terima kasih. Kalau bukan karena bantuanmu, aku tidak akan selamat dari tuduhan itu."Caspian tersenyum tipis, senyuman khasnya yang jarang muncul. Ia mengangkat tangan dan tanpa ragu mengusap kepala Elena pelan."Aku sudah bilang aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka."Wajah Elena seketika memerah. "K–ka

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 97 Hukuman Mati

    Aula utama Kekaisaran Solaria mendadak bergemuruh begitu Nina, gadis yang baru saja diseret prajurit, berteriak histeris. Kaisar Noah berdiri sedikit dari singgasananya, ekspresinya tajam namun tidak terburu-buru. Beliau menatap Elena.Kaisar Noah berkata dengan suara berat.“Nona Elena, apa maksudnya semua ini?” Elena melangkah maju. Wajahnya tampak tenang, tapi sorot matanya dingin.“Yang Mulia, beberapa waktu lalu mantan pelayan pribadi Kanaya ini dihukum cambuk dan diusir dari kediaman Adipati Dirgantara, karena ketahuan menggelapkan uang bulanan saya selama berbulan-bulan.” Bisik-bisik langsung pecah di antara para bangsawan. Sebagian terperanjat, sebagian lagi saling bertukar pandang, mencoba mengingat rumor-rumor lama.Rano Kusuma terkejut, ia menatap Nina dengan raut wajah sesuatu dan tentu Elena menangkap perubahan berbeda itu. Adipati Dirgantara mengerutkan kening. Ia lalu menoleh pada pemimpin pembunuh bayaran itu dan berkata dengan suara menggelegar. “Kau! Katakan yang

  • Terlahir Kembali: Balas Dendam Putri Yang Terbuang    Bab. 96 Pelaku Sebenarnya

    Semua orang mengangguk setuju mendengar perkataan Kanaya. Suasana aula menjadi bising, penuh bisikan dan kecurigaan.Rano Kusuma tiba-tiba berdiri. Dia menunduk hormat pada Kaisar Noah. “Maaf menyela pembicaraan Yang Mulia.”Aula langsung sunyi. Semua kepala menoleh. Sebagai Penegak Hukum Kekaisaran, ucapannya punya bobot besar.Kaisar Noah mengangguk pelan. “Katakan.”Rano Kusuma menoleh pada semua orang, kemudian tatapannya mengarah pada Elena.“Apa yang dikatakan Nona Kanaya ada benarnya nuga,” ucapnya lantang. “Kita semua melihat sendiri siapa yang membawa para pembunuh bayaran itu ke depan aula persidangan kekaisaran ini, pelayan Nona Elena dan Tuan Muda Caspian. Apa ini bisa dibilang sebuah kebetulan? Tidak mungkin bukan.”Ucapan dari pria berperut buncit itu benar-benar masuk akal. Dalam hati, Rami tersenyum licik. Ia tak akan melepaskan Elena, apalagi gadis itu sudah mempermalukan dirinya dan jga putri kesayangannya itu. Beberapa pejabat mulai berbisik lagi.“Benar juga.”“Ca

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status