Share

BAB 5 : Keributan di Pagi Hari

Keesokan paginya, Yesha bangun dengan wajah yang sangat kuyu dan sedikit memiliki mata panda di bawah matanya. Yesha mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja ketika Hanna bertanya dengan nada khawatir.

Malam tadi dirinya membaca informasi yang diberikan Zaidan hingga larut malam. Belum lagi foto dan nama Vania Septhana terus menghantui pikirannya, membuatnya sulit untuk tidur.

Yesha benar-benar tidak menyangka jika wanita yang sudah berselingkuh dengan kekasihnya di kehidupan sebelumnya adalah adik tiri dari pemilik tubuh. Ia memang pernah melihat wajah wanita itu, tetapi hanya sekilas. Saat itu ia sedang emosi dan langsung pergi ketika memergoki kekasihnya berpelukan dan berciuman dengan wanita lain. Selain itu, ingatan pemilik tubuh sangat kuat terhadap suami, ketiga anak tirinya, Raefal, Febrina dan Hanna. Sehingga ingatan mengenai Vania tidak terlalu kuat dalam ingatan pemilik tubuh.

Tidak ada orang di dapur selain dirinya dan Hanna. Pasalnya malam tadi Yesha sudah berpesan kepada Hanna untuk tidak membiarkan pelayan yang lain membantu di dapur saat dirinya memasak kecuali Hanna. Dengan cekatan, Yesha memasak dengan cepat.

“Hanna, tolong letakkan ini semua di meja makan,” perintah Yesha yang baru saja menyelesaikan masakan terakhirnya. Ia melepaskan celemeknya. “Aku akan membangunkan anak-anak dulu.”

“Baik, Nyonya.”

Dengan langkah lebar Yesha menuju ke kamar Raka dan Revan yang tidur di kamar yang sama. Berdasarkan ingatan pemilik tubuh, kedua anak kembarnya ini sangat sulit untuk dibangunkan. Bahkan para pelayan di rumahnya sering memasang wajah tertekan setiap keluar dari kamar si kembar. Karena itulah ia akan membangunkan si kembar lebih dulu.

Kamar Raka dan Revan dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kamar Ravindra.

Di kamar si kembar, berbagai macam jenis mainan dimiliki oleh mereka. Dari yang ukuran paling kecil hingga yang paling besar ada di kamar si kembar. Semuanya tersusun rapi seperti di toko. Sangat berbeda dengan kamar Ravindra yang tidak terlihat satu pun mainan kecuali boneka usang yang menjadi teman tidur anak itu.

Yesha tidak habis pikir bagaimana Rezvan, sebagai seorang ayah, bisa memperlakukan anak-anaknya dengan sangat berbeda. Apalagi Ravindra masih sangat kecil untuk menerima perlakuan Rezvan yang sangat pilih kasih.

“Raka Sayang, ayo bangun!” Yesha duduk di tepi tempat tidur Raka.

Raka dan Revan kembar identik, tetapi entah kenapa Yesha dapat membedakan mereka. Mungkin karena pemilik asli sudah lama sering melihat mereka dan memperhatikan mereka sehingga ia bisa dengan mudah membedakan Raka dan Revan.

Secara fisik, Raka memiliki tinggi tubuh lebih rendah dua sentimeter dibandingkan Revan dan ia memiliki warna mata yang hitam pekat, berbeda dengan Revan yang memiliki warna mata cokelat gelap. Sementara sifatnya, Raka anak yang mudah sekali marah dan juga sedikit cerewet, ia juga gengsi dan sulit untuk dibujuk. Sementara Revan jauh lebih pendiam daripada Raka, ia juga tidak gengsi dan sangat mudah untuk dibujuk.

“Sayang, ayo bangun! Sekarang sudah pagi.” Yesha mengelus kepala Raka penuh kasih sayang, sambil sesekali ia mencium kening Raka.

Beberapa menit berlalu, tetapi Raka masih sulit untuk dibangunkan. Yesha beralih ke tempat tidur Revan. Meski kembar, tetapi mereka tidur di tempat tidur yang berbeda.

“Revan Sayang, ayo bangun!” Yesha mengelus kepala dan mencium kening Revan seperti apa yang telah ia lakukan kepada Raka sebelumnya.

Setelah beberapa saat, Revan sedikit menggeliat dengan apa yang dilakukan Yesha. Sebelum akhirnya secara perlahan membuka mata.

“Kenapa kau masuk ke kamarku!” teriak Revan dengan mata melotot, terkejut mendapati Yesha duduk di tempat tidurnya dengan tersenyum lebar.

“Tentu saja untuk membangunkan kalian,” ucap Yesha masih dengan mempertahankan senyum lebarnya.

“Keluar!” teriak Revan, ia bangkit dari tidurnya dan menggenggam tangan Yesha, mencoba menyeretnya keluar dari kamar mereka. Namun karena perbedaan tenaga, ia bahkan tidak bisa menarik Yesha yang bersikeras tetap duduk di tepi tempat tidur.

“Raka, bangun!” Revan kembali berteriak dan menatap Raka yang masih tertidur pulas, mencoba meminta bantuan saudara kembarnya untuk membantunya mengusir Yesha dari kamar mereka. “Raka, cepat bangun!”

Raka yang merasa tidurnya terganggu mulai membuka matanya secara perlahan. Untuk sesaat Raka yang masih belum sadar dengan apa yang terjadi hanya berdiam diri melihat Revan menarik Yesha, sebelum akhirnya ia langsung bangkit berdiri dan memandang Yesha dengan mata melotot.

“Apa yang kau lakukan di kamar kami?!” teriak Raka sembari menunjuk ke arah Yesha.

“Bantu aku menyeret wanita ini dari kamar kita,” ujar Revan cepat sebelum Yesha membuka suara.

Raka segera memegang tangan Yesha yang lain dan menariknya untuk menyeret Yesha agar meninggalkan kamar mereka.

Yesha menggeleng pelan melihat kemarahan kedua anak tirinya. Ia benar-benar tidak menyangka jika kedua anak tirinya sangat membenci dirinya. Biarpun begitu, entah kenapa sikap keduanya justru terlihat lucu di matanya.

“Baiklah, baiklah.” Yesha mengalah dan bangkit dari duduknya. ”Bunda aka akan keluar. Dan kalian berdua, cepat pergi mandi.”

Raka dan Revan melepaskan tangan mereka dari tangan Yesha. Mereka mendengus kasar dan memalingkan muka dari Yesha.

Yesha meninggalkan kamar si kembar dan mengetuk pintu kamar Ravindra sebelum masuk dan menghampiri tempat tidur Ravindra. Senyum kecil menghiasi wajahnya ketika melihat Ravindra yang tidur sangat rapi sekali, berbeda dengan si kembar.

“Sayang, ayo bangun!” Yesha mengelus rambut hitam pekat Ravindra dan mencium keningnya. “Sudah siang, Sayang. Ayo bangun!”

Tidak memerlukan waktu lama bagi Yesha untuk membangunkan Ravindra. Hanya dengan dua kali panggilan, Ravindra segera bangun. Sorot terkejut jelas terlihat di mata anak itu, ia hanya diam saja dan segera bangkit dari tidurnya menuju ke kamar mandi.

“Mau bunda bantu mandi?” Yesha mengikuti Ravindra ke kamar mandi.

“Tidak perlu.” Ravindra menutup pintu kamar mandi.

“Baiklah. Kalau begitu bunda tunggu di ruang makan.”

Yesha meninggalkan kamar Ravindra dan pergi ke kamarnya untuk mandi. Dan setengah jam kemudian Yesha menuju meja makan. Di meja makan, Rezvan sudah duduk di kursinya dengan tablet di tangannya.

Rezvan mengangkat kepala ketika Yesha datang sembari menyapa. Ia menatap Yesha sesaat sebelum akhirnya kembali fokus pada tabletnya.

Yesha tidak ambil pusing dengan sikap Rezvan. Ia duduk di kursi bagian kanan dari Rezvan. Untuk beberapa saat suasana terasa sunyi senyap hingga beberapa menit kemudian ketiga anak-anak itu memasuki ruang makan.

“Selamat pagi, Anak-Anak!” sapa Yesha dengan tersenyum lebar.

Raka dan Revan mengabaikan sapaan Yesha dan duduk di tempat mereka masing-masing.

“Pagi!” Ravindra membalas sapaan Yesha dengan singkat dan juga datar.

Yesha terenyum lebar mendapatkan jawaban dari Ravindra. Meski pendiam, tetapi Yesha dapat merasakan jika sebenarnya Ravindra itu adalah anak yang periang. Hanya keadaan yang membuat anak itu menjadi seorang yang pendiam dan tertutup. Yesha yakin jika dirinya terus mengajak Ravindra berbicara, anak itu pasti akan kembali ceria dan bersikap seperti mana anak seusianya.

“Mari kita makan,” ujar Yesha tersenyum. “Bunda memasakan makan kesukaan kalian semua.” Yesha menatap suami dan ketiga anak tirinya. “Mulai hari ini dan selamanya, bunda yang akan memasak untuk kalian semua.”

Raka meletakkan kembali sendok di tangannya dengan keras, lalu mendorong piring di hadapannya menjauh. Dengan bersedekap dada ia menatap Yesha tajam dan berkata, “Aku tidak suka makananmu.” Raka menatap Rezvan, lalu beralih menatap Rezvan. “Papa, Raka mau makanan yang lain.”

“Revan juga, Pa.” Revan tidak mau kalah.

Sementara Ravindra menyantap makanannya tanpa mengatakan apapun. Baginya, siapa pun yang memasak bukan masalah selama perutnya bisa terisi. Lagi pula selama ini tidak ada yang pernah memperhatikan dirinya. Bahkan ayahnya sendiri mengabaikan keberadaannya. Di mata ayahnya hanya ada Raka dan Revan.

“Baiklah. Hanna, siapkan sarapan baru!” perintah Rezvan kepada Hanna yang berdiri tidak jauh dari mereka.

“Tunggu dulu!” cegah Yesha cepat sebelum Hanna bergerak dari tempatnya. Ia menatap Hanna yang bingung harus melaksanakan perintah Rezvan atau Yesha. “Kamu tidak perlu memasak makanan baru. Biarkan saja mereka makan apa yang ada di meja makan.”

Rezvan menatap Yesha tajam dan sengit. “Apa hakmu melarang Hanna untuk memasak?” suaranya tajam dan dingin.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status