Share

BAB 5 : Keributan di Pagi Hari

Author: Namaku Malaja
last update Last Updated: 2023-06-14 18:32:28

Keesokan paginya, Yesha bangun dengan wajah yang sangat kuyu dan sedikit memiliki mata panda di bawah matanya. Yesha mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja ketika Hanna bertanya dengan nada khawatir.

Malam tadi dirinya membaca informasi yang diberikan Zaidan hingga larut malam. Belum lagi foto dan nama Vania Septhana terus menghantui pikirannya, membuatnya sulit untuk tidur.

Yesha benar-benar tidak menyangka jika wanita yang sudah berselingkuh dengan kekasihnya di kehidupan sebelumnya adalah adik tiri dari pemilik tubuh. Ia memang pernah melihat wajah wanita itu, tetapi hanya sekilas. Saat itu ia sedang emosi dan langsung pergi ketika memergoki kekasihnya berpelukan dan berciuman dengan wanita lain. Selain itu, ingatan pemilik tubuh sangat kuat terhadap suami, ketiga anak tirinya, Raefal, Febrina dan Hanna. Sehingga ingatan mengenai Vania tidak terlalu kuat dalam ingatan pemilik tubuh.

Tidak ada orang di dapur selain dirinya dan Hanna. Pasalnya malam tadi Yesha sudah berpesan kepada Hanna untuk tidak membiarkan pelayan yang lain membantu di dapur saat dirinya memasak kecuali Hanna. Dengan cekatan, Yesha memasak dengan cepat.

“Hanna, tolong letakkan ini semua di meja makan,” perintah Yesha yang baru saja menyelesaikan masakan terakhirnya. Ia melepaskan celemeknya. “Aku akan membangunkan anak-anak dulu.”

“Baik, Nyonya.”

Dengan langkah lebar Yesha menuju ke kamar Raka dan Revan yang tidur di kamar yang sama. Berdasarkan ingatan pemilik tubuh, kedua anak kembarnya ini sangat sulit untuk dibangunkan. Bahkan para pelayan di rumahnya sering memasang wajah tertekan setiap keluar dari kamar si kembar. Karena itulah ia akan membangunkan si kembar lebih dulu.

Kamar Raka dan Revan dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kamar Ravindra.

Di kamar si kembar, berbagai macam jenis mainan dimiliki oleh mereka. Dari yang ukuran paling kecil hingga yang paling besar ada di kamar si kembar. Semuanya tersusun rapi seperti di toko. Sangat berbeda dengan kamar Ravindra yang tidak terlihat satu pun mainan kecuali boneka usang yang menjadi teman tidur anak itu.

Yesha tidak habis pikir bagaimana Rezvan, sebagai seorang ayah, bisa memperlakukan anak-anaknya dengan sangat berbeda. Apalagi Ravindra masih sangat kecil untuk menerima perlakuan Rezvan yang sangat pilih kasih.

“Raka Sayang, ayo bangun!” Yesha duduk di tepi tempat tidur Raka.

Raka dan Revan kembar identik, tetapi entah kenapa Yesha dapat membedakan mereka. Mungkin karena pemilik asli sudah lama sering melihat mereka dan memperhatikan mereka sehingga ia bisa dengan mudah membedakan Raka dan Revan.

Secara fisik, Raka memiliki tinggi tubuh lebih rendah dua sentimeter dibandingkan Revan dan ia memiliki warna mata yang hitam pekat, berbeda dengan Revan yang memiliki warna mata cokelat gelap. Sementara sifatnya, Raka anak yang mudah sekali marah dan juga sedikit cerewet, ia juga gengsi dan sulit untuk dibujuk. Sementara Revan jauh lebih pendiam daripada Raka, ia juga tidak gengsi dan sangat mudah untuk dibujuk.

“Sayang, ayo bangun! Sekarang sudah pagi.” Yesha mengelus kepala Raka penuh kasih sayang, sambil sesekali ia mencium kening Raka.

Beberapa menit berlalu, tetapi Raka masih sulit untuk dibangunkan. Yesha beralih ke tempat tidur Revan. Meski kembar, tetapi mereka tidur di tempat tidur yang berbeda.

“Revan Sayang, ayo bangun!” Yesha mengelus kepala dan mencium kening Revan seperti apa yang telah ia lakukan kepada Raka sebelumnya.

Setelah beberapa saat, Revan sedikit menggeliat dengan apa yang dilakukan Yesha. Sebelum akhirnya secara perlahan membuka mata.

“Kenapa kau masuk ke kamarku!” teriak Revan dengan mata melotot, terkejut mendapati Yesha duduk di tempat tidurnya dengan tersenyum lebar.

“Tentu saja untuk membangunkan kalian,” ucap Yesha masih dengan mempertahankan senyum lebarnya.

“Keluar!” teriak Revan, ia bangkit dari tidurnya dan menggenggam tangan Yesha, mencoba menyeretnya keluar dari kamar mereka. Namun karena perbedaan tenaga, ia bahkan tidak bisa menarik Yesha yang bersikeras tetap duduk di tepi tempat tidur.

“Raka, bangun!” Revan kembali berteriak dan menatap Raka yang masih tertidur pulas, mencoba meminta bantuan saudara kembarnya untuk membantunya mengusir Yesha dari kamar mereka. “Raka, cepat bangun!”

Raka yang merasa tidurnya terganggu mulai membuka matanya secara perlahan. Untuk sesaat Raka yang masih belum sadar dengan apa yang terjadi hanya berdiam diri melihat Revan menarik Yesha, sebelum akhirnya ia langsung bangkit berdiri dan memandang Yesha dengan mata melotot.

“Apa yang kau lakukan di kamar kami?!” teriak Raka sembari menunjuk ke arah Yesha.

“Bantu aku menyeret wanita ini dari kamar kita,” ujar Revan cepat sebelum Yesha membuka suara.

Raka segera memegang tangan Yesha yang lain dan menariknya untuk menyeret Yesha agar meninggalkan kamar mereka.

Yesha menggeleng pelan melihat kemarahan kedua anak tirinya. Ia benar-benar tidak menyangka jika kedua anak tirinya sangat membenci dirinya. Biarpun begitu, entah kenapa sikap keduanya justru terlihat lucu di matanya.

“Baiklah, baiklah.” Yesha mengalah dan bangkit dari duduknya. ”Bunda aka akan keluar. Dan kalian berdua, cepat pergi mandi.”

Raka dan Revan melepaskan tangan mereka dari tangan Yesha. Mereka mendengus kasar dan memalingkan muka dari Yesha.

Yesha meninggalkan kamar si kembar dan mengetuk pintu kamar Ravindra sebelum masuk dan menghampiri tempat tidur Ravindra. Senyum kecil menghiasi wajahnya ketika melihat Ravindra yang tidur sangat rapi sekali, berbeda dengan si kembar.

“Sayang, ayo bangun!” Yesha mengelus rambut hitam pekat Ravindra dan mencium keningnya. “Sudah siang, Sayang. Ayo bangun!”

Tidak memerlukan waktu lama bagi Yesha untuk membangunkan Ravindra. Hanya dengan dua kali panggilan, Ravindra segera bangun. Sorot terkejut jelas terlihat di mata anak itu, ia hanya diam saja dan segera bangkit dari tidurnya menuju ke kamar mandi.

“Mau bunda bantu mandi?” Yesha mengikuti Ravindra ke kamar mandi.

“Tidak perlu.” Ravindra menutup pintu kamar mandi.

“Baiklah. Kalau begitu bunda tunggu di ruang makan.”

Yesha meninggalkan kamar Ravindra dan pergi ke kamarnya untuk mandi. Dan setengah jam kemudian Yesha menuju meja makan. Di meja makan, Rezvan sudah duduk di kursinya dengan tablet di tangannya.

Rezvan mengangkat kepala ketika Yesha datang sembari menyapa. Ia menatap Yesha sesaat sebelum akhirnya kembali fokus pada tabletnya.

Yesha tidak ambil pusing dengan sikap Rezvan. Ia duduk di kursi bagian kanan dari Rezvan. Untuk beberapa saat suasana terasa sunyi senyap hingga beberapa menit kemudian ketiga anak-anak itu memasuki ruang makan.

“Selamat pagi, Anak-Anak!” sapa Yesha dengan tersenyum lebar.

Raka dan Revan mengabaikan sapaan Yesha dan duduk di tempat mereka masing-masing.

“Pagi!” Ravindra membalas sapaan Yesha dengan singkat dan juga datar.

Yesha terenyum lebar mendapatkan jawaban dari Ravindra. Meski pendiam, tetapi Yesha dapat merasakan jika sebenarnya Ravindra itu adalah anak yang periang. Hanya keadaan yang membuat anak itu menjadi seorang yang pendiam dan tertutup. Yesha yakin jika dirinya terus mengajak Ravindra berbicara, anak itu pasti akan kembali ceria dan bersikap seperti mana anak seusianya.

“Mari kita makan,” ujar Yesha tersenyum. “Bunda memasakan makan kesukaan kalian semua.” Yesha menatap suami dan ketiga anak tirinya. “Mulai hari ini dan selamanya, bunda yang akan memasak untuk kalian semua.”

Raka meletakkan kembali sendok di tangannya dengan keras, lalu mendorong piring di hadapannya menjauh. Dengan bersedekap dada ia menatap Yesha tajam dan berkata, “Aku tidak suka makananmu.” Raka menatap Rezvan, lalu beralih menatap Rezvan. “Papa, Raka mau makanan yang lain.”

“Revan juga, Pa.” Revan tidak mau kalah.

Sementara Ravindra menyantap makanannya tanpa mengatakan apapun. Baginya, siapa pun yang memasak bukan masalah selama perutnya bisa terisi. Lagi pula selama ini tidak ada yang pernah memperhatikan dirinya. Bahkan ayahnya sendiri mengabaikan keberadaannya. Di mata ayahnya hanya ada Raka dan Revan.

“Baiklah. Hanna, siapkan sarapan baru!” perintah Rezvan kepada Hanna yang berdiri tidak jauh dari mereka.

“Tunggu dulu!” cegah Yesha cepat sebelum Hanna bergerak dari tempatnya. Ia menatap Hanna yang bingung harus melaksanakan perintah Rezvan atau Yesha. “Kamu tidak perlu memasak makanan baru. Biarkan saja mereka makan apa yang ada di meja makan.”

Rezvan menatap Yesha tajam dan sengit. “Apa hakmu melarang Hanna untuk memasak?” suaranya tajam dan dingin.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Retno w
capek banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 109 : Berkumpul Kembali

    Yesha membuka mata secara perlahan ketika indra pendengarannya menangkap banyak suara di ruang rawat inapnya. Untuk sesaat pandangannya pudar sebelum berubah menjadi jelas. Betapa terkejutnya ia ketika netranya menatap sosok keluarga Altezza tengah mengelilingi boks di mana putrinya berada. “Papa! Mama!” pekik Yesha dengan suara parau. Dengan sedikit kesulitan Yesha mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Mereka semua mengalihkan perhatian dari boks ke arah Yesha. Trisa dengan tanggap menghampiri Yesha dan membantunya untuk duduk. “Pelan-pelan.” “Mama.” Yesha menggenggam lengan Trisa dengan kuat, takut bahwa apa yang dilihatnya saat ini hanyalah halusinasinya saja karena dirinya yang sangat merindukan mereka. Trisa tersenyum lebar. Dibawanya Yesha ke dalam pelukan. “Iya, ini mama, Sayang.” Trisa mengelus lembut kepala putrinya yang hampir tiga bulan tidak bertemu. Yesha memeluk erat. Air mata mengalir membasahi wajahnya. “Jangan tinggalkan aku lagi, Ma.” “Kami tidak akan

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 108 : Kehancuran Dua Keluarga

    Rivania dan Gevarel tidak terbiasa menjalani kehidupan sederhana yang jauh dari kemewahan. Karena itulah mereka menyewa rumah yang lumayan bagus dengan biaya sewa lima belas juta pertahun. Untuk biaya hidup, Gevarel mencoba untuk melamar pekerjaan, tetapi karena pemberitaan mengenai keluarganya, membuat namanya pun ikut terseret. Beberapa artikel menulis tentang keburukannya selama ini. Hal itu benar-benar berdampak besar pada citranya, membuat Gevarel kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya ia hanya bisa bekerja sebagai kasir di sebuah mini market kecil. Sementara Rivania sendiri mencoba menemui beberapa kenalan lamanya dulu, berharap mereka mau membantunya. Bagaimanapun dirinya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di perusahaan. Dan untuk pekerjaan kasar, dirinya belum pernah melakukannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Elivia. Wanita itu menyewa seseorang untuk membuntuti Rivania dan memotretnya, dan mengirimkannya kepada Dhimani. Tentu saja pria itu sangat marah

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 107 : Kehidupan Baru Arian

    Keesokan harinya, pukul delapan pagi di sebuah restoran, Yesha memesan ruang pribadi untuk mereka. Ia tidak ingin pembicaraan mereka dicuri dengar oleh orang lain. Pasalnya berita mengenai Tuan Rahandika yang menjual perusahaannya pun sudah berada di televisi dan juga media cetak. Mengalahkan pemberitaan mengenai Dhimani yang diketahui memalsukan surat-surat kepemilikan perusahaan. Bagaimanapun para wartawan itu masih sedikit meragukan alasan Tuan Rahandika menjual perusahaan. Mereka meyakini bahwa pasti ada alasan lain yang membuat Tuan Rahandika sampai harus menjual perusahaan. “Ya, aku yang melakukannya.” Alfan mengakui. “Anggap saja ini hadiah untuk ayah dan bunda.” “Jangan bilang kalau sejak awal kamu memang sudah menargetkan mereka.” “Untuk membeli perusahaan, aku tidak merencanakannya. Itu muncul ketika Tuan Rahandika mengumumkan akan menjual perusahannya. Tapi sebelumnya aku memang sudah menargetkan mereka, lebih tepatnya aku menargetkan Arian.” Alfan pun menceritakan semu

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 106 : Terjualnya Perusahaan Rahandika Group

    Elivia benar-benar tidak menyangka bahwa polisi akan menindak laporannya dengan cepat. Bahkan kasusnya langsung masuk ke pengadilan setelah satu minggu dilakukan penyelidikan. Karena pihak terdakwa tidak memiliki pengacara untuk membela, sidang itu berjalan dengan lancar dan hukuman untuk Dhimani diputuskan pada sidang kedua yang dilakukan tiga hari berikutnya. Walaupun ia ingin Dhimani dihukum lebih, tetapi melihat kondisi Dhimani yang lumpuh, dirinya cukup puas dengan putusan hakim. “Ini adalah saham yang sudah kita sepakati.” Elivia meletakkan map di hadapan Yesha. “Totalnya tiga puluh persen seperti yang kamu minta.” Dua minggu lalu, setelah sidang putusan kasus pemalsuan Dhimani dijatuhkan, Elivia segera pergi ke perusahaan dengan asisten pribadi yang sengaja Rezvan berikan kepada wanita itu untuk membantunya belajar mengelola bisnis. Para pemegang saham memang sempat dibuat terkejut dengan kedatangan Elivia. Namun karena perusahaan yang berada dalam masalah finansial yang ser

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 105 : Ingin Tinggal Bersama

    Arian menatap Yesha dengan sedikit kebencian di matanya. “Kakak tahu kalau perusahaan ini adalah satu-satunya untuk kami bertahan hidup. Jika kakak tidak ingin menghancurkan keluargaku, seharusnya kakak memilih ayahku untuk tetap menjadi presdir. Jika posisi ayahku digantikan orang lain, kami tidak bisa bekerja di tempat lain karena orang sudah menilai buruk reputasi keluarga kami. Apalagi setelah berita di internet mengenai kehamilan Vania di luar nikah. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya bekerja.” Di luar, keluarga Rahandika terlihat baik-baik saja. Namun pada kenyataannya, keluarga mereka saat ini sangat kacau. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi selain perusahaan itu. Karena itulah Tuan Rahandika berusaha keras membujuk beberapa pemegang saham untuk tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin perusahaan. “Dengar, Arian. Ini adalah dunia bisnis, seharusnya kamu tahu apa yang diinginkan oleh seorang pebisnis. Tidak ada orang yang ingin membuat perusahaannya semakin terpuru

  • Terlahir Kembali Sebagai Istri Duda Kaya Bucin   BAB 104 : Merajuk

    “Ketika aku menemanimu check up dan kita bertemu dengan Rivania. Aku tidak sengaja melihatmu tersenyum kecil ketika melihat Dhimani terbaring di rumah sakit. Karena merasa sedikit aneh, jadi aku meminta Damar untuk menyelidikinya.” Awalnya ia tidak curiga ketika Rivania mengatakan bahwa Dhimani mengalami kecelakaan tunggal ketika pulang dari perjalanan bisnis ke luar kota. Namun ketika ia melihat ekspresi dan senyum Yesha yang penuh kepuasan, ia yakin istrinya pasti telah melakukan sesuatu di belakangnya. Karena itulah ia meminta Damar untuk menyelidikinya. Dan dugaannya terbukti benar, bahwa semua itu adalah ulah istrinya. Walau begitu Rezvan tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Yesha sendiri pun tidak mengatakan apa-apa. Meski sedikit marah karena Yesha tidak memberitahunya, tetapi ia mencoba untuk menghargai privasi istrinya. Yesha menghela napas pelan. “Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu.” Tampaknya memang sulit untuk menyembunyikan apa pun dari Rezvan. Padahal Yes

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status