Share

Terlambat Jatuh Hati
Terlambat Jatuh Hati
Author: Ally

Permulaan

Hampir setiap hari Samuel harus dihadapkan dengan olokan teman-temannya perihal seorang Jeanne Felicia, wanita cantik yang membuntutinya ke mana pun ia pergi. Bahkan di usianya yang sudah menginjak kepala dua, Jean masih saja bertingkah kekanakan dengan tak tahu malu mengganggu perempuan yang berusaha mendekati pujaan hatinya.

Seperti saat ini, seorang perempuan yang telah menabrak Samuel dan terjatuh di depan laki-laki itu harus menjadi bahan tontonan karena Jean mengomelinya di depan banyak orang. Perempuan berambut cokelat itu menatap Laila dengan penuh intimidasi, dan sebelum dia sempat mengucapkan hal yang penting, Samuel sudah lebih dulu turun tangan dan menarik Jean menjauh dari kerumunan.

“Berhenti membuatku malu, Jean!” bentak Samuel, bahkan dirinya sempat menepis tangan Jean yang berusaha untuk meraih tangannya.

Jean menunduk dalam. “Dia sengaja menabrakmu, Samuel. Kamu percaya padaku, kan? Perempuan itu, dia adalah orang yang jahat. Dia memberimu minuman beracun agar kau sakit,” jelasnya dengan suara yang bergetar.

Sang lawan bicara justru menggeleng, berdiri membelakangi Jean lalu menghela napasnya panjang. “Kau benar-benar tidak bisa mengerti ucapanku selama ini? Biar aku perjelas, aku sangat membencimu. Berhenti menggangguku dan orang-orang di sekitarku. Aku sampai tidak bisa punya pacar lagi karena kau terus menghalangiku.”

“Itu karena hanya aku yang pantas untukmu,” kata Jean tebal muka. “Aku yakin diriku yang sekarang sudah lebih dari cukup untuk bersanding di sisimu.”

Samuel berbalik, menatap Jean dengan tajam sebelum berseloroh, “Kamu hanya seorang parasit yang mengganggu hidupku selama ini, apa pun yang kamu lakukan atau seberapa cantik pun kamu, aku tidak akan pernah tertarik pada sampah sepertimu. Kamu tahu? Aku paling benci dengan perempuan yang tidak tahu diri, dan aku rasa aku sudah terlalu lembut padamu selama ini dengan hanya menghindarimu. Jeanne Felicia, sampai aku mati pun, aku tidak akan suci bersanding dengan perempuan gila yang menjijikkan seperti dirimu.”

Jean terdiam sejenak sebelum sebuah senyum hangat terukir indah di bibirnya, membuat Samuel tersentak kecil. Namun, tetap menjaga raut wajahnya agar tetap terlihat marah.

“Kamu tahu? Aku berusaha keras untuk belajar karena dulu kamu bilang menyukai wanita berwawasan tinggi. Kemudian saat aku juara kelas, kamu membuat alasan lagi kalau kamu juga menginginkan wanita yang memiliki badan ideal. Aku melakukan semua demi dirimu, tetapi ternyata, sekeras apa pun aku mencoba kamu tetap tidak akan melirikku meski hanya sedetik saja,” ujar perempuan itu dengan pembawaan tenang dan kedua tangan yang terkepal.

Jean mendongak, menatap Samuel dengan ekspresi yang baru pertama kali dilihat oleh pria itu.

“Aku lelah, Samuel.”

“Lalu apa urusannya denganku kalau kau lelah? Kau baru saja membuatku malu untuk kesekian kalinya, tetapi kenapa bicaramu justru aneh begini?”

“Aku akan mengabulkan keinginanmu, bukan karena kata-kata menyakitkan yang kau lontarkan barusan, tetapi karena aku sudah lelah. Jadi selamat untukmu, kamu sudah bebas,” ucap Jean sebelum berbalik badan dan berjalan menjauh dari Samuel.

Samuel hanya mendecih, yakin kalau ini pasti trik lain yang Jean lakukan untuk mencari perhatiannya.

*****

Samuel kembali ke teman-temannya dan menemukan Chris terbatuk-batuk dengan keras. Tak menunggu lama, Samuel dan yang lain membawa pria itu ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa.

Setelahnya mereka baru mengetahui kalau Chris meminum racun yang tercampur dengan minuman yang dibawa Laila, yang seharusnya perempuan itu berikan kepada Samuel sebagai permintaan maaf karena sudah menabraknya.

Samuel kemudian teringat pada perkataan Jean, merasa bahwa dia sudah keterlaluan karena menuduhnya padahal Jean hanya berusaha memperingatkannya.

“Dari mana Jean tahu kalau isi minuman itu beracun?” gumamnya sembari memperhatikan Chris yang kini tertidur setelah lelah memuntahkan isi perutnya.

Salah satu sahabatnya yang ikut membawa Chris ke rumah sakit bertanya, “Apa yang kau pikirkan? Wajahmu terlihat sangat tegang.”

“Aku memikirkan Jean.”

“Hah? Apa akhirnya kau jatuh hati padanya?” canda Rio. Namun, sepertinya dia harus menelan ludah karena Samuel tidak menjawab.

Samuel justru menghela napas berat lalu berujar, “Jean memperingatkan aku tentang minuman itu, dia bilang wanita tadi adalah orang jahat yang berniat mencelakaiku. Aku membentaknya habis-habisan dan mengatakan sesuatu yang keterlaluan, aku tahu aku sudah menolaknya selama ini, tetapi tetap saja tindakanku sudah berlebihan untuk seseorang yang mencoba menyelamatkanku.”

“Dari mana Jean tahu kalau minuman itu beracun? Bukannya itu minuman dari rival bisnismu yang marah karna proyeknya kamu rebut?”

“Itu yang aku pertanyakan dari tadi, tetapi mengingat ini Jean, dia pasti sudah memata-matai siapa saja yang ada di sekitarku.”

Rio mengangguk setuju. “Benar, bahkan saat masih sekolah pun dia pernah menyelamatkan nyawamu dari pot bunga yang hampir mengenai kepalamu. Aku bahkan sampai kagum dengan keteguhan hatimu yang menolak seseorang sebaik dan secantik Jean, meski tingkahnya kadang keterlaluan pada para gadis yang coba mendekatimu,” ungkap Rio bernostalgia.

“Selain mengingatkan aku tentang racun itu, Jean juga berkata sesuatu yang aneh.”

“Huh? Aneh bagaimana?”

“Dia berkata dia lelah, aku tidak mengerti maksudnya, tetapi dia seperti seseorang yang akan pergi jauh.”

“Apa itu artinya dia akan berhenti mengejarmu?” tanya Rio penasaran. “Kalau itu Jean aku tidak bisa percaya. Kau ingat saat kita kuliah dulu? Dia berteriak di depan wajahmu kalau dia akan melupakanmu, tetapi seminggu kemudian dia kembali dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.”

Samuel pun mengangguk, hampir lupa kalau Jean memang cerdik dan punya banyak ide untuk menarik perhatian Samuel. Meski semua usahanya harus hancur karena Samuel tidak pernah terpedaya dengan itu.

*****

Jean tiba di rumahnya dengan wajah yang memerah dan mata dipenuhi air mata, tentunya hal itu tak luput dari perhatian sang ibu yang sangat mencintainya. Beliau segera berlari menghampiri Jean dan memeluk anak kesayangannya, memberi tepukan pelan pada bahu dan usapan halus di rambutnya.

“Apa yang terjadi padamu, Nak?” tanya Marisa khawatir. “Apa ada yang melukaimu?”

Yang ditanya hanya menggelengkan kepala lalu mendongak dengan senyum kecil. “Ibu ingat tidak? Sebulan lalu ayah bilang kalau dia ingin aku berhenti mengejar Samuel.”

“Ingat sayangku, lalu apa hubungannya dengan kondisimu sekarang? Apa pemuda kurang ajar itu kembali menyakitimu?”

Jean menggeleng lalu berkata, “Aku sudah mengambil keputusan untuk mengikuti permintaan ayah, lagi pula aku sudah 25 tahun dan aku tidak seharusnya menyia-nyiakan hidupku untuk hal yang tidak akan bisa aku dapatkan. Aku tahu akan sulit untuk melupakan Samuel, bagaimana pun aku sudah mencintainya selama hampir lima belas tahun. Namun, aku akan berusaha keras untuk bersikap lebih dewasa dan mengikuti perkataan kalian. Maaf selama ini aku keras kepala dan hanya memikirkan Samuel, harusnya aku sadar lebih awal kalau keluargaku adalah yang terpenting.”

Marisa tidak bisa bicara apa pun dan hanya menangis mendengar ucapan anak bungsunya, anak yang sangat keras kepala dan tidak mudah menyerah, yang akhirnya sadar kalau tidak semua yang dia inginkan harus didapatkan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status