Share

3. Menjemput Naya

Benar apa yang Naya katakan. Felix mengangguk patuh dan kembali duduk mengabaikan tatapan sinis dari mertuanya.

Suasana meja makan terasa panas. Kemudian Naya memutuskan untuk bicara sekarang pada Ayahnya.

Tangannya terus menggenggam kuat tangan Felik, seolah sedang mentrasper kekuatan satu sama lain.

"Yah. Naya ingin bicara sebentar."

Naya berbicara pelan dan hati hati, tidak ingin membuat Ayahnya marah.

Anderson menatap Naya sebentar kemudian fokus kembali pada makanan di hadapanya.

Begitu juga dengan Ibunya yang acuh, seperti tidak menganggap Naya dan Felix ada disana.

Genggaman tangannya menguat, Naya menoleh pada Felix.

Seolah mengerti Felix mengangguk pelan.

"Ayah. Ibu. Hari ini Naya akan ikut tinggal bersama Felix. Felix baru saja mendapat pekerjaan dan juga tempat tinggal untuk kami. Naya harap Ayah memberikan izin."

Naya bicara dengan sangat hati hati.

Anderson menghentikan makanya begitu juga dengan istrinya. Anderson menatap tajam Felix dam Naya bergantian.

"Baiklah. Silahkan kamu ikut laki laki miskin yang kamu banggakan ini. Tapi…! Ingat ini baik baik apa yang akan aku katakan. Sekali kamu berani keluar dari rumah ini, haram bagimu menginjakan kaki kembali di rumah ini! Dan satu lagi tinggalkan semua pasilitas mewah yang aku berikan padamu! Aku tidak akan pernah sudi laki laki miskin sampah sepertinya menikmati kekayaanku!"

Tanpa terasa Naya menitikan air mata mendengar ucapan Ayahnya.

Bukan tidak rela Naya meninggalkan semua kemewahan yang selama ini dinikmatinya, hanya saja Naya merasa sangat sedih pernikahannya belum mendapatkan restu dari kedua orang tuanya.

Sungguh. Felix merasa sangat sedih perdebatan ini akibat dirinya.

Salahkah. Jika Felix ingin mengajak Naya pergi bersamanya? Egoiskah Felix?

Selama ini Naya terbiasa hidup dengan bergelimang harta. Akankah Felix bisa membahagiakan Naya nantinya?

Batin Felix bergejolak bimbang.

Setelah perdebatan panas,akhirnya Naya memutuskan untuk pergi bersama Felix meninggalkan semua kemewahan yang  selama ini dinikmatinya.

___

Setelah kepergian Naya beberapa waktu lalu. Anderson sudah menyuruh seseorang untuk mencari tahu tempat Felix bekerja.

"Tuan. Saya sudah mendapatkan informasi yang anda minta." ucap seseorang di balik telpon.

"Bagus! Sudah tahu apa yang harus kamu lakukan?" 

"Iya Tuan. Saya mengerti."

"Baiklah. Saya tidak ingin kamu gagal kali ini!"

"Baik Tuan."

Anderson menyimpan kembali ponselnya. "Permainan akan segera di mulai."  Anderson tersenyum miring.

Sesuai informasi yang di berikan, malam ini anak buah Anderson akan bergerak.

Pukul sembilan malam Felix berangkat bekerja menggunakan motornya.

"Sayang. Aku berangkat. Kamu hati hati dirumah."

Pamit Felix sebelum meninggalkan rumah.

Naya mengangguk patuh." Heem. Tidak bisakah malam ini kamu libur saja."

Entah kenapa perasaan Naya malam ini sangat tidak nyaman, hatinya merasa gelisah. Padahal malam malam sebelumnya Naya biasa saja di tinggal bekerja oleh Felix.

Tapi tidak malam ini! Naya tidak ingin Felix pergi.

Melihat istrinya gelisah Felix kembali turun dari motor menghampiri Naya.

Tangannya terulur memegang pipi Naya. "Hey. Ada apa. Hem." 

Bukannya menjawab Naya malah memeluk erat tubuh Felix.

"Apa tidak bisa jika malam ini libur saja? Perasaanku tidak enak."

Naya kembali mengulang pertanyaannya, bahkan kali ini suaranya terdengar bergetar menahan tangis agar tidak pecah saat itu juga.

Felix mengusap pelan kepala Naya lalu menciumnya beberapa kali.

"Tidak bisa Sayang. Kamu tahu sendiri kan? Aku karyawan baru, jadi. Mana bisa libur dadakan seperti ini, yang ada nanti aku malah di pecat. Percaya sama aku, semua akan baik baik saja." 

Felix mencoba meyakinkan Naya. Walau bagaimana pun juga Felix tidak akan tega jika harus meninggalkan Naya dalam keadan gelisah seperti ini.

Apa yang di katakan Felix memang benar, sekuat apapun Naya menahan Felix untuk tidak pergi pada akhirnya Felix tetap pergi juga. Naya akhirnya mengangguk patuh. 

"Baiklah. Kamu hati hati." 

Felix hanya menjawab dengan anggukan kepala, kemudian kembali pada motornya, lalu pergi meninggalkan Naya yang masih terpaku di luar rumah. Setelah motor yang di kendarai Felix sudah tidak terlihat Naya kembali masuk kedalam rumah.

"Target menuju lokasi." ucap seorang laki laki yang sedari tadi terus mengintai rumah Felix.

"Baik. Tuan."

Setelah sambungan telepon dimatikan, kemudian dia pergi mengikuti Felix.

Felix yang tidak curiga sama sekali terhadap sepeda motor di belakangnya, tetap melajukan kuda besinya dengan sedikit menambah kecepatan. Jam masuk kerja sebentar lagi, Felix tidak ingin terlambat.

Begitu melewati jalanan sepi, tiba tiba Felix  di hadang beberapa motor.

"Turun!" 

Teriak salah satu dari mereka, namun justru Felix mengacuhkannya, Felix tidak ingin meladeni mereka.

"Maaf. Saya sedang buru buru."

Setelah berbicara Felix, kembali menyalakan mesin motornya. 

Akan tetapi salah satu orang itu malah menyerang Felix.

Bruk!

Felix bersama motornya jatuh terjungkal akibat mendapat serangan dadakan dari salah satu preman.

Felix kembali bangun saat melihat satu orang maju mendekat dengan membawa sebuah balok kayu.

Brak!

Satu pukulan berhasil Felix hindari.

Preman yang berjumlah lima orang itu kembali mengelilingi Felix. Dan perkelahian pun tidak dapat di hindari.

Sekuat apapun Felix melawan tetap saja kalah, setelah salah satu dari mereka menusukan benda tajam tepat di perut Felix.

"Akhh!"

Felix meringis memegangi perutnya yang terasa sangat sakit, tangannya sudah basah oleh darah.

Felix mencoba bangun namun rasa sakit di perutnya membuat pandangannya perlahan menjadi buram.

Bruk!

Felix terjatuh.

"Cepat masukan kedalam mobil!"

"Baik bos."

Ke empat preman itu mengangkat tubuh Felix yang sudah tidak berdaya, memasukkannya ke dalam mobil. Kemudian mobil pergi melesat dengan cepat meninggalkan tempat itu.

Mobil yang membawa Felix terus melaju kencang menyusuri sepinya jalanan pinggiran kota, jalanan yang hanya di dominasi pohon pohon besar, denga jurang di tepian jalan.

Setelah berjalan cukup jauh dari kota, mobil berhenti  dijalan yang bertepikan jurang.

Dua orang preman itu turun, lalu mengangkat tubuh Felix. Tanpa belas kasihan tubuh Felix yang sedang sekarat di lempar begitu saja kedalam jurang.

 Malam kian berangsur naik, Naya sama sekali belum bisa tidur. Hatinya sungguh gelisah, beberapa kali menghubungi Felix juga tidak ada jawaban.

Padahal biasanya di sela jam istirahat Felix selalu memberinya kabar, tapi tidak malam ini.

Hari sudah berganti pagi. Seperti biasa Naya menyiapkan untuk sarapan Felix selepas pulang kerja nanti.

Namun hari semakin siang Felix tidak kunjung datang, Naya menunggu dengan hati tidak tenang.

"Felix. Kamu dimana? Kenapa belum juga pulang?" 

Berkali kali Naya menghubungi Felix namun malah nomor ponselnya tidak aktif. Hal itu membuat Naya semakin panik.

"Astaga! Ada apa ini? Tidak biasanya Felix seperti ini."

Akhirnya Naya memutuskan untuk mencari Felix ke tempatnya bekerja. Untung saja Felix sempat memberitahu lokasi dan nama pabrik tempatnya bekerja.

Naya pergi menggunakan angkutan umum.

Tidak butuh waktu lama akhirnya Naya sampai di tempat tujuan. 

Naya memandang gerbang tinggi di hadapannya. Lalu dengan penuh keyakinan Naya melangkahkan kaki.

"Permisi!" 

Naya sedikit berteriak ketika sudah berada di depan gerbang. Terlihat seorang penjaga berlari kearahnya.

"Ada yang bisa saya bantu Nona?" tanyanya.

"Saya mencari  Felix, apa dia masih ada di dalam?"

"Felix?"

Penjaga itu mengulangi pertanyaan Naya.

Naya mengangguk.

"Em. Felix yang hilang itukah?"

Perjaga berbicara sangat pelan namun masih bisa di dengar oleh Naya.

"Ma_maksud anda apa." 

Naya berbicara dengan suara bergetar, menahan sesak di dada.

"Mari. Nona ikut dulu dengan saya."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status