Share

Teror Ghaib 7

"Apa?" kata Tony.

Sebenarnya Tony sudah curiga sejak awal Emma menyerangnya. Dia tahu bahwa Emma dirasuki hantu. Dia semakin yakin setelah mengetahui kalau gadis itu juga membuat Dakota takut. Jadi, kini dia tidak perlu takut. Sebab, semasa kecilnya ia sering bermeditasi untuk berhubungan dan berkomunikasi langsung dengan mahluk halus.

“Kamu juga harus dimusnahkan,” kata Emma. Matanya melotot.

Tony tidak peduli, dia berjalan cepat meninggalkan Emma dan mengambil ponselnya. Dia kemudian menghubungi orang tua Emma. Setelah menunggu beberapa detik, Robin mengangkat teleponnya.

"Ada apa, Tony?" tanya Robin, "apa terjadi sesuatu yang buruk sama Emma? Apa dia sakit?"

“Nggak,” jawab Tony, “Dia cuma ….”

"Cuma apa?" tanya Tony. Dia tidak sabar.

"Emma... kayaknya dia kerasukan, Pak Robin," jawab Tony.

"Apa maksudmu?" Robin bertanya. Bukannya dia tidak percaya hantu, dia hanya tidak menyangka dan ingin memastikannya.

Sambil terus berjalan cepat menjauhi Emma yang juga berjalan cepat ke arahnya, Tony menceritakan semua yang terjadi. Dari awal gadis itu mencari ranting hingga kembali dalam kondisi aneh lalu mulai menyerang teman-temannya.

“Kedengarannya buruk,” kata Robin, “sebelum keadaan jadi makin buruk lagi, aku akan menjemputnya pulang.”

Setelah menutup telepon, Tony menoleh ke belakang karena tidak mendengar langkah kaki lagi. Rupanya Emma pingsan. Tony kemudian memanggil beberapa siswa laki-laki yang dikenalnya untuk mengantar Emma ke tenda.

***

Robin datang sekitar dua jam setelah Tony menelepon. Dia bertemu dengan salah satu dosen pendamping perkemahan setelah menelepon. Dosen itu kemudian membawanya ke tenda Emma.

"Emma, ​​Ayah sangat khawatir," ucap Robin saat melihat Emma duduk di tenda ditemani Tony. Dia kemudian memeluk putrinya.

"Apa yang kamu bilang ke ayahku?" Emma bertanya pada Tony setelah Robin melepaskan pelukannya.

Sebelum Tony sempat menjawab, Emma berbicara lagi. “Kamu pasti terlalu banyak cerita yang nggak-nggak ke ayahku sampe dia dateng ke sini,” katanya, “aku cuma pingsan. Aku bukan anak SD yang harus terlalu dikhawatirkan.”

“Emma, ​​Tony cuma peduli sama kamu,” kata Robin, “Ayah juga. Aku tidak ingin hal buruk terjadi ke kamu, makanya Ayah datang untuk jemput kamu pulang."

"Tapi perkemahannya baru selesai sore ini, Ayah," kata Emma, ​​"dan lagian kalau aku pulang, aku nggak bisa naik bus lagi bareng temen-temen yang lain kayak pas aku berangkat."

"Tidak apa-apa kalau kamu pulang dulu, Emma," kata dosen itu, "istirahatlah dulu di rumah agar kondisimu membaik."

Emma sebenarnya tidak ingin pulang. ia belum menemukan batu tersebut. Dia sangat ingin mencari dan menemukan batu itu. Tapi pulang ke rumah adalah pilihan terbaik. Apalagi mengingat tubuhnya terasa sangat lemas setiap kali pingsan. Dengan enggan, dia akhirnya mengikuti Robin pulang.

***

Lily sedang menyiapkan makan siang ketika Emma dan Robin tiba di rumah. Wanita itu berjalan cepat menuju pintu untuk menyambut putrinya dan suaminya.

"Apa yang terjadi, Sayang?" katanya. Dia kemudian memeluk Emma, ​​"kamu baik-baik saja kan, Nak?" ucapnya lagi setelah melepaskan pelukannya.

“Aku baik-baik saja, Bu,” kata Emma. Dia kemudian duduk di salah satu kursi.

“Gimana perkemahannya?” tanya Lily sambil membawakan sepiring spageti untuk Emma, ​​"pasti menyenangkan ya?"

Emma mengambil piring dari Lily lalu mulai memakan spagetinya. "Akan menyenangkan kalo Ayah nggak jemput aku pulang lebih awal," jawabnya.

"Ayah melakukan ini demi kebaikanmu, Emma," kata Robin. Dia menuangkan jus ke dalam gelas.

"Ayah, Ayah nggak lihat apa aku baik-baik aja?" kata Emma, ​​“pengalaman berkemah kayak gitu sayang banget dilewatin.”

"Kamu baik-baik saja, tapi temanmu nggak," kata Robin, "berapa banyak orang yang sudah coba kamu sakiti?"

Emma membanting sendoknya ke piring. Dia kemudian berdiri dan berjalan cepat keluar kamar. Dia menuju ke kamarnya. Setelah menngunci pintu kamar, Emma berjalan cepat menuju wastafel. Dia melihat ke bawah dan menangis di sana. Emosi kesal karena tidak bisa menemukan batu dan disuruh pulang lebih awal berpadu membuat hatinya sangat sakit.

Emma mendengar suara dari ponselnya setelah beberapa menit menangis di wastafel. Dia kemudian mengeluarkan benda itu dari saku celananya. Rupanya ada chat dari Tony.

Antony:

Aku minta maaf. Aku nggak bermaksud buruk. Aku cuma khawatir sama keadaanmu. Menurutku kamu perlu menenangkan diri di rumah lebih dulu.

Emma membalas chat Tony dengan cepat.

Emma:

Aku paham. Aku cuma kesel karena ada sesuatu yang belum aku selesaiin di sana.

Tony membalas chat Emma dalam hitungan detik.

Antony:

Nggak apa-apa, Emma. Walaupun kamu nggak ikut nyelesaiin tugas ini, aku jamin nilai tim kita tetep akan bagus. Kamu nggak perlu khawatir.

Emma tersenyum. Dia tahu Tony salah paham. Dia membalas chat Tony lagi.

Emma:

Bukan itu maksudku. Aku kehilangan sesuatu di sana dan aku harus nyariin itu. Tapi sebelum aku nemuin benda itu, Ayah udah jemput aku pulang.

Tony menjawab lagi dengan cepat.

Antony:

Apa yang kamu cari? Apa benda itu berharga banget? Biar aku cariin. Mungkin jatuh di dalam tenda. Semoga sebelum aku pulang aku bisa nemuin buat kamu.

Emma mengetik dengan cepat.

Emma:

Aku menemukan batu yang sangat indah di hutan. Kayak permata. Aku bakalan menghasilkan banyak uang kalo aku jual batu itu. Dengan uang itu, aku akan membeli barang-barang mahal biar nggak ada lagi yang bisa ngejek aku dan bully aku. Tapi batu itu hilang. Aku nggak tahu persis di mana batu itu jatohnya. Tapi kayaknya itu di tengah hutan.

Tony membalas lagi beberapa detik kemudian.

Antony:

Astaga, Emma, ​​hutan itu luas banget. Aku pikir barang-barang pribadmu yang hilang di tenda. Emangnya nggak bisa kamu ikhlasin aja? Kalo ada yang ngejek kamu di kampus, aku akan bela kamu. Kalau laki-laki, aku akan tendang pantatnya sampe dia nyungsep.

Emma membalas lagi.

Emma:

Makasih.

Emma kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Dia kemudian melihat ke cermin wastafel. Dia bermaksud untuk mencuci wajahnya. Bersamaan dengan itu, dia menjerit keras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status