Perempuan berambut pirang di depan Yuan menatapnya sinis. Dia mendekati Yuan, lalu mendorong bahunya. Rian pun berlari ke arah sang istri untuk mengajak Yuan pergi.
Ketika Rian menarik lengan Yuan, perempuan itu mengibaskan lengannya. Yuan melipat lengan di depan dada sambil tersenyum sinis. Perempuan bule itu mengangkat lengan hendak menampar Yuan, tetapi dia bergegas menahan pergelangan tangannya."Hello, Miss. I heard everything clearly. May I help you solve your issues?" tanya Yuan sambil tersenyum miring.Perempuan itu mengibaskan lengannya seraya mengerutkan dahi karena mendengarkan ucapan Yuan yang dianggap omong kosong. Namun, Yuan dengan berani mengucapkan semua yang dia tahu dari percakapan sepasang kekasih itu."Kalian kehabisan uang, bukan? Tapi, lelaki bernama Mike ini malah menggunakan uang terakhir kalian untuk membeli tiket pesawat ke Surabaya." Yuan mengucapkan semuanya menggunakan bahasa Inggris.Mike dan kekas"Bu, bangun!" seru Rian.Lelaki itu terus menepuk pelan pipi sang ibu. Namun, Drini tidak kunjung membuka mata. Mendengar teriakan sang kakak, akhirnya Riana pun terbangun.Riana perlahan beranjak dari sofa, kemudian berjalan mendekati sang kakak yang sedang menumpu tubuh ibunya. Riana mengambil minyak kayu putih dari atas meja, kemudian membuka tutupnya, dan membiarkan aroma terapi minyak tersebut dihirup oleh sang ibu.Drini perlahan menggeliat. Rian pun segera memindahkan sang ibu untuk berbaring di sebuah ranjang kosong khusus keluarga pasien. Rian dan Riana langsung mengembuskan napas lega ketika melihat Drini terbangun."Syukurlah, Bu. Ibu bikin kami panik!" Riana mengecup punggung tangan Drini seraya membuang napas lega."Sekarang ibu istirahat. Jangan memaksakan diri. Kita harus yakin kalau masa kritis bapak akan segera terlewati." Rian menutup tubuh ibunya menggunakan selimut sambil berusaha tersenyum lembut.
Anton menatap serius Rian yang ekspresi wajahnya tidak tertebak. Lelaki itu mencoba menebak apa syarat yang diajukan oleh sang putra. Anton berpikir jauh, mengingat Rian adalah putra yang suka membangkang."Bapak harus semangat sehat. Jangan bandel, turuti semua yang dikatakan dokter, cukup istirahat, dan ...." Rian menghitung jemarinya ketika mengucap itu semua.Belum selesai sang putra mengoceh, Anton tertawa kecil. Rian pun mengerutkan dahi ketika mendengar sang ayah terkekeh. Anton mengangkat tangannya yang sedikit gemetar untuk menepuk bahu sang putra."Kamu tenang saja. Bapak nggak akan mati sebelum kamu benar-benar jadi anak yang penurut.""Ooo ... jadi, Bapak mau aku ini jadi manusia pembangkang yang selalu bikin pusing biar nggak mati? Oke, kalau itu mau Bapak!" Rian melipat lengan di depan dada sambil menyipitkan matanya."Ya, nggak gitu juga konsepnya, wahai Kisanak!"Ayah dan anak itu akhirnya tertawa terb
Wajah Yuan terasa terbakar setelah mendengar ucapan Rian. Yuan menelan ludah kasar. Dia terdiam sejenak dengan tatapan yang terus terpaku pada manik mata Rian.Rian berinisiatif untuk membalik posisi. Kini Yuan berada di bawah kungkungan sang suami. Dia seakan mati kutu.Aura kedewasaan Rian seakan mendominasi sekarang. Suhu kamar yang dingin karena mesin pendingin ruangan, tetap saja membuat Yuan merasa gerah. Degup jantung Yuan semakin tak beraturan."Boleh sekarang?" tanya Rian dengan suara serak.Yuan mengangguk karena sudah mengerti maksud dari arah pembicaraan sang suami. Rian pun bersorak dalam hati karena mendapatkan persetujuan dari sang istri. Lelaki itu mulai memangkas jarak dengan Yuan.Rian mendaratkan ciuman ke dahi Yuan. Perlahan turun ke pipi, kemudian bibir Yuan. Keduanya saling melumat satu sama lain.Getaran cinta menyelimuti keduanya. Yuan mulai menerima setiap sentuhan sang suami dengan rasa ikhla
"Halo," sapa seorang perempuan cantik dengan wajah penuh riasan.Bibir perempuan itu tampak penuh dan seksi karena pulasan lipstik. Wajahnya cantik mirip dengan bule Rusia. Melihat wajah perempuan cantik yang tampak pada layar ponsel sang suami membuat Yuan langsung minder.Namun di sisi lain, hati Yuan kini sedang bertanya-tanya mengenai siapa wanita yang mengangkat panggilan videonya itu. Akhirnya dia mencoba memberanikan diri untuk bertanya kepada wanita tersebut."Kamu siapa? Kenapa kamu pegang ponsel suamiku?" tanya Yuan dengan suara bergetar."Suamimu?" Perempuan itu mengerutkan dahi kemudian menoleh ke arah samping.Yuan bisa melihat kalau perempuan itu sedang merebahkan diri dengan bersandar pada perut seorang laki-laki. Jantungnya seakan berhenti berdetak setelah mendengar percakapan keduanya."Sayang, memangnya kamu sudah memiliki seorang istri?" tanya perempuan di ujung telepon."Tidak, apa kamu
Yuan terdiam seketika. Apa yang diucapkan oleh Riana memang benar adanya. Dia tidak boleh mengalah begitu saja kepada pelakor.Dia Yuan pun kembali ke kamarnya. Dia mengeluarkan koper dari lemari, lalu memasukkan hampir semua pakaiannya ke dalam sana. Setelah semua persiapan selesai Yuan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri."Bunda, Sinta tunggu di luar sama Bunda Riana, ya?" pamit Sinta ketika melihat Yuan keluar dari kamar mandi."Iya, Sayang." Yuan tersenyum kepada Sinta melalui cermin yang ada di meja rias.Sinta pun turun dari ranjang. Dia menarik koper keluar kamar, lalu menutup kembali pintunya. Setelah pintu kembali tertutup, Yuan memutar tubuh menghadap ke arah cermin.Yuan bercermin, meneliti setiap detail wajahnya. Dia berusaha mengingat lagi bagaimana penampilan perempuan yang diduga sebagai perebut suaminya itu. Dia berusaha meniru riasan wajah wanita tersebut."Aku juga bisa lebih cantik dan seks
Yuan langsung menerobos masuk. Dia melihat ke sekeliling ruangan. Hidungnya tampak kembang-kempis karena mengendus aroma parfum wanita.Kecurigaannya kepada sang suami semakin kuat dan mulai terbukti. Air mata perempuan itu mulai berdesakan. Dia menoleh ke arah sang suami."Bau parfum wanita! Kamarmu di mana, Mas?" tanya Yuan dengan suara bergetar dan setengah berteriak.“Parfum itu, aku yang pakai. Aku sedang ....”“Di mana kamarmu, Mas?” Yuan melontarkan pertanyaan itu dengan gigi rapat.Rian pun menunjuk salah satu pintu kamar yang sedikit terbuka di lantai atas. Yuan bergegas menapaki satu per satu anak tangga. Setelah sampai di depan pintu, Yuan terdiam.Perempuan itu menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Tangannya gemetar ketika memegang kenop pintu. Dia mendorong benda itu dan kini terpampang sebuah pemandangan yang membuat hatinya hancur.Di atas ranjang Rian terdapat sebuah gaun mer
"Jawab, Mas!" seru Yuan dengan suara bergetar.Rian justru tersenyum canggung sambil mengusap tengkuknya. Dia menunduk sekilas, lalu kembali menatap sang istri. Wajah lelaki tersebut terlihat merah layaknya kepiting rebus."Itu ... sebenarnya aku sangat merindukanmu. Jadi, aku membeli parfum yang biasa kamu pakai untuk mengurangi rasa rinduku kepadamu. Lalu gaun merah muda itu sebenarnya untuk hadiah ulang tahunmu."Yuan terdiam mendengar pengakuan Rian. Dia kembali menajamkan penciumannya. Ternyata memang benar kalau sang suami sedang memakai parfum yang biasa dia pakai.Aroma mawar bercampur dengan vanila dan beberapa wewangian lain yang tercium begitu manis memasuki rongga hidung Yuan. Dia memejamkan mata lagi untuk menikmati aroma parfum dengan harga ratusan dolar itu.Sedetik kemudian, Yuan membuka mata. Dia baru ingat kalau besok adalah hari ulang tahunnya. Yuan menatap sendu penuh penyesalan kepada sang suami.
Peluh bercucuran membasahi hampir sekujur tubuh Yuan dan Rian. Kini keduanya saling berpelukan di atas ranjang setelah selesai melakukan pelepasan. Sebelum menyatukan raga, Yuan membersihkan tubuhnya dibantu oleh Rian.Bahkan Rian juga membantu sang istri untuk mengeringkan rambut. Setelah selesai, barulah keduanya melanjutkan aktivitas panas yang tertunda di atas ranjang.Yuan menyelusupkan wajah ke dada sang suami. Rian merelakan lengan atasnya dipakai Yuan sebagai bantalan. Lelaki tampan itu mengusap lembut puncak kepala Yuan."Yuan, terima kasih, ya. Kamu adalah wanita pertamaku.""Benarkah? Aku sangat terkejut!" Yuan mendongak menatap Rian dengan mata terbelalak."Menurutmu?" Rian tersenyum miring sambil mencubit ujung hidung sang istri.Yuan memegangi selimut yang menutupi dada. Dia perlahan bangkit dan menyandarkan punggung ke dasbor ranjang. Rian pun mengikuti posisi sang istri tanpa melepaskan pelukannya dari