Keesokan harinya.
Dengan kebingungan Cahaya terbangun hanya seorang diri di dalam kamar. Untuk sesaat gadis itu terdiam menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang telah menimpanya semalam."Huh!" Reflek gadis itu membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia pun teringat dengan kejadian semalam. Sontak rasa takut, cemas dan khawatir mulai menyelimuti hatinya. Dan ia pun berfikir ke mana laki-laki itu berada sekarang? Apakah dia dalam keadaan yang baik-baik saja?Ingin sekali ia mengabaikan rasa itu. Ia berusaha untuk bersikap acuh dan tidak perduli terhadapnya. Tapi tidak bisa. Perasaan bersalah masih saja muncul di benaknya.Sembari berjalan mondar-mandir di samping ranjang, sesekali ia menggigit kuku-kukunya yang sudah sedikit panjang, terlihat jelas kalau ia sedang sangat gelisah memikirkan bagaimana keadaan lelaki itu.Otaknya kini tidak bisa berfikir dengan jernih. Apa bila ia memikirkan sikap Langit yang sangat kasar padanya. Ia tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah dirinya akan bisa terus bertahan hidup bersama dengan laki-laki itu?Atau mungkin ia akan lebih memilih untuk segera mengakhiri pernikahan yang sangat menyiksanya ini?Akan tetapi dia kembali teringat dengan kedua sosok orang tua Langit yang sudah terlalu baik terhadapnya selama ini. Sehingga membuatnya dengan sangat terpaksa harus mengurungkan niatnya itu.Karena ia tidak ingin jika kedua mertuanya nanti akan merasa sangat sedih apabila melihat pernikahan anaknya yang baru seumur jagung ini harus berakhir dalam waktu yang teramat singkat.Sungguh ini semua membuat Cahaya dilema. Di sisi lain ia tidak ingin membuat sedih hati kedua orang tua Langit. Namun di sisi lainnya lagi ia tidak ingin terus merasa tersiksa dengan sikap arogan lelaki itu padanya nanti."Ya, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan? Ku pasrahkan semua ini hanya kepada-Mu Ya Allah. Aku percaya hanya Engkau-lah yang bisa membolak balikkan hati manusia. Sehingga aku hanya bisa berharap agar suatu saat nanti Engkau mau melembutkan hati Kak Langit," doanya dalam hati."Ah ... sudahlah. Lebih baik aku mandi saja sekarang."Kemudian gadis itu memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah beberapa menit kemudian, dengan hanya menggunakan handuk putih yang melilit di tubuhnya, gadis itu keluar dari kamar mandi. Lalu sembari mengedarkan pandangannya ia mencari baju ganti yang belum sempat ia pakai semalam.Karena setelah peristiwa berdarah itu, gadis itu langsung merasa sangat ketakutan. Hingga akhirnya ia pun tertidur dengan tanpa mengganti baju.Ternyata baju itu kini telah tercecer di lantai. Dengan segera ia mengambil baju tersebut dan bergegas memakainya sebelum Langit kembali datang ke kamar itu lagi. Dan, benar saja dugaannya, setelah ia selesai berpakaian, tiba-tiba ia melihat kalau laki-laki itu kini sedang membuka pintu.Cahaya kembali merasa sangat panik dan juga ketakutan ketika melihat Langit yang seperti dalam keadaan mabuk sedang berjalan sempoyongan memasuki kamar.Hatinya kembali merasa was-was. Jangan sampai ia mengulangi perbuatannya yang semalam. Jujur saja ia masih merasa trauma dan juga ketakutan. Sehingga sebisa mungkin ia akan menghindari itu terjadi."Hey! Wanita jalang! Cih, ternyata kau masih ada di sini," ujar Langit dengan cengengesan.Cahaya langsung mengepalkan tangannya. Karena merasa sangat emosi mendengar ucapan pria itu. Tetapi ia juga merasa sedikit bersalah dan tak tega saat melihat ada perban kecil yang menempel di dahinya. Dan tentu saja itu adalah hasil perbuatannya semalam.Tapi, mau bagaimana lagi? Bukan niat hati ingin melukainya. Ia hanya berusaha ingin membela diri saja. Sehingga dengan keadaan yang sangat terdesak ia pun reflek memukulkan vas bunga itu ke lelaki tersebut.Sontak membuat dahinya langsung terasa sakit dan berdarah karena benturan benda keras itu."Aww ... dasar gadis sialan! Beraninya kau memukulku!" Sembari memegangi dahi, ia terlihat sangat marah dan menatapnya tajam.Cahaya yang tampak kebingungan menjadi panik dan juga ketakutan. " Ma-maaf. Aku gak sengaja. Kakak tidak apa-apa, 'kan?" Reflek tangan gadis itu terulur. Dengan sangat gugup ingin segera menolongnya.Namun, dengan kasar Langit menepis tangan itu dan langsung meninggalkannya dengan begitu saja."Apakah kau masih kurang puas dengan apa yang kau lakukan semalam, huh? Dan lihat ini!" Sembari menunjukan perban putih yang menempel di dahi, lelaki itu terus menatapnya tajam. "Kau harus bertanggungjawab karena telah berani memukulku semalam!"Sontak Cahaya tersadar dari lamunan dan dengan segera menggelengkan kepala. "Ma-maaf. Sungguh a-aku tak sengaja ingin memukulmu.""Alasan. Bilang saja kau memang sengaja ingin membuatku terluka seperti ini, kan? Dan kau bisa merasa puas sekarang!" Lagi-lagi Langit masih saja terus menuduhnya dengan kejam."Terserah, apa katamu, Kak. Tapi yang jelas semalam aku hanya ingin membela diri saja. Jika saja Kakak tidak akan berbuat hal tak senonoh kepadaku, pasti itu semua tak akan terjadi," ucap Cahaya tak kalah sengit membalas tatapan tajam pria itu.Lalu dengan segera ia ingin keluar dari kamar.Namun, lagi-lagi ada sebuah tangan kekar yang langsung menahannya. "Hey, kau mau ke mana? Sekarang kau sudah menjadi istriku. Jadi, sah-sah saja aku melalukan itu padamu.""Lepaskan! Sudah cukup Kak Langit! Jangan pernah kamu menyentuhku lagi!" bentak Cahaya merasa sangat geram. Tanganya terus meronta agar bisa terlepas dari cengkraman tangan laki-laki itu."Hahaha ... Apa kau bilang? Jangan pernah menyentuhmu? Itu tidaklah mungkin. Karena mulai dari sekarang bersiaplah untuk menjadi budak pemuas nafsuku, Cahaya!"Plakk!Karena sudah tidak tahan lagi. Pada akhirnya gadis itu melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipinya. Sehingga membuat laki-laki itu langsung membelalakan mata dan tersulut emosinya.Lalu dengan sangat kasar ia kembali menarik tubuh Cahaya dan membantingnya di atas kasur."Aah ...."Brugh!"Lepasin aku, Brengsek!" Sembari mengumpat kesal, kedua tangan Cahaya mendorong dada lelaki yang kini tengah menindihnya."Hahaha ... kenapa, takut? Inilah akibatnya karena berani menjebakku ke dalam pernikahan ini. Kau pikir aku akan memperlakukanmu dengan baik? Tidak, Cahaya. Aku akan terus menyiksamu hingga membuatmu merasa menyesal karena telah mau menikah denganku!""Jadi, mulai sekarang, bersiaplah untuk menerima siksaan itu!" Dengan menyeringa, lelaki itu terus saja memberi ancaman yang begitu mengerikan.Lalu dengan segera ia menyambar bibir ranum Cahaya, dan melumatnya dengan bringas dan kasar."Mmgh ...." Sehingga membuat Cahaya tak bisa lagi bersuara."Ya Tuhan, aku mohon, tolonglah hambamu ini! Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Sungguh aku tak menginginkannya, Tuhan. Dan apa salahku? Hingga Kak Langit sampai bertindak kasar dan selalu menyalahkanku. Dan bahkan dia selalu menuduhku yang tidak-tidak." Sembari menitikkan air mata, gadis itu berdoa dalam hati.Setelah semua sudah siap untuk mengadakan acara konferensi pers. Kini laki-laki itu terlihat sedang terduduk di sebuah kursi yang menghadap ke meja panjang, dengan beberapa mic yang telah terpasang di depannya. Dirinya terduduk di samping Cahaya. Ia telah siap memberikan penjelasan atau klarifikasi perihal desas-desus pemberitaan tentangnya yang sedang viral saat ini. Sebelum Langit mulai akan mengeluarkan suara. Terlihat lelaki tampan berkemeja hitam itu menghela nafas panjang terlebih dahulu. Kemudian ia menoleh ke arah Cahaya. Seraya tersenyum lembut, Cahaya menganggukkan kepala mantap. Pertanda bahwa ia pun telah siap. Sementara di deretan kursi yang berjejer rapi membentuk beberapa barisan, sudah banyak orang yang sedang duduk manis sudah tak sabar menunggu berita. Ketika melihat kedatangan Langit dan Cahaya, semua orang yang ada di sana mulai kasak kusuk membicarakan pasangan itu. Berbagai spekulasi pun mulai bermunculan di pikiran mereka. Lalu, tak lama kemudian sem
Lagi, dengan rasa haru, gadis itu mengangguk pelan. Langit yang tersenyum sumringah, merentangkan kedua tangan padanya. Segera Cahaya menghamburkan diri ke dalam pelukan sang suami. Suka cita dan bercampur haru yang tiada tara, mereka berpelukan dengan sangat erat dan penuh perasaan. Pada akhirnya, dengan hati lega, mereka bisa melepaskan semua beban yang membelenggu di dalam jiwa. Cukup sudah, keduanya merasa sangat tersiksa batin karena kesalahpahaman yang terjadi kemarin. Dan, sekarang mereka sudah tahu akan semua kebenaran yang memang telah diputar balikkan oleh Cellina. Lama keduanya berpelukan, meluapkan semua kerinduan yang begitu mendalam, kini telah terobati. Jujur, sebenarnya mereka masih saling sayang, juga saling cinta. Tapi, karena permainan licik Cellina, membuat mereka nyaris berpisah. Untung saja, Tuhan masih memberi mereka kesempatan untuk bisa tetap bersama dalam suka dan duka. Membuat mereka berjanji dalam hati masing-masing, akan berusaha untuk bisa menjag
Setelah hampir satu jam lebih, Langit akhirnya tersadar. Matanya mengerjap, terbuka secara perlahan. Dahinya mengernyit tatkala rasa sakit masih menjalar di bekas tusukan di perut bagian kanan. Seraya bergerak pelan, ia meringis kesakitan. Kelopak matanya terbuka lebar, dan ia melihat ada sesosok wanita cantik yang dengan wajah cemas, kini tengah duduk di samping ranjang. "Kak Langit! Alhamdulillah." Penuh haru, mata Cahaya tampak berkaca-kaca. Wajahnya yang semula murung, kini tampak sumringah. Tatkala ia melihat suaminya sadar, hatinya baru bisa merasa lega. "Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga, Lang," ucap Pak Bagus penuh syukur. Begitu juga yang lainnya ikut merasa senang melihat lelaki itu sudah siuman. Terutama lagi Bu Sintya. Dengan suka cita, bibirnya tampak merekah, wanita paruh baya itu langsung saja memeluk tubuh lemah putranya haru. "Alhamdulillah, Langit. kamu sudah sadar." Tanpa menjawab, Langit hanya mengangguk pelan. Setelah itu Bu Sintya melepas pelukann
Di depan rumah sakit. Keadaan di sekitar sana menjadi heboh. Kedatangan polisi yang secara tiba-tiba, menarik perhatian banyak orang. Semua orang menjadi keheranan dan mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya tengah terjadi di rumah sakit itu? Tak lama kemudian, orang-orang itu dikejutkan dengan kemunculan Cellina yang sedang diborgol dan digiring polisi keluar dari rumah sakit. Otomatis mereka pun syok dan spontan langsung merekam kejadian itu. Bisa Anda bayangkan. Tak butuh waktu lama, hanya dalam hitungan detik, video kejadian tentang penangkapan Cellina pun, tersebar luas di jejaring sosial. Dunia maya langsung heboh seketika. Berita-beritanya bertebaran di mana-mana. Tak hanya di internet, juga mulai merambah di televisi. Nama model wanita cantik itu, kini semakin tenar. Bukan karena prestasinya, melainkan tentang skandal tindak kriminal, percobaan pembunuhan pada Cahaya yang salah sasaran. Hancur sudah reputasinya sebagai model. Nama baiknya pun langsung runtuh begitu
Jlebb! "Aargh ...." Wajah Langit, terlihat sangat syok, kedua manik kecoklatan miliknya pun langsung mendelik, tatkala ia merasakan ada suatu benda tajam yang telah menancap di perutnya kini. Seketika itu ia tertegun menatap wajah pucat Cellina yang juga tampak syok melihatnya. Dengan membekap mulut, kedua mata Cahaya sontak membeliak lebar. Saat melihat apa yang kini tengah dilakukan Cellina pada suaminya. Sungguh ia tak menduga, kalau Cellina sampai berani berbuat nekad seperti itu. Tentu saja Revan yang datang bersama Langit tadi, terperangah melihatnya. Lalu dengan sangat panik, ia gegas lari mendekati tubuh lemas Langit yang limbung akan jatuh ke lantai. Dengan tak percaya Revan melihat kalau sahabatnya kini sedang mengerang kesakitan sembari memegangi perutnya yang telah tertusuk pisau oprasi, yang memang sengaja Cellina siapkan untuk menyerang Cahaya. Namun, siapa sangka, ia malah salah sasaran. Karena dengan tanpa terduga Langit yang melihatnya akan menyerang Caha
Di dalam lift, Cellina terlihat panik, raut wajahnya pun tegang, juga ketakutan. Saat melihat Langit yang hampir saja mendekatinya tadi, ia sempat merasa syok dan takut, jika saja sampai lelaki itu bisa menangkapnya. Untungnya ia masih bisa menutup pintu lift itu cepat. Pikirannya kini mulai kalut, merasa kebingungan, apa yang harus ia lakukan sekarang? Namun, hatinya kekeh, tetap akan menjalankan rencananya. "Liat saja, Langit. Aku akan menyingkirkan semua orang yang menjadi penghalang kita. Termasuk juga ya, si gadis kampungan ini. Hahaha ...." Dengan seringai jahat, Cellina menatap sinis ke arah wanita yang masih tampak tak sadarkan diri duduk di kursi roda. "Kalau Cahaya sudah tidak ada. Pastinya kan tidak ada lagi yang akan menghalangiku untuk bisa bersamamu lagi, Langit." Hati wanita itu telah kalap, tertutup oleh ego dan ambisi. Hingga menghalalkan segala cara, agar bisa mewujudkan semua keinginannya. Pintu lift terbuka. Cellina segera mendorong kursi roda itu menuju k