Share

2. Elang Raharja

“Beraninya kamu main tangan sama perempuan, hah?!” dengan nada yang membentak ia berkata.

Dan si preman itu tampak takut, bahkan ia menunduk di hadapan si pria yang baru saja hadir dan menjadi sosok penyelamat Kirana itu. “Maaf, Bos” kata maaf pun langsung cepat diucapkannya.

“Bukan kepada saya kamu meminta maaf,” ucapnya sembari membawa wajah tunduknya pada Kirana yang telah ia tampar pipinya. “Tapi kepada dia,” tutupnya.

Dan sungguh melihat situasi saat ini membuat Kirana merasa terselamatkan.

“Saya maafkan, tapi…, saya mohon sekali, bebaskan saya” balas Kirana.

“Nah, kan, Bos, dia itu susah diatur, barusan aja nekat sampe hubungin orang, buat minta tolong” seolah mendapat kesempatan untuk membela diri, si preman itu berkata begitu pada sosok yang dipanggilnya Bos itu.

“Tapi itu bukan alasan untuk kamu bisa tampar dia.”

“Tapi kan, Bos-”

“Diem, mending kamu pergi atau kamu yang saya tampar sekarang,” ucapnya tandas, tegas, bahkan langsung membungkam mulut si preman itu. Dan tak berselang satu detik kemudian perintah untuk pergi itu segera dipatuhinya. Hingga kini jadi hanya menyisakan Kirana dengan si pria yang sudah menyelamatkannya dari kekasaran preman yang sudah menawannya itu.

“Pak, saya harus pergi, tolong saya, saya nggak mau dikurung di sini,” Kirana langsung memohon agar dibebaskan kepadanya. Ia bahkan mengambil lengan si pria yang berpenampilan rapi dengan stelan jasnya, berwajah tampan, rupawan, berbeda sekali dengan sosok preman-preman sebelumnya.

“Hey, dengar dulu,” ucapnya sembari memegangi kedua pundak Kirana. Nampaknya ia tahu betul bagaimana perasaan Kirana, yang harus tiba-tiba diculik dari rumahnya kemudian ditahan berjam-jam lamanya.

Dan Kirana terlihat langsung menatap pria pemilik mata dalam nan teduh itu. Tanpa kekerasan seperti preman-preman sebelumnya, Kirana dibuat patuh oleh tutur dan gestur lembut si pria itu. Kedua telinga Kirana kini sudah dipasangnya, siap mendengarkan apa yang akan diucapkannya.

“Saya…,” ia terlihat menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. “Saya yang menyuruh mereka membawa kamu ke sini, maaf tak seharusnya mereka memperlakukan kamu seperti ini” terangnya. Dan langsung saja Kirana dibuat blank, tak tahu harus apa akan pria yang semula ia pikir akan menyelamatkannya.

“Ja-jadi…, kamu yang suruh mereka?? Kenapa? Karena hutang Bapak? Karena Bapak menjaminkan saya untuk semua hutang-hutangnya??” dengan beruntun Kirana bertanya.

“Benar” jawabnya singkat. Namun cukup membuat Kirana yang semula memiliki harap, kini langsung kembali berputus asa karenanya.

“Untuk apa?? Saya ini tak ada nilainya, uang saya pun habis semua digondol ayah saya yang punya hutang sama kamu!” Kirana berkata penuh penegasan akan dirinya dan soal penahanan dirinya oleh si pria itu.

“Percuma kamu tahan saja, saya nggak bisa bayar semua hutang Bapak saya, kalau kamu tahan saya seperti ini!” tambahnya.

Namun si pria itu membalas dengan menggelengkan kepalanya. Nampaknya ia memiliki pikiran yang lain dan berlawanan dengan yang Kirana utarakan kepadanya.

“Saya moohon, kasih saya waktu, kasih saya kesempatan, walau rasanya mustahil untuk membayar semuanya, tapi …, tapi saya akan berusaha,” mohon Kirana dengan amat memelas kepadanya.

Namun mohonnya harus kembali berbalas sebuah kesia-siaan. Walau penolakannya tak seperti para preman-preman itu, namun tetap saja membuat Kirana kini jadi berurai air mata, putus asa, tak mau dirinya terus menjadi seorang tawanan karena hutang ayahnya.

“Saya mohon, ahaaa…” dengan menangis Kirana memohon. Bahkan tubuhnya amburuk, jatuh ke lantai, sampai memohon tepat di kaki si pria yang telah memberikan perintah penahanannya itu.

“Jangan begini, jangan memohon seperti ini, ayo bangun,” ucap si pria itu sembari membungkuk untuk membawa Kirana bangun. Namun Kirana malah memecah tangisnya, meraung-raung sejadinya.

Hingga jadilah si pria itu pun bingung, hanya bisa menghela napas panjangnya. Tak tahu harus apa akan sosok perempuan yang harus ditahannya.

***

Sudah satu jam lebih Kirana menangis, dan selama itu pula si pria itu setia menunggu dan menemani Kirana. Hingga ia rasa Kirana sudah akan menyudahi tangisnya, si Pria itu pun mendekat kepada Kirana lalu membawa tubuh Kirana yang betah bersimpuh di lantai jadi berpindah duduk di kursinya.

“Bisa kita bicara sekarang?” tanyanya dengan nada yang amat lembut pada Kirana yang masih terisak dan tersedu dengan tangisnya.

Dan jawabnya adalah anggukan lemah Kirana. Hingga kemudian si pria itu nampak duduk berhadapan dengan Kirana, untuk membicarakan perkara yang semula harus terkena iklan dari tangis Kirana itu.

“Baik, saya akan memperkenalkan diri saya dulu,” ucapnya akan mengawali dengan sebuah perkenalan.

“Saya Elang Raharja, pemilik Pinjol Bersama Elang,” kenalnya.

Dan padahal baru sepenggal kalimat perkenalan dari dirinya yang memperkenalkan diri sebagai Elang, Kirana sudah langsung dibuat speachless. Tak memiliki clue, tak pernah ia sangka pula akan memiliki pembicaraan empat mata seperti sekarang ini dengan seorang pemilik pinjaman online.

“Saya meminta orang-orang saya untuk menjemput kamu karena memang sudah menjadi kesepakatan saya dengan Bapak Jupri. Yang jikalau beliau tidak bisa membayar semua pinjamannya maka sesuai perjanjian yang sudah disepakati, Kirana Larasati, putri dari Bapak Jupri akan saya ambil.”

Dari penjelasan Elang yang terdengar begitu formal, pada akhirnya tetap saja keadaannya tak berubah bagi Kirana. Nampaknya ia tetap akan menjadi tahanan karena Ayahnya yang gagal membayar hutang-hutangnya.

“Saya harus bagaimana? Bagaimana caranya agar saya bisa bebas, dan nggak jadi tahanan seperti ini??”

“Apa untungnya kamu menahan saya?”

“Apa yang akan kamu lakukan selama menahan saya? Apa kamu akan mengambil organ-organ saya, lalu menjualnya?”

Mendengar tanya yang seperti itu dari Kirana, cepat-cepat Elang membalas dengan gelengan kepalanya.

“Bukan, bukan seperti itu, jangan salah paham,” lurusnya.

“Lalu apa? Buat apa? Bukankah lebih baik kamu membebaskan saya, supaya saya bisa bekerja dan mencicil hutang-hutang Bapak saya??” balas Kirana yang memang terdengar lebih masuk akal, dari pada penahanan yang dilakukan Elang terhadap dirinya.

“Itu…,” Elang nampak ragu akan jawaban yang akan diberikannya. Hingga katanya menggantung di mulutnya, hanya mampu berucap satu kata saja dari kalimat lengakapnya.

Mata Kirana yang penuh dengan bulir-bulir air mata sampai menatap lekat, nampak menunggu dengan semua rasa penasarannya.

Namun Elang masih berkutat dengan keraguannya. Ia malah terlihat merapatkan dan sesekali mengulum bibirnya, bukannya langsung berkata kepada Kirana yang tengah menunggu jawabnya.

“Jadi saya menahan kamu, bukan hanya untuk menahan kamu, tapi saya ingin menjadikan kamu sebagai istri saya” jawab Elang akhirnya.

“APA??”

Betapa tercengangnya Kirana akan apa yang baru saja masuk ke dalam telinganya. Sudah terlalu banyak hal-hal mengagetkan yang diterimanya seharian ini. Dan nampaknya mendadak ia yang akan menjadi istri dari pemilik pinjol itu adalah puncaknya. Rasa-rasanya ia bisa meledak kini karenanya.

“Ta-tapi…, tapi kenapa???”

****

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status